Mark dengan tergesa segera menuju lift setelah mendapat kabar dari Jaemin bahwa Jeno belum keluar dari kamar sejak pagi hingga saat ini, dan sekarang sudah hampir malam. Ini pasti karena Chenle, tidak ada yang bisa membuat Jeno terkurung seharian di kamar tanpa asupan apapun kecuali pria itu.
Bahkan jika dipikir-pikir, bila orang lain menghina Jeno dengan begitu keji di depan matanya, Jeno tidak akan menganggap itu sebagai sesuatu yang perlu dipikirkan. Tetapi Chenle berbeda, pria itu... mampu membuat Jeno tidak berdaya di bawah kakinya dan rela melucuti egonya.
Namun Mark tidak berpikir bahwa kali ini Jeno akan melakukan kebodohan yang sama, dengan semua kebencian itu, Mark yakin Sang adik bisa meraih kembali kendali atas hidupnya dan lebih menghargai diri sendiri. Jeno harus bisa menyelamatkan dirinya sendiri, sebab tidak ada yang bisa melakukannya selain Jeno sendiri.
"Jaemin, ini Mark." Lalu pintu tersebut terbuka, menampilkan Jaemin yang menunduk, merasa gagal karena tidak berhasil membujuk Jeno keluar.
"Maafkan saya, tuan."
"Bukan salahmu, kau melakukan tindakan yang benar dengan menghubungiku." Mark menepuk bahu Jaemin dan tersenyum, lalu pria itu segera menghadap pintu kamar Jeno, sangat hening di sini.
"Jeno, bicara padaku, apapun itu aku akan mendengarkannya. Aku Mark, kakakmu, kau masih mengenali suaraku 'kan?"
Jaemin memandang iba ke arah Mark, meskipun ia masih terkejut dengan kejadian beberapa waktu lalu, ia tentu mengerti jika pria bernama Chenle itu memiliki masalah serius dengan Jeno. Mengurung diri, adalah bukti bahwa kehadiran Chenle mampu membuat Jeno berubah seperti bukan dirinya sendiri.
Jaemin menyadari perubahan itu, Jeno mungkin tidak menunjukkan apapun lewat mimiknya, namun suaranya yang gemetar saat bicara tadi tidak bisa diganggu-gugat. Dan pastinya itu masalah asmara, Jaemin tidak mau terlalu ikut campur, hanya saja... setidaknya ia harus memastikan bila Jeno baik-baik saja di dalam sana.
Beberapa menit berlalu, tetapi Jeno belum juga keluar, malah bel pintu utama berbunyi, Mark dan Jaemin saling memandang sebelum Jaemin beranjak lalu mengintip dari lubang pintu. Ada pria yang berpakaian kantoran di luar, siapa itu? Apakah rekan Jeno?
"Siapa?" tanya Mark.
"Tidak tahu, tuan. Saya belum pernah lihat."
Dan... tiba-tiba Jeno keluar dari kamar, ia melangkah panjang ke arah pintu dan melewati Mark begitu saja, pria itu bahkan sedikit mendorong Jaemin ke samping agar bisa membuka benda kayu tersebut. Ada apa? Siapa yang datang sehingga Jeno bisa keluar dengan begitu mudah?
"Kakak..."
"Apa yang terjadi, Jeno?"
Mark tercekat, ternyata Taeyong yang datang, Jeno pasti menghubungi pria itu dan memintanya kemari. Seharusnya ia sadar bahwa sedari awal yang tahu bagaimana Jeno adalah Taeyong, dan dirinya hanya sosok pria yang dibenci oleh Jeno, yang terus berusaha untuk mendapatkan cinta serta perhatian darinya.
Tatapan Mark berubah menjadi sendu, senyumannya mendung dan matanya dingin. Melihat Taeyong dengan mudah mendekap Jeno dan membawa Sang adik di balik punggungnya, sepertinya Mark tidak akan pernah mendapatkan kesempatan itu.
Jeno tidak bicara, ia hanya bergeming dan menenggelamkan wajahnya di bahu Taeyong, namun mereka semua tahu bahwa Jeno menangis di sana meskipun tidak bersuara.
Taeyong menatap Mark dan Jaemin, "Kami perlu ruang," ujarnya.
Mark mengangguk, "Ayo, Jaemin."
——o0o——
"Dia kakakku, Lee Taeyong. Dia yang paling dekat dengan Jeno dari seluruh anggota keluarga kami, dan pria yang kau lihat telah datang beberapa waktu lalu adalah Zhong Chenle, mantan kekasih Jeno. Keberatan?" Mark bersidekap dada sembari menatap Jaemin yang memainkan gelas berisi kopi di atas kedua pahanya. Mereka kini duduk di cafe milik hotel.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BUILD A HOME || JAEMJEN [✓]
Fiksi Penggemar[BXB] [M] [Ft. DongMark] "It's not the stab in the back that kills you, it's when you turn around and see whose holding knife." Inspired by manhwa 'The Pizza Delivery Man and the Gold Palace'. ©aksaratunggal_