🧩GAME START🎮 : 03

4.9K 255 7
                                    

Tuesday.

_

Dadanya naik turun, menandakan Samuel sedang benar-benar emosi. Gadis di depannya ini masih belum juga berhenti menangis setelah dirinya bentak tadi karena dengan lancang memeluk dirinya.

"Sekali lagi lo sembarangan nyentuh gue, gak segan-segan gue patahin tangan lo."

Setelah melontarkan sebuah peringatan pada Naura, Samuel berjalan mundur hendak pergi dari sana.

Naura yang notabene keras kepala, dengan cepat mencengkram lengan Samuel. Dengan wajah yang penuh jejak air mata, dia menatap Samuel dengan sendu.

"Aku begini karena aku cinta sama kamu, Sam! Aku sayang kamu, aku cinta sama kamu sampe mau mati rasanya. Aku pengen kamu jadi milik aku, please terima aku, Sam."

Naura memohon pada Samuel, gadis itu membawa tangan Samuel untuk menyentuh dadanya agar merasakan detak jantungnya. "Kamu bisa rasain, kan, Sam? Jantung aku selalu berdetak cepet gini kalau sama kamu, aku bakal lakuin apapun asalkan kamu mau pacaran sama aku, ya? Kamu mau?"

Bukan jawaban yang diharapkan Naura yang keluar dari mulut Samuel melainkan umpatan, laki-laki dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Naura hingga menabrak tembok.

"Ini yang bikin gue benci sama cewe, sampah!" Samuel menatap nyalang Naura yang ambruk di tanah, gadis itu memegangi kepalanya yang menghantam tembok dengan keras.

Tidak cukup sampai di sana, Samuel menginjak tubuh Naura berulang kali, entah itu kepala, kaki atau perutnya. Naura menangis meraung-raung.

Vanessa menutup mulutnya menahan rasa keterkejutannya, Samuel benar-benar tidak ada hati sama sekali menyakiti perempuan. Vanessa menghampiri keduanya dengan cepat.

"Gue muak anjing sama lo! Jauh-jauh dari gue karena sampe kapanpun gue gak sudi sama lo!" murka Samuel, ia bahkan meludahi wajah Naura. Laki-laki itu belum berhenti menginjak tubuhnya.

"Samuel, udah! Udah cukup!" Vanessa menyingkirkan Samuel dari tubuh Naura, gadis itu berdiri di depan Naura dengan kedua tangan direntangkan bermaksud melindunginya.

Vanessa menggigit bibirnya sendiri ketika Samuel menatapnya dengan tatapan tajam. "Sadar, Sam! Dia perempuan, gak seharusnya kamu sakitin kayak gini."

"Hati kamu kemana, Sam ..." Vanessa berucap dengan lirih, berubahnya Samuel menjadi temperamen seperti ini membuatnya merasa sedih.

Samuel menyunggingkan senyumnya, ia menoleh ke samping sambil menyugarkan rambutnya. "Ngapain lo? Cari muka?" Samuel mendekatkan wajahnya pada Vanessa.

Vanessa menggeleng. "Jangan sakitin Naura, sebagai gantinya pukul aku. Pukul aku sesuka kamu karena dari awal kamu begini gara-gara aku."

Gadis itu mengangkat wajahnya seolah menantang Samuel, di depannya laki-laki itu justru terdiam di tempat. "Kenapa diem? Ayo, pukul aku. Aku udah terbiasa dipukul sama ibu jadi, ayo pukul. Aku gak akan berisik."

Di belakangnya Naura mencoba bangkit, kedua hidungnya mengeluarkan darah dan dia meringis kesakitan.

"Kamu masih kuat? Sana, pulang." Vanessa menoleh ke belakang sebentar lalu kembali menatap Samuel.

Naura tidak merespon ucapan Vanessa, dia pergi dari sana dengan langkah kaki yang terseok-seok.

"Kalo kamu gak suka dideketin perempuan, bilang baik-baik, jangan kayak gini."

Samuel berdecih, dia meludah ke sembarang arah. "Gak usah bertingkah kayak gini depan gue, lo sama aja kayak cewe-cewe lain. Bikin gue jijik."

.

Vanessa terduduk di pangkalan ojek sebrang sekolah seorang diri, gadis itu memperhatikan wajahnya sendiri dari cermin di tangannya.

Dia menyentuh dengan sangat pelan pipi kirinya yang terlihat memerah dan sedikit bengkak, itu karena pipinya ditampar.

Bukan ulah Samuel, tapi Naura. Saat Samuel meninggalkannya, Vanessa bergegas mengejar Naura yang berada di dekat pintu gerbang sekolah. Vanessa yang khawatir menanyakan keadaan gadis itu sebab di seragamnya terdapat bercak darah dari hidung Naura, belum lagi lengan dan kakinya yang terluka akibat diinjak Samuel.

Vanessa hanya berniat baik, tapi Naura malah menampar wajahnya dan memakinya di depan banyak orang. Kini, gadis itu sendirian di sana hingga waktu menunjukkan pukul setengah lima sore.

Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk pulang, kendaraan umum sudah tidak ada dan hpnya kehabisan baterai untuk memesan ojek online.

Teman-temannya sudah pulang dan tersisa sekitar lima siswi termasuk dirinya yang masih berada di sana.

"Masa harus jalan kaki," gumam Vanessa.

Vanessa menunduk menahan rasa kantuk yang mulai menyerangnya, beberapa kali menguap dan membuka matanya lebar-lebar agar tidak terpejam.

Tidak lama Vanessa mendengar suara motor yang seperti mendekat kearahnya, sontak Vanessa mengangkat kepalanya.

"Vanessa? Kok masih di sini?" tanya orang itu yang berada di atas motor.

Sempat terpaku sejenak, kemudian Vanessa tertawa canggung. "Ah, itu ... nunggu taksi lewat."

Tidak terpikirkan oleh Vanessa bisa kembali berinteraksi bersama orang ini setelah dulu dia campakkan. Orang itu, Nando. Seseorang yang dekat dengan Vanessa saat kelas sepuluh.

"Mau bareng sama gue? Gue mau ke rumahnya si Zaky." Nando menawarkan tumpangan sebab rumah temannya yaitu Zaky satu arah dengan Vanessa.

Ah, rupanya Nando masih ingat rumah Vanesa.

Vanessa menimang-nimang, jika menolak Vanessa tidak akan bisa sampai ke rumah dan jika dia menerima tawarannya mungkin dia akan merasa tidak enak hati.

"Emang gak ngerepotin?"

"Nggak, sama sekali nggak. Kuy, naik. Mau ujan kayaknya."

Vanessa mengangguk, dia menghampiri Nando dan naik ke atas motornya. Sudah lah, abaikan saja rasa malunya ini, daripada Vanessa mati kedinginan di pangkalan ojek.

Nando menoleh ke belakang."Udah?"

"Udah."

"Oke, pegangan."

_

GAME OVER : Who's The Winner?[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang