Bag 09. Something forgotten

607 87 16
                                    

Juan belum punya cukup waktu dan keberanian untuk menceritakan masalahnya pada Heera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juan belum punya cukup waktu dan keberanian untuk menceritakan masalahnya pada Heera. Bahkan, setelah dengan nekat mengunjungi Heera, Juan memilih bungkam dan melarikan diri untuk kesekian kalinya. Juan hanya belum siap, melihat respon Heera setelah cerita itu terungkap. Namun, Juan tak kuasa jika menahan kesedihan itu seorang diri, ia membutuhkan uluran tangan seseorang yang dapat membantunya keluar dari kelopak yang mengurung hidupnya.

Minggu pagi. Juan sudah membuka matanya tatkala bayangan video itu kembali terlintas dalam ingatannya. Namun, semua itu segera teralihkan tatkala mendengar ketukan pintu dari kamarnya. Dengan rasa malas, Juan beringsut dari ranjang. Ia memutar kuncinya dan membuka pintu, terlihat jelas sambutan dari sang adik.

"Kak, waktuya minum obat." Lilia tertunduk, menyerahkan sebuah nampan yang berisikan berbagai macam pil, air putih, dan roti panggang.

Baru Juan sadari jika dalam satu bulan ke belakang ini, waktunya tak pernah lekang oleh obat-obatan. Ia pun kembali dibuat bertanya, apa mungkin obat itu sudah ia konsumsi sejak permasalahannya dengan ibunya kala berumur delapan tahun atau baru beberapa Minggu ini? Entah mengapa, Juan tak ingat sama sekali.

"Ada lagi?" tanya Juan sembari mengulurkan tangan hendak menerima nampan itu, tetapi reaksi yang ia dapatkan dari Lilia justru berbeda. Adik perempuannya ini menjauhkan tangannya, masih dengan wajah yang menunduk.

Namun, belum sempat Juan bertanya, Lilia langsung menyerahkan nampan itu, lalu berlari menuruni anak tangga. Juan semakin dibuat bingung. Ia penasaran pada perilaku sang Adik yang selalu bersikap ketakutan, padahal mereka jarang bicara. Juan tak pernah memarahi sang adik, meski sebenarnya ia sangat membenci sifatnya. Ya, mereka memang kakak adik, tetapi hubungan mereka sangatlah asing.

Waktu demi waktu telah berlalu, Juan telah selesai menyantap sarapannya. Ia pun menghabiskan Minggu paginya dengan berenang. Penuh ketenangan, tubuh itu bergerak fleksibel memecah genangan air jernih. Sebelum kaki Juan naik di atas permukaan, ia menenggelamkan wajahnya, lalu mengibaskan rambut hitamnya yang sudah memanjang. Kemudian, ia naik ke atas permukaan, dan mengeringkan rambutnya dengan handuk kering.

"Kak, ini handuknya," ucap Lilia setelah menjajakkan kakinya menghampiri Juan.

Juan memalingkan wajah dengan rambut basah memandang Lilia keheranan. Entah sejak kapan, adiknya bertindak sejauh itu untuk memberinya pelayanan. Juan tak pernah meminta, dan lagi, ia tak butuh. Bukan menarik handuk, Juan menarik tangan Lilia.

Untuk kedua kalinya, Juan dibuat kaget dengan reaksi Lilia. Tak lama setelah tangannya menyentuh Lilia, gadis itu jatuh terduduk dengan bulir bening menetes membanjiri wajah lugunya.

"Jangan sentuh, gue!" seru Lilia dengan matanya yang berkaca-kaca.

Tentu saja Juan kebingungan, ia pun menurunkan tubuhnya hendak membantu sang adik.

"Pergi! Jangan dekat-dekat gue! Dasar bajingan!" serunya sembari menjauhkan tubuhnya.

"Lilia! Lo kenapa?" tanya Juan berusaha bersikap tegas.

LIFE LIKE A PETAL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang