Lanjutan

14 0 0
                                    

Hari ini saya menganggur sangat. Seharian hanya sibuk melakukan tiduran di rumah sambil melihat sosial media. Tentu saja rasa ingin menganggu dia sangat tinggi. Namun mengingat kalimatnya, "Dunia dia hanya sedang sepi untuk duniaku yang sibuk, jadi saat dia ga ngapa ngapain, yang bisa dia lakukan hanya menunggu kabar dariku," rasa-rasanya macam saya memang pengangguran sangat untuk dia yang sedang sibuk.

Hari ini hari pertamanya melaksanakan UAS semester 5. Cukup lucu karena mengingat dia sebentar lagi liburan semester. Part lucunya adalah dulu kita kenalan saat dia sedang melakukan liburan semester 4.

Ya, sesingkat itu waktunya.

Tapi saya sedang tidak ingin membahas tentang hari ini. Saya ingin cerita saya tidak melompat-lompat hingga sekiranya ketika saya membacanya lagi, ingatan waktunya tidak selisih terlalu jauh.

Btw, cukup menyenangkan membaca part sebelumnya. Cukup menggambarkan tapi saya merasa masih kurang detail dalam penggambarannya. Jadi saya akan berusaha untuk memberikan gambaran yang cukup baik lewat tulisan saya.

Awal mulanya, kita bertemu pada bazar Gramedia. Ya, toko buku menjadi tempat untuk pertama kalinya kita bertemu. Tahu apa yang lucu? Saya pernah bertanya kepada dia, "ketika kita bertemu untuk pertama kalinya, saya harus berinteraksi sebagai orang asing atau sebagai pacarmu?"

Ya, saat pertama kalinya bertemu saya dalam posisi bertemu dengan pacar saya untuk pertama kalinya. Dia menyatakan perasaannya dan mengajak berpacaran melalui online. Tentu saja, bahkan saat saya sedang mengetik tulisan ini, saya masih belum menjawab pertanyaan darinya dari bulan Oktober lalu. Dia tidak mempermasalahkan itu.

Pertama kali bertemu satu kalimat yang keluar dari pikiran saya adalah, "Buset, tinggi bener dah." Iya, dia sangat tinggi untuk saya yang seukuran botol yakult. Anggap saja dia botol marjan. Tinggi, kurus, jaket tebal, selalu pakai masker putih, rambut sedikit berantakan, berkaos. Saat itu saya baru saja pulang dari interview kerja. Bertemu pada hari minggu jam 7 sore. Tidak perlu terkejut, memang interviewnya pada hari minggu.

Niat awal saya ingin dijemput olehnya. Namun mengingat banyaknya kasus kejahatan melalui perkenalan online membuat saya urung dibuatnya. Tapi lucunya saya mau saja diajak berkeliling di kampusnya dimana itu lingkungan asing bagi saya tetapi lingkungan yang sangat dia hapal bagi dia.

Balik lagi dengan pertanyaan bagaimana saat pertama kali kita bertemu tentang interaksi kita. Jawabannya adalah berinteraksilah layaknya kamu pacarku. Begitu jawaban yang dia keluarkan.

Tapi lucunya, bahkan dia tidak pernah berpacaran. Bagaimana dia tahu interaksinya orang berpacaran sedangkan dia sendiri tidak memiliki pengalaman berpacaran?

Tentu saja perlakuan awalnya dia salah semua. Enggak semua juga sih. Tapi hampir semuanya salah. Mana ada pacar yang bertemunya langsung di tempat tanpa menunggu pacarnya di parkiran? Mana ada pacar yang tidak skin to skin alias bergandengan tangan? Sebenarnya untuk bergandengan tangan dapat dimaklumi. Mengingat itu pertemuan pertama kalinya bagi kami. Tapi untuk yang pertama, hm, bahkan saya berpikir untuk tidak ingin bertemu lagi karena perlakuannya yang buruk itu, hahaha.

Itu hanya pemikiran awal. Bahkan sekarang saya sangat takut kehilangan dia. Setiap hari memastikan apakah dia masih mencintai saya, apakah dia masih milik saya, apakah dia masih dengan dan mau bersama saya, apakah saya masih satu-satunya wanita dalam hidupnya selain ibu dan kakaknya.

Kita teramat canggung saat pertemuan awal atau saya saja mungkin yang merasakannya? Bahkan saya tidak mengingat wajahnya. Iya, saya tidak mengingat wajah pacar saya, haha. Selain canggung yang membuat kita jarang bertatap muka, tidakk banyak peluang untuk saya bisa menatap wajahnya karena kita lebih banyak diatas motor daripada duduk berdua saling memandang masing-masing.

Bagaimana kesan yang saya dapat untuk pertemuan pertama kalinya jujur tidak banyak yang berkesan. Hanya 1 kejadian yang membuat saya terkesan adalah dia mau memberikan buku penemuannya kepada saya. Sudah itu saja. Perlakuan dia terhadap pacarnya amat sangat seperti orang asing, hahaha. Padahal dia yang bilang jika bertemu berinteraksilah layaknya pacaran. Saya hanya memegang ujung jaketnya supaya terkesan bergandengan.

Sepulang dari pertemuan itu, saya lupa apakah kita telepon atau tidak. Yang jelas, saat itu dia masih belum menjadi orang yang spesial bagi saya. Bahkan saya tidak peduli jika setelah pertemuan itu kita menjadi asing kembali karena saya tidak sesuai dengan ekspektasinya mungkin.

Yang jelas, saya mau bertemu dengan dia karena saya kagum terhadapnya. Bagaimana dia dengan lihainya menjawab pertanyaan tentang agama dari saya, bagaimana cara dia menjawab pertanyaan dari pemikiran saya yang berisik.

hence why I said that he was calming in the previous chapter.





Surabaya, 11 Desember 2023

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang