[19]

2K 200 27
                                    

TW! HOMOPHOBIC ⚠️

——o0o——

Jeno berusaha tidur kembali dalam dekapan Jaemin, enggan bangun meskipun namanya sudah beberapa kali dipanggil oleh Sang pria. Ia masih betah memejam, semalam di bawah selimut mereka saling bertukar suhu dan debar. Getir yang mengganjal mereka bagi berdua, membagikan kelegaan yang serupa.

Jaemin menumpukan dagu di puncak kepala kekasihnya, begini ternyata rasanya mendekap Sang pemilik hati, lebih menyenangkan sekaligus menenangkan dari apapun. Kali ini ia tidak akan membiarkan hal yang lalu menentukan nasibnya, yakin bahwa dirinya sudah cukup berani dan tangguh untuk menjadikan ketakutannya bagai puing-puing abu.

"Ini pertama kalinya aku merasa seseorang tampak bersyukur memilikiku, kau menangis untukku dan meminta maaf atas apa yang bukan salahmu," ujar Jaemin dengan suara paraunya.

Jeno yang masih memejam terpancing, ia mendengkus geli, "Kapan aku menangis untukmu? Kau yang menangis untukku."

"Yah, kau tahu, aku iri padamu karena kau punya aku yang selalu mengkhawatirkanmu."

"Benar. Kurasa semua orang akan iri." Keduanya terkekeh. 

"Baiklah waktunya bangun, kau punya pekerjaan sekarang, ingat?"

Jeno menggeleng, lalu mengecup bibir Jaemin dan kembali tidur. "Lima belas menit lagi, aku masih ingin berduaan denganmu."

"Ini sudah pukul enam, tuan Lee."

"Baiklah, mandi bersama kalau begitu. Aku akan bangun jika kau setuju." Jeno tersenyum kecil dengan mata tertutup, puas dengan reaksi Jaemin yang benar-benar tidak lagi bersuara. Ia tahu pria itu tidak akan pernah menerima tawaran mandi bersama.

Berat, menghadapi Jeno memang berat.

Entahlah, Jaemin merasa tidak bisa menang saat Jeno sudah memberikan syarat atas permintaannya, sebab ia tidak pernah bisa menyanggupinya. Jeno sangat suka dengan keintiman mereka, berbeda dengan Jaemin yang justru merasa canggung dalam situasi tersebut, pria itu belum pernah sejauh ini bersama orang lain.

Jaemin tidak tidur seranjang dengan kekasihnya dulu, berciuman pun baru berani ia lakukan setelah lulus sekolah, itu juga tidak pernah intens seperti yang ia lakukan bersama Jeno. Jaemin pikir... ia sedikit kalap saat pertama kali melakukannya bersama Jeno hanya karena Jaemin sangat penasaran bagaimana rasanya berciuman dengan pria dan... terbawa suasana?

Oh, tetapi Jaemin masih penasaran dengan satu hal!

"Jeno, aku bisa bertanya sesuatu?" tanyanya kemudian, sementara Jeno hanya berdehem tak terlalu menggubris.

"Kau juga bersikap seperti ini saat masih berhubungan dengan—"

"Tidak. Aku tidak bisa bersikap seperti ini padanya, dia pria yang penuh dengan tata krama, wibawa dan materi. Aku harus menjaga sikap saat bersamanya, tetapi aku tidak pernah merasa terbebani saat itu, mungkin... karena aku terlalu mengagumi-nya? Jujur saja, aku tak menyesal mengenalnya."

Hening.

Menyadari Jaemin tak merespon lagi membuat Jeno terpaksa membuka matanya perlahan, saat itu pula netranya bertemu dengan obsidian Jaemin yang tengah memandangnya lekat. Jeno tetap tidak bisa membacanya, ia tidak tahu arti dari setiap mimik wajah Jaemin.

"Apa kau pernah mandi dengannya?"

Oh, pertanyaan itu sedikit menyinggung Jeno, alis pria itu menukik tak senang. "Apa maksudmu? Aku tak melakukan hal-hal mesum bersamanya seperti yang kulakukan padamu, itu berbeda."

"Jadi kau mengaku kalau kau memang mesum dan senang berbuat cabul padaku, heh?"

"Tidak, kau saja yang naif."

TO BUILD A HOME || JAEMJEN [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang