Bab 5. Kejujuran

300 11 0
                                    

Nabila berusaha menyingkirkan tubuh Ali yang ambruk di atas tubuhnya, wajah gadis yang sudah tak gadis itu sembab dengan air mata yang terus mengalir di pipinya.

Matanya menatap benci pada lelaki yang telah merenggut paksa kesuciannya. Tak ia sangka, lelaki yang selama ini dihormati dan dicintainya begitu tega memperkosanya bagai binatang.

Setelah berhasil menyingkirkan tubuh Ali, Nabila merangkak berusaha turun dari kasur. Wajahnya meringis menahan nyeri di sekujur tubuhnya. Dengan langkah tertatih dan tubuh yang hanya berbalut selimut, Nabila pergi ke kamarnya.

"Hiks... Hiks... Aku kotor..." Nabila menggosok kasar tubuhnya, gadis itu menangis di bawah guyuran air shower. Rasa sakit dan takut membuat tangisnya semakin menjadi-jadi.

"Jahat, Abang jahat..." Nabila menjambak rambutnya kasar, jerit tangis dan kesakitan terus terdengar dari bibirnya yang semakin memucat.

"Aku benci kamu, aku benci kamu." Gadis itu memukuli dadanya ya h terasa sesak. Suaranya terdengar parau karena terus menjerit dan menangis.

Nabila meringkuk dengan tubuh menggigil, kesadaran gadis itu semakin menipis. "Salahku apa?" gumamnya pilu sebelum kegelapan merenggut kesadarannya.

Di kamar utama, Ali mengerjapkan matanya. Dahinya mengernyit merasakan pening yang mendera. Tangannya bergerak memijit pelipisnya, lalu saat matanya terbuka sempurna netra hitam itu membola saat melihat tubuh telanjangnya yang tak tertutup apapun. Lalu ingatan tentang apa yang dilakukannya semalam melintas begitu saja dalam pikirannya.

"Nabila." Ali bergumam panik. Wajahnya berubah pucat saat jerit tangis dan rontaan istri keduanya membayang dalam ingatan.

Bercak merah yang menempel pada seprai membuat tubuh Ali lemas. Rasa bersalah seakan menarik kuat jantungnya. Bagaimana bisa dia melakukan itu pada adik sekaligus istrinya?

Dengan tergesa-gesa, Ali beranjak dari tempat tidur dan mengambil pakaiannya lalu berlari keluar kamar dan menaiki lantai dua, dimana kamar istri keduanya berada.

Lelaki itu membuka kamar Nabila ragu, helaan nafas lega terdengar darinya saat kamar Nabila tak terkunci. Ali melangkahkan kakinya masuk ke kamar, tak ada siapapun disana, hanya ada selimut tebal yang ia yakini miliknya tergeletak di lantai. Lalu telinganya mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi, lelaki itu memutuskan untuk duduk di sisi tempat tidur menunggu Nabila karena ia berpikir gadis yang telah ia lukai itu tengah membersihkan tubuhnya.

Sepuluh menit, dua puluh menit, hingga setengah jam Ali menunggu namun Nabila tak kunjung keluar membuat laki-laki itu mendadak cemas dan memutuskan untuk melangkah ke kamar mandi.

Tok tok tok

Ali mengetuk pintu kamar mandi, namun tak ada jawaban. Hanya suara gemericik air yang masih terdengar membuatnya semakin cemas.

Tok tok tok

"Dek, kamu di dalam? kamu baik-baik aja, kan?" tanyanya yang tak mendapat jawaban.

Tok tok tok

"Dek, jawab Abang. Kamu enggak papa, kan? buka pintunya, Dek."

Ali mondar mandir di depan pintu kamar mandi Karena Nabila tak jua menjawab dan tak kunjung membuka pintunya.

"Apa gue buka aja, yah?" tanyanya pada diri sendiri. Lalu tangannya terangkat menekan hendle pintu.

Tangannya bergetar saat hendak membuka pintu kamar mandi, wajahnya pucat membayangkan bagaimana reaksi Nabila setelah apa yang ia lakukan.

Ceklek

"NABILA..." Ali berteriak memanggil Nabila saat melihat tubuh gadis itu tergeletak dengan air shower yang terus mengalir. Dengan cepat Ali menghampiri tubuh itu dan menggendongnya, membawanya keluar kamar mandi dan membaringkannya di atas tempat tidur.

Terpaksa Jadi MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang