"Tuan, anda seharusnya makan dan istirahat," ujar Jaemin setelah kaca mobil dibuka oleh Jeno, ia menolak masuk sebab itu artinya ia akan keluar bersama pria itu, padahal menurutnya Jeno tidak seharusnya berada di luar. Pria itu tidak makan sama sekali dan tampaknya juga kelelahan, matanya sembab dan hidungnya merah.
"Kita harus menjemput adikmu dan menghantarnya pulang."
"Tapi, tuan—"
"Dan temani aku makan di tempat yang aku mau, jadi cepat masuk sebelum aku berubah pikiran."
Jaemin menelan ludah melihat bagaimana Jeno mengeratkan geraham serta pegangan pada setir mobil, ia mengangguk ribut dan segera memutari mobil, lalu duduk di sebelah Sang boss. Huh... sejujurnya Jaemin sedikit terbebani dengan bantuan Jeno untuk menjemput Jisung dengan mobil.
Oh dan satu lagi, Jeno bahkan tidak lagi menggunakan Bugatti La Voiture Noire karena hanya muat untuk dua orang, ia menggantinya dengan Lamborghini Urus semenjak mendedikasikan diri untuk menemani Jaemin menjemput Jisung.
Sebenarnya berapa banyak yang Jeno punya? Jaemin sangat penasaran dengan berapa banyak uang yang berada di rekening pria itu, kenapa rasanya harta mereka tidak dibagi dengan rata? Mengapa Jeno sangat kaya sementara Jaemin... begitu nelangsa?
"Siapa yang menyuruhmu menghubungi bajingan itu?" tanya Jeno.
Jaemin sangat tahu siapa maksud Jeno, siapa lagi jika bukan Mark?
"Saya minta maaf karena lancang, itu karena saya khawatir terjadi sesuatu pada anda, jadi—"
"Aku melarang-mu bertemu dengan si brengsek itu, atau bahkan bicara padanya." Jaemin menatap terkejut pada Jeno yang bahkan tidak menatapnya, pria itu justru sangat fokus ke jalanan dengan wajah datar seperti biasa. Apa yang salah dari Mark? Jaemin sangat mengagumi sosok Mark Lee yang pekerja keras dan sangat baik hati, ia masih ingat saat masih bekerja di cafe, Mark sering mentraktir staf dan karyawan di sana.
Mark Lee adalah orang yang sangat hati-hati, ia tidak pernah mencela siapapun yang bersalah di depan orang lain. Saat Jaemin melakukan kesalahan, maka ia akan dipanggil menggunakan panggilan pribadi dan diberitahu letak kesalahannya, tanpa menggunakan kalimat yang merendahkan sama sekali.
Rasa-rasanya tidak ada alasan apapun untuk menjauhi Mark atau bahkan mustahil untuk membenci pria itu sebab wataknya yang begitu sempurna.
"Kenapa? Maaf tapi saya tidak bisa mengabaikan tuan Mark, apapun konsekuensinya."
"Kenapa kau keras kepala? Aku tanya padamu, siapa boss-nya di sini?"
Jaemin terpancing, terbukti dari alisnya yang menukik tajam, namun ia masih mencoba untuk menahannya. Tanpa sadar Jeno perlahan-lahan menjadikan hal ini sebagai perbudakan, pria itu bahkan berusaha mengambil hak-hak Jaemin untuk melakukan sesuatu sesuka hati.
"Anda tidak bisa melibatkan saya jika memang sedang dalam konflik bersama tuan Mark. Anda tidak boleh menyangkut-pautkan masalah pribadi dengan pekerjaan."
"Karena kau bekerja denganku, di dalam rumahku dan dibayar olehku, aku sangat berharap kau tahu diri dengan mengikuti perintahku dan menutup mulut sialan-mu, Jaemin. Aku tidak mau membuang uang hanya demi seorang berandal yang ku manfaatkan tubuhnya."
——o0o——
Semenjak kalimat menohok itu sampai di telinganya, Jaemin tidak pernah menjawab pertanyaan Jeno dengan benar, bahkan tidak bicara jika memang tidak ditanya atau diperlukan. "Iya" dan "tidak" sudah merupakan jawaban yang telak darinya, terlalu malas membubuhi kalimatnya dengan alasan yang panjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BUILD A HOME || JAEMJEN [✓]
Fanfiction[BXB] [M] [Ft. DongMark] "It's not the stab in the back that kills you, it's when you turn around and see whose holding knife." Inspired by manhwa 'The Pizza Delivery Man and the Gold Palace'. ©aksaratunggal_