Bag 11. Hit everything

535 85 23
                                    

Lilia menarik napasnya sangat dalam, lalu menghelanya secara perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lilia menarik napasnya sangat dalam, lalu menghelanya secara perlahan. Masih menggunakan seragam sekolah, ia berdiam diri di depan pintu dengan kepala tertunduk, dan tangan yang mencengkeram gagang pintu, tak lupa tangan kirinya memeluk sebuah bunga sembari membawa plastik yang berisi berbagai macam buah. Saat ini Lilia sedang berada di rumah sakit, berniat mengunjungi teman sekelas yang sudah hampir satu bulan ini mengurung diri di bangsal rumah sakit.

Penuh keyakinan, Lilia membuka pintu. Lalu, melangkahkan kakinya mendekati seorang gadis yang sedang duduk termenung memandang jendela rumah sakit.

Bergeming sejenak. Lilia kembali menarik napasnya dalam, lalu memanggil nama gadis itu. "Claudy." Lilia tersenyum manis, sementara Claudy memalingkan wajah datarnya menyambut kedatangan Lilia.

"Gue bawa buah persik kesukaan lo," ucap Lilia sembari meletakkan barang bawaannya di atas meja dekat ranjang Claudy yang tak berekspresi. "Oh iya, ini ada titipan bunga dari temen sekelas, katanya mereka kangen—"

"Bohong," potong Claudy dengan suaranya yang serak, dan wajah yang sangat lesu.

Lilia pun terdiam, memandang bunga mawar merah dan krisan putih. Iya. Semua adalah kebohongan Lilia. Peduli saja tidak, apalagi rindu? Teman sekelasnya itu bagai iblis yang tak punya hati. Mereka semua diam dan acuh pada kejadian sekitar. Hal itu semakin membuat Lilia merasa bersalah, karena satu pun tak ada yang berpihak pada mereka.

Lilia beralih memandang Claudy. "Hari ini baca buku apa?" tanya Lilia berusaha bersikap ramah dengan menghampiri Claudy dan duduk di sebelahnya.

Tak berkutik, gadis malang itu hanya membuang muka, sementara Lilia terbeliak sempurna begitu melihat sampul bukunya. I Want to Die But I Want to Eat Tteokbokki. "Clau, siapa yang ngasih buku ini?"

Claudy memalingkan wajah, lalu menatap Lilia sejenak. "Dafa."

Mendengar jawaban Claudy, sontak saja membuat bulir bening yang sejak tadi mengenang di pelupuk mata Lilia tak terbendung lagi. Buku itu lebih dulu Lilia berikan pada Dafa, ketika Dafa masih di sekolahnya.

Lantas, Lilia pun memutar tubuh— membelakangi Claudy—agar tangisannya tak dilihat Claudy. Sungguh. Dadanya terasa sesak melihat kondisi dua sosok manusia yang sedang berusaha bertahan hidup. Lilia merasa sangat bersalah, ia sangat berharap jika sikapnya sekarang dapat menebus kesalahan Juan.

Bukan berarti membela Juan, Lilia hanya merasa bersalah dan berusaha keras membantu Claudy untuk bertahan dari penderitaan yang dirasakan Claudy. Justru, Lilia sangat membenci Juan, jikalau ada nyawa yang harus dikorbankan, orang itu—John Seno—abangnya.

"Clau, hari ini kita lanjut nonton anime yang kemarin ya?" tanya Lilia setelah menghapus air matanya.

Dengan sorot mata yang sayu, Claudy menganggukkan kepalanya. Lantas, Lilia pun mulai menyalakan layar tabletnya, memutar sebuah episode anime, lalu menontonnya bersama Claudy, meskipun gadis itu tak pernah menunjukkan reaksi dari setiap adegannya. Tapi, tak apa. Lilia sudah berjanji, akan selalu ada untuk Claudy sampai gadis itu menjadi lebih baik, meski tahu jika itu sangat sulit.

LIFE LIKE A PETAL ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang