"Sudah aku duga ini ide yang buruk... dia sengaja menggeseknya, aku benar-benar... tidak yakin bisa menahannya."
Mereka sedang berada di mobil, dengan Jeno yang duduk di pangkuan Jaemin. Ciuman itu beberapa kali di jeda, namun tidak benar-benar berhenti, dan Jaemin kini mati-matian untuk tidak terpancing permainan Jeno, ia penasaran kenapa Jeno selalu bersikap seolah pria itu sangat menginginkan dirinya secara utuh?
Tidak, Jaemin tidak sedang terlalu percaya diri atau bagaimana, tetapi perilaku menggoda itu selalu datang saat mereka sedang berciuman. Jeno tidak pernah benar-benar diam dan menikmati, ia selalu mencari kesempatan untuk menggerayangi tubuh Jaemin dimanapun yang bisa ia jangkau.
"Tapi saat kau sudah bersamanya, dia akan bersikap seolah dia sangat menginginkanmu, dan akan membuatmu mengemis untuk cintanya."
Kalimat itu... lagi-lagi mudah sekali menggoyahkan Jaemin, sebab sikap Jeno terhadapnya tidak bisa dianggap sepele. Jeno terlihat seperti orang yang sedang terobsesi, Jaemin khawatir pria itu hanya tengah berusaha keras untuk melupakan Zhong Chenle dengan mencoba beberapa hal baru bersama Jaemin, termasuk tentang seks.
Jeno masih gencar mengejar bibir kekasihnya, dahi pria itu berkerut mengingat semua kalimat pedas Sang ayah tadi. Ia baru saja bicara pada Aiden untuk kembali memimpin agensi, meskipun diizinkan Jeno tidak luput dari amarah ayahnya, namun ia masih cukup tenang karena Taeyong di sana dan membelanya.
Ngomong-ngomong mereka menggunakan setelah jas senada hari ini, awalnya Jaemin merasa gerah menggunakan pakaian rangkap, tetapi sekarang ia menjadi semakin berkeringat karena ulah Jeno. Di bawah sudah tegang dan sesak, namun belum ada tanda-tanda Jeno akan berhenti.
Jaemin sampai harus menahan pinggang pria itu supaya diam, meskipun beberapa kali kecolongan saat lengah.
"Cukup... bibirmu sudah sangat merah dan bengkak." Jaemin mengusap bibir Jeno dengan jempolnya, benar-benar bengkak.
"Apa beliau sempat menyinggung perasaanmu? Kau terasa berbeda."
Jeno mengangguk sekilas, "Tapi aku tidak terlalu memikirkannya, hanya saja setiap kali aku melihat wajahnya, itu selalu mengingatkanku kepada rasa sakit yang sama sekali tidak bisa ku jelaskan."
"Kalau begitu jangan dipikirkan, ayo lakukan sesuatu yang menyenangkan supaya hal itu tidak berlarut-larut."
"Sesuatu yang menyenangkan? Maksudmu seperti ini?" Jeno lagi-lagi meremas milik Jaemin sembari menyeringai, membuat pria itu tersentak dan segera mencekal tangannya.
"Tidak, maksudku—hngg... astaga, Jeno..."
"Kau mau dengan tangan atau mulutku, Jaemin?"
Jaemin menggeleng, ia menahan kedua tangan Jeno sekaligus karena merasa sedikit kesal, ia tidak suka diperlakukan seperti ini. Jaemin tidak senang saat Jeno berusaha membangkitkan gairah seksual dalam dirinya, sebab pria itu merasa bahwa Jeno belum benar-benar menjadi miliknya, tidak untuk saat ini.
"Dengar, setelah ini kau harus bicara dengan tuan Chenle, jadi ayo pergi dari sini." Mereka memang sudah membuat janji temu dengan Chenle sore ini, dan sekarang masih menjelang siang, Jeno tidak suka saat Jaemin menggunakan hal itu sebagai alasan untuk menghindar.
"Huh, sudah berapa kali kau menolak-ku? Kau benar-benar tidak suka bermain dengan pria ternyata."
Cara Jeno bicara kali ini berbeda, terdengar kecewa dan putus asa. Jaemin menahan Jeno saat pria itu hendak berpindah ke bangku kemudi, entahlah ia hanya merasa bersalah karena membuat Jeno merasa tertolak olehnya.
"B-bukan tidak suka... Maaf jika aku membuatmu merasa begitu."
"Aku membuang harga diriku saat mulai mencium-mu, jika kau keberatan maka seharusnya kau katakan itu dari awal. Jangan membuatku menyesal dengan kembali memimpin agensi."
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BUILD A HOME || JAEMJEN [✓]
Fanfiction[BXB] [M] [Ft. DongMark] "It's not the stab in the back that kills you, it's when you turn around and see whose holding knife." Inspired by manhwa 'The Pizza Delivery Man and the Gold Palace'. ©aksaratunggal_