Bab 14. Kembali Dekat

273 12 0
                                    

"Aaaakkhh..."

BRAK

PYAR

DUG

PAK

Nayla melempar semua barang yang ada di ruang tengah rumahnya. Televisi, bingkai foto, guci, pajangan, semua tak luput dari amukan tangannya. Dia marah, benar-benar marah pada suaminya yang telah membohonginya. Dia kecewa karena lelaki yang ia percaya tak lagi memberikan kejujuran untuknya.

"AKU BENCI KALIAN SEMUA, AKU BENCI. TERUTAMA KAMU, LI. KAMU JAHAT. KAMU PEMBOHONG."

BRAK

hiks hiks hiks

Nayla terduduk dengan mengenaskan di lantai, air matanya mengalir deras. Bibirnya terus mengeluarkan isakkan pilu membuat siapapun yang melihatnya akan turut merasakan kesakitan wanita itu, termasuk Bik Asih yang diam-diam menyaksikan tangisan sang majikan dari balik lemari hias.

Wanita paruh baya yang sudah mengabdi sejak awal tuan dan nyonyanya menikah itu mengusap air mata yang entah sejak kapan menetes. Hatinya sakit melihat bagaimana rapuhnya sang majikan yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri itu, namun untuk mnyalahkan tuannya-pun rasanya ia tak mampu.

Dia cukup mengerti kalau sang tuan hanya ingin menebus kesalahannya meski cara yang dilakukan membuat istrinya yang lain turut merasakan luka.

Bik Asih menghela nafas dalam lalu mengembuskannya perlahan, dengan ragu dia melangkah mendekati sang nyonya dan memeluk erat tubuh rapuh itu.

"Sabar yah, Nya. Semua ini ujian untuk rumah tangga, Nyonya. Bibik yakin Nyonya akan mampu melaluinya," ucapnya yang membuat Nabila menyandarkan kepala di lengannya dan semakin menangis tersedu.

"Sakit, Bik. Sakit sekali hiks ... hiks..."

Mendengar gumaman lirih majikannya, Bik Asih semakin mengeratkan pelukannya. Menyalurkan kekuatan untuk istri pertama tuannya itu, berharap pelukannya juga dapat memberi ketenangan untuk majikannya.

Sebagai seorang wanita, dia cukup memahami apa yang saat ini tengah dirasakan sang nyonya. Terlebih dirinya juga pernah mengalami hal yang sama, hanya bedanya suaminya sengaja berselingkuh dan menghadirkan madu untuknya, sedangkan tuannya terpaksa melakukannya karena permintaan orang tua.

"Saya tahu betul bagaimana Tuan begitu mencintai Nyonya, jadi Tuan tidak mungkin dengan sengaja menyakiti Nyonya." Bik Asih menjeda ucapannya, merenggangkan pelukannya dan menghapus air mata Nayla.

"Tuan hanya sedang berada diposisi yang sulit saat ini. Posisi di mana Tuan tak tahu harus melakukan apa hingga tanpa sadar justru menyakiti kedua istrinya."

Nabila mendongak, menatap Bik Asih. Mencari kebohongan di mata senjanya, namun tak ia temukan. Yang ia lihat hanya ketulusan dan kasih sayang dalam pendar mata itu.

"Ali enggak akan ninggalin aku kan, Bik?" tanyanya lirih, hidungnya memerah karena terlalu lama menangis.

Bik Asih mengangguk pasti, meyakinkan Nayla kalau Ali masih begitu mencintainya dan tak mungkin meninggalkannya. "Bibik yakin Tuan tidak akan meninggalkan Nyonya. Tuan sangat mencintai Nyonya. Karena itu Nyonya harus sabar menghadapi semua ujian ini, yakinlah kalau akan ada akhir yang bahagia untuk rumah tangga kalian."

***

"Pelan-pelan, Dek. Itu bibir kamu belepotan." Ali membersihkan noda hitam di bibir Nabila. Saat ini mereka berdua dengan kedua orang tuanya tengah mengadakan bakar jagung di halaman belakang Villa.

Ini adalah malam ketiga mereka berada di Bandung, belum ada perubahan yang berarti dalam hubungannya dengan Nabila. Namun, sedikit banyaknya Ali bersyukur karena Nabila tak lagi menganggapnya seperti makhluk yang tak terlihat.

Terpaksa Jadi MaduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang