Mauku

9 0 0
                                    

Selanjutnya mulai merasa bahwa saya memiliki pacar. Tanya saja mas pacar, sebanyak aku menanyakan kepada dirinya apakah aku benar-benar punya pacar dan dia pacarku, hehe. Sama seperti perempuan-perempuan lainnya, saya juga masih suka menanyakan, "Mas sayang aku enggak?" sampai sekarang.

Setelah pertemuan kedua itu jujur saya sedikit lupa bagaimana pertemuan selanjutnya. Yang jelas, kita lebih sering duduk-duduk untuk mengerjakan salah satu atau keduanya tugas masing-masing. Maklum, masih sama-sama mahasiswa dengan jurusan yang memiliki tugas juga enggak main-main.

Omong-omong soal tugas, pacarku sangat pintar dalam bidangnya di mataku. Iya, saya tahu bahwa mungkin saja ada teman-teman dia yang lain yang lebih pintar dari pacar saya, tapi pacarku pintar. Dia bisa membantu saya dalam mengerjakan tugas saya, dia bisa mengkomunikasikan dengan baik apa yang mau dia sampaikan kepada saya, dia mau mengajari saya atas hal yang belum saya ketahui. Dia partner belajar yang keren untuk saya.

Dan itu menjadi salah satu alasan saya menyukainya karena bagi saya itu menunjukkan bahwa dia akan menuntun saya dengan baik tanpa harus merendahkan dan menggurui saya.

"Kalau aku sibuk menuntut kamu. Kapan aku menuntun kamunya?" katanya.

Hahaha, lucu sekali pacarku.

Dia mahasiswa teknik sedangkan aku farmasi. Wishlist yang aku inginkan ketika aku SMK terealisasikan melalui dia. Dulu saya ingin berpacaran dengan anak teknik. Disaat banyak orang yang menghindari menjalin hubungan dengan anak teknik, saya malah ingin sekali memiliki hubungan dengan anak teknik.

Saya pernah membicarakan hal ini dengannya.

Oiya, ini saya lagi telponan sama pacarku. Iya, benar tiap malam kita saling telponan. Istilahnya sleep call. Lucunya, saat ini dia sedang melaksanakan UAS. Dia sendiri yang bilang bahwa ketika UAS, tidak diperbolehkan untuk menelponnya karena dia sedang belajar. Tapi kenyataannya, tiap malam tiada absen untuk kita tidak saling menghubungi melalui telepon.

Jujur disini saya bingung, ini saya yang mengganggu dia dan saya merasa tidak enak hati karena telah mengganggu belajarnya. Lalu bagaimana jika IPK-nya turun nanti? Atau memang ini yang dinamakan prioritas? Huft, sebenarnya saya tetap merasa tidak enak ketika mengangu jam belajarnya bahkan sampai hari ini UAS-nya akan berakhir. Ya mau bagaimana lagi, namanya juga kangen. Saya juga sudah menanyakan hal ini kepada dia dan dia tidak keberatan dengan kegiatan kita.

Balik lagi dengan impian saya yang terealisasikan melalui dia. Dia bertanya, "Kenapa ingin sama anak teknik?" aku menjawab, "Karena anak teknik pada sibuk semua, jam terbang tugas dan belajarnya tinggi. Anak teknik jarang meluangkan waktu dengan pacarnya, sering tidak mandi, penampilan berantakan, dan selalu mengedepankan praktikum dahulu baru pacarnya,"

Kalian terheran-heran? Soalnya dia juga terheran-heran dengan alasan yang aku jawab. Aku paham betul bahwa itu resiko yang dialami jika berpacaran dengan anak teknik. Tetapi justru itu menyenangkannya. Aku jadi tau bagaimana rasanya diprioritaskan. Bagaimana pacarku menyingkirkan segala urusannya pada salah satu hari dalam 7 hari untuk menemuiku, menghabiskan waktu bersamaku dan berbicara denganku tentang kesibukannya. Lalu akan menuju puncak ucapan bahwa dia merindukanku dan meminta maaf karena kurang perhatian.

Aku ingin tahu bagaimana rasanya diprioritaskan, bagaimana rasanya menunggu kabar, bagaimana rasanya pacarku meluangkan waktunya untukku daripada menunggu waktu luang, bagaimana rasanya menjadi tempat yang nyaman untuk dia menghilangkan lelahnya denganku. Aku ingin menjadi rumah ternyamannya meski aku tahu bahwa posisiku tidak akan terkalahkan dengan posisi rumahnya yang sebenarnya.

Lucunya, setelah dia mendengarkan penjelasan saya, dia menanyakan wishlistku yang mana lagi yang ingin dilakukan. Hahahaha, dasar. Banyak tentu saja. Dan ya, kami sudah merealisasikan wishlistku.

Ini semua tentang mauku jika kalian menyimak baik-baik dari awal. Tentu saja saya sering bertanya, "Mas pacar mau apa?" Dia menjawab, "Tidak ada," Aku terheran, "Ayolah, mas mau apa? Masa mauku terus yang mas kabulkan," Dia berkata, "Aku mau kamu bahagia sama aku. Aku mau wujudin semua wishlist kamu sama aku. Aku mau kamu sama aku. Sudah, itu saja,"

Bolehkah saya percaya dengan kalimat manis itu, Tuhan?

Rasa insecure tentu saja masih ada dalam diri saya. Bagaimana pengalaman saya yang dulu untuk pertama kalinya benar-benar membekas sampai sekarang. Saya selalu bertanya-tanya,

'Apakah memang dia semau itu dengan saya?'

'Apakah memang bersamaku dia bahagia?'

'Apakah memang kehadiranku memang diinginkan olehnya?'

'Apakah dia memang nyaman jika dia berada di sebelahku?'

'Apakah dia memang menginginkanku karena memang menginginkanku? Bukan karena dia kesepian?'

'Apakah memang aku yang diharapkan olehnya?'

'Apakah aku memang satu-satunya dan tidak ada opsi lain dalam hidupnya?'

'Apakah aku memang pantas diberlakukan seperti ini?'

Setiap hari bahkan sampai dengan saya mengetik ini, saya masih terus berpikir tentang pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Lalu, bagaimana jika aku menyakitinya?

Aku ingin dia bahagia entah bersamaku atau tidak. Tapi kalau bisa, bersamaku saja.

Aku ingin egois kalau aku mau dia bersamaku saja.

Aku ingin mencoba untuk terus membahagiakannya.

Aku ingin menjadi tempat yang nyaman bahkan jika bisa jadi tempat ternyaman untuknya.

Aku ingin menjadi pendengar yang paling baik untuknya.

Aku ingin dia cukup hanya kepada aku sehingga dia tidak perlu mencari yang lain.

Bisakah jika dia memang merasa cukup bersamaku saja?









Surabaya, 15 Desember 2023

MonokromTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang