Bag 24. The misery

664 75 23
                                    

Hidup Juan kacau, tanpa Heera semakin hampa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hidup Juan kacau, tanpa Heera semakin hampa. Ia selalu membangkang. Sudah lebih seminggu ini Juan meninggalkan sekolahnya, sengsara seorang diri di dalam kamar. Bukan berarti tidak peduli, mamanya sudah berusaha, sejak ingatannya kembali Juan tak takut kepada ayahnya. Juan benar-benar hancur. Ia tak tahu menyelesaikan permasalahan itu, meski sebenarnya mudah.

Jalan satu-satunya yang harus Juan pilih, adalah menyerahkan diri ke Polisi. Tapi, Juan tak ingin sendiri, karena mereka juga bersalah. Anggap saja egois, karena Juan memang selalu egois.

Namun, ia perlu waktu. Bagaimana kehidupan Juan setelah keluar dari penahanan remaja. Ia tahu, umurnya belum genap 18 tahun, masa penahanan akan disesuaikan dengan kejahatan dan perlindungan di bawah umur. Bahkan, dengan bantuan orang tuanya, bisa saja Juan terbebas dari masalah itu. Tapi, untuk apa kebebasan, jika rasa bersalah menjerat hidupnya untuk selamanya.

Lihatlah kamar Juan—lelaki itu paling tak suka pada hal yang mengganggu pemandangannya—kamar itu terlihat sangat berantakan, terasa pengap dan gelap, karena Juan tak menyalakan lampu kamar dan membuka tirai jendela. Banyak pakaian yang berserak, sisa puntung rokok dan abunya turut mengotori lantai, bahkan saking stresnya yang Juan alami sekarang, beberapa botol minuman keras pun ikut menemani kesengsarannya.

Juan menghela napas, duduk bersandar di ranjang dengan kepalanya yang mendongak menatap langit-langit kamar. Juan memang pintar, tetapi terlalu bodoh untuk masalah-masalah itu.

Juan kembali menghela napas, lalu beranjak memasuki kamar mandi, karena sudah lebih empat hari Juan tidak membasuh badannya. Ia terlalu lama mengurung diri, sampai hal sepele tak ia perhatikan.

Setidaknya, dengan mandi Juan merasa lebih baik. Ia sudah selesai mengganti pakaiannya, Juan mengedarkan pandangannya pada kamar yang sangat berantakan. Ia pun menghela napas sampai dadanya ikut tertarik, lalu bergegas membereskan kekacauan yang sudah dibuatnya. Satu persatu ia memasukkan sampah itu ke dalam keranjang, tetapi segera teralihkan tatkala pintunya digedor bertubi-tubi.

"Juan! Buka!" teriak suara itu.

Juan mengerjapkan bola mata, itu suara Heera. Tapi, dari mana dia tahu alamatnya. Juan menurunkan matanya, melirik jam tangan, seharusnya Heera masih berada di sekolah.

"Buka atau gue dobrak!" teriaknya sekali lagi.

Juan bergeming mendapati teriakan itu.

"Buka dulu pintunya! Lo udah mati?!"

Juan pun beranjak, dengan wajah datarnya yang tercetak jelas, ia melangkahkan kaki menuju pintu. Lalu, kembali diam, Juan memandang pintu itu cukup lama, dan membukanya. Seperti yang Juan harapkan, setelah sekian lama akhirnya ia bisa melihat wajah itu lagi. Wajah yang sangat ia rindukan.

"Lo ke mana aja, sih?!" sungut Heera. Ia masih mengenakan seragam sekolah lengkap.

Juan tak memberikan jawabannya, hanya menatap Heera dengan matanya yang sendu.

LIFE LIKE A PETAL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang