Jaemin sedang mencuci piring dan beberapa peralatan masak yang ia gunakan tadi, ia dan Jeno baru saja selesai makan siang, untuk menghindari sesi kebisuan yang cukup lama, Jaemin memilih melarikan diri dengan langsung beranjak membereskan meja makan setelah Jeno selesai.
Selain menjadi model—manekin hidup, ternyata Jaemin telah melakukan banyak hal di luar tugas utamanya, tapi itu tidak masalah sebab ia sendiri yang berinisiatif. Jeno tidak menuntut apapun dari Jaemin selain menurut, ia juga lebih banyak istirahat akhir-akhir ini karena tugasnya hampir selesai.
Pakaian yang Jeno rancang sudah selesai dijahit, bukan? Jaemin tidak tahu apa pekerjaannya setelah pakaian itu selesai? Apa Jeno masih punya desain yang belum direalisasikan? Yah... sepertinya begitu.
"Jaemin." Jaemin menoleh pada Jeno yang ternyata sudah menyandar apik pada pantry, pria itu bersidekap dada.
"Anda butuh sesuatu?"
"Aku ingin meminta maaf untuk ucapanku tempo hari, itu pasti sangat menyinggung-mu. Dan aku juga minta maaf perihal Mark, kau boleh bertemu dan bicara padanya."
Jeno memejamkan mata erat-erat setelah mengatakan itu, sejak kapan ia meminta maaf karena takut menyinggung perasaan orang lain? Ia biasanya tidak seperti dan cenderung tidak perduli. Dan sejak kapan ia mau repot-repot mendatangi seseorang hanya untuk membicarakan Mark?
Sementara Jeno sibuk menyesali permintaan maafnya, tidak sadar jika presensi Jaemin tidak memiliki jarak dengan dirinya saat ini, hingga ia merasakan pelukan itu, erat dan hangat. Mata Jeno terbuka sangat lebar kali ini, terkejut dan pikirannya kosong, apa-apaan ini?
"Saya sangat mengagumi tuan Mark, saya juga ingin meminta maaf karena saya tidak bisa memenuhi perintah anda tentang beliau."
Mengagumi? Jeno menertawakan dirinya sendiri dalam hati, seharusnya ia ingat bahwa tidak orang yang mampu membenci Mark, ia bahkan terkadang ragu pada rasa bencinya sendiri sebab Mark selalu berada di sisinya. Jeno sangat kesal saat semua orang memuji Mark, tetapi daripada menyombongkan diri, Mark justru memberikan pujian pada Jeno.
Mark dan Haechan... mereka sangat serasi di matanya, mereka berdua yang akan berada di garis terdepan ketika Jeno membutuhkan bantuan. Tapi Jeno tetaplah Jeno, orang-orang mencela-nya hanya karena mereka lebih menyukai Mark Lee.
"Memuji orang lain bukan kombinasi yang tepat saat kau sedang meminta maaf. Kau bahkan memujanya tepat di sebelah telingaku, Jaemin."
Jaemin segera melepas pelukannya dan menjauh, pria itu menggeleng panik. "Tidak, saya tidak bermaksud seperti itu! Hanya... memberikan alasan mengapa saya tidak bisa mengabaikan tuan Mark. Beliau telah banyak membantu saya jadi... rasanya tidak etis jika tiba-tiba saja saya—"
Kalimat Jaemin terpotong saat tangan Jeno meraih kerah bajunya, lalu menarik pria itu sehingga wajah mereka berhadapan, bahkan hidung keduanya sempat bersinggungan. "Puji aku, Jaemin. Aku tidak perduli apa yang Mark lakukan bersamamu, karena apa yang kau lakukan bersamaku jauh lebih penting."
Jaemin terpaksa menumpukan tangannya di kedua sisi tubuh Jeno, sekarang posisi mereka terkesan seperti Jaemin lah yang memulai keromantisan ini. Mata besarnya memandang lekat bagaimana netra Jeno yang dingin namun tidak setajam biasanya, lebih lembut dari yang Jaemin kira.
"T-tuan—"
"Dan aku ingin kau menilai sesuatu."
Siang itu, bibir Jaemin merasakan sapaan hangat dari bibir Jeno, pupilnya bergetar sementara tubuhnya kaku. Dengan ini Jaemin menyimpulkan bahwa ada sebuah ketertarikan seksual di sini, atau mungkin dalam artian romantis? Atau justru hanya sekedar penasaran? Hanya Jeno yang bisa menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TO BUILD A HOME || JAEMJEN [✓]
Fanfictie[BXB] [M] [Ft. DongMark] "It's not the stab in the back that kills you, it's when you turn around and see whose holding knife." Inspired by manhwa 'The Pizza Delivery Man and the Gold Palace'. ©aksaratunggal_