"Saya terima nikahnya Fakhira Salwa Nabila Binti Fakhri dengan maskawin tersebut dibayar tunai."
Nabila menunduk saat ijab kabul terdengar lancar dari bibir Muhammad Ali Shawqi kemudian disusul seruan kata sah dari orang-orang yang turut menyaksikan pernikahannya.
Tetes air mata tak mampu gadis itu cegah saat menyadari kalau dirinya kini telah resmi menyandang gelar istri, lebih tepatnya istri kedua. Hatinya nelangsa, bukan ini yang dia inginkan. Bukan seperti ini pernikahan yang selama ini dia impikan. Sungguh, tak pernah sekalipun terlintas dalam benaknya untuk menjadi seorang istri kedua.
Nabila mendongakkan wajahnya saat penghulu memintanya untuk mencium tangan Ali, lelaki yang kini menjadi suaminya. Tatapannya bertemu dengan netra hitam lelaki itu, tatapan datar yang Ali berikan untuknya membuat rasa sakit semakin merajam kuat hatinya. Dia tahu kalau mulai saat ini dia telah kehilangan kasih sayang Ali.
Nabila mendesah lelah, batinnya menjerit. Entah pernikahan seperti apa yang akan dijalaninya. Namun satu yang ia yakini, pernikahan ini tidak akan mudah untuknya dan mungkin menghadirkan banyak luka. Bukan hanya untuknya, tetapi juga untuk dia yang telah lebih dulu menyandang status sebagai istri seorang Muhammad Ali Shawqy.
Nabila mengulurkan tangannya yang disambut enggan oleh suaminya, gadis itu lalu menunduk— mencium takjim punggung tangan Ali.
Netra Nabila terbelalak, tubuhnya menegang saat bibir merah jambu milik suaminya mendarat lembut di keningnya. Ini memang bukan kali pertama Ali mencium keningnya, tapi ini ciuman kening pertama setelah mereka menyandang status sebagai suami istri.
Nabila menunduk kembali, wajahnya memerah setelah merasakan lembut bibir Ali menyentuh keningnya. Ada debar yang tak pernah berubah kala ia berdekatan dengan Ali, kakak angkat sekaligus lelaki yang dicintainya.
"Selamat yah, Nak. Mama doakan semoga pernikahan kalian sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Nabila tersenyum tipis saat Kamila, ibu angkat yang kini berubah menjadi ibu mertua memberinya selamat dan sebuah pelukan yang selalu hangat dan menenangkan untuknya.
Setelah melepas pelukannya, Kamila beralih menatap putra satu-satunya dan memeluk erat tubuh Ali.
"Terimakasih, Nak. Mama harap kamu akan menjaga Nabila dengan baik. Meski kamu tidak menghendaki pernikahan ini, sebisa mungkin tolong jangan menyakitinya."
Deg
Tubuh Ali menegang mendengar bisikan ibunya, namun beberapa saat kemudian wajahnya kembali datar. Dia tidak berjanji untuk tidak menyakiti Nabila karena menurutnya tanpa ia berniat menyakiti pun, Nabila pasti akan terluka. Bukan hanya Nabila, tetapi juga Nayla istri pertamanya. Wanita yang sangat dicintainya, wanita yang ia nikahi sejak lima tahun yang lalu.
Tatapan Ali yang datar menyendu saat netranya beradu dengan Nayla, dia tahu kalau hati wanita yang sangat dicintainya itu sedang begejolak karena rasa sakit namun ia pun tak berdaya untuk tetap mempertahankan Nayla menjadi satu-satunya ratu di istana megah miliknya.
"Maafkan Mas, Nayla." Ali berbisik dalam batinnya.
***
Nabila duduk di tepi kasur dengan kepala menunduk, wajahnya memerah dengan jantung yang terus bertalu. Sesekali matanya mencuri tatap pada pintu kamar yang masih tertutup rapat.
Saat ini dirinya tengah berada di dalam kamarnya, namun yang membuatnya gugup setengah mati karena ini menjadi malam pertamanya dengan Ali. Dia tidak berharap apapun di malam ini, hanya menyadari akan ada orang lain di dalam kamarnya membuatnya jadi salah tingkah.
Apa yang harus dia lakukan? Bagaimana dia seharusnya bersikap? Pemikiran-pemikiran itu terus memenuhi otak Nabila hingga tanpa sadar ia telah melamun dalam waktu berjam-jam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Jadi Madu
RomanceNabila pernah patah hati saat Ali, kakak angkat sekaligus lelaki yang dicintainya menolak perjodohan dengannya dan lebih memilih menikahi wanita lain. Meski sakit, Nabila pasrah dan memilih mengikhlaskan. Namun saat hatinya mulai pulih dari luka, or...