Tuesday.
_
Tidak ada percakapan apapun di sepanjang jalan, Nando fokus dengan jalanan di depannya dan Vanessa sibuk dengan pikirannya.
Apa yang harus dikatakan oleh Vanessa pada Nando setelah sampai di rumah nanti? Terimakasih kah atau maaf?
Kurang lebih sekitar 20 menit, mereka sampai di depan rumah Vanessa. Gadis itu turun dan membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.
"Makasih, maaf bikin lo repot."
Nando tersenyum kecil, dia menggeleng pelan. "Gak apa-apa, santai. Kalau gitu gue cabut, ya?"
Vanessa mengangguk. "Hati-hati."
Nando melajukan motornya, setelah laki-laki itu menghilang dari pandangan Vanessa barulah gadis itu memasuki rumah.
Hanya sesingkat itu percakapan mereka, tapi apa yang diharapkan? Keduanya sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.
Vanessa menghela napas sembari memejamkan matanya sejenak, dia tengah membayangkan apa yang akan terjadi begitu dirinya masuk ke dalam rumah.
Pintu rumah dibuka perlahan sehingga menghasilkan suara decitan, terpampang di depan Vanessa sebuah ruang tamu yang gelap gulita tanpa penerangan. Hanya ruang keluarga dan dapur saja yang terang, itupun cahayanya remang-remang.
Vanessa masuk dengan langkah kaki yang begitu pelan agar tidak menciptakan suara sekecil apapun, dia menutup pintu dan berjalan menuju di mana saklar lampu berada.
Kemana ibunya? Kenapa rumah terasa sunyi sekali?
Saklar lampu ditekan lalu lampu di atas langit-langit menyala, tapi sedetik kemudian Vanessa jatuh tersungkur setelah mendapatkan pukulan di lehernya.
"Dari mana jam segini baru pulang?"
Vanessa menoleh ke belakang, ternyata ibu tirinya itu bersembunyi di balik pintu. Wanita itu berdiri dibelakangnya sambil membawa sebalok kayu.
"Sekolah, Bu. Aku gak kemana-mana."
Sang ibu terkekeh sinis, dengan sengaja ia menginjak salah satu punggung tangan Vanesa.
"Jangan bohong sama saya! Mana ada sekolah pulang jam segini, abis dari mana kamu, hah? Pacaran dulu?"
Vanessa tidak menjawab, dia meringis kesakitan kala sang ibu semakin keras menginjak tangannya.
"Sebagai hukuman gak ada makan malem buat kamu. Sana ke dapur, bikinin saya makan!"
Ibu tirinya melenggang pergi ke kamar, Vanessa menatap punggung ibunya dalam diam. Setelah itu dirinya pun bangkit dan pergi ke dapur setelah menyimpan tas sekolahnya di atas sofa.
Dia membuka kulkas dan melihat apa yang ada di dalamnya, tidak ada bahan makanan apapun kecuali sebutir telur di sana. Vanessa tidak ingat kapan terakhir kali dia pergi berbelanja.
Sebelumnya Vanessa mengecek nasi yang ada di penanak nasi, tapi rupanya masih banyak, diapun menghangatkan nasinya agar sang ibu tidak memakannya dalam keadaan dingin dan keras.
Vanessa mulai memecahkan telur, memasukkannya ke dalam mangkuk dan mulai mengocoknya, dia akan membuat telur dadar. Tangannya terulur untuk mengambil wadah kecil tempat menyimpan garam, saat dibuka rupanya isinya telah habis.
Dia terdiam sejenak, apakah tadi pagi dia terlalu banyak mengambil garam? Tapi Vanessa hanya mengambil sedikit kok untuk sarapan paginya yang hanya memakan nasi ditaburi garam, dia yakin kalau tadi pagi garamnya masih banyak.
Benda tersebut di taruh kembali ke tempat semula, Vanessa mengambil merica bubuk dan micin ke dalam kocokan telur.
Singkatnya telur sudah matang dan sudah tersaji di atas piring bersama nasi hangat, Vanessa membawanya menuju kamar ibunya.
"Bu, makanannya udah jadi, ayo makan," ucap Vanessa sembari mengetuk pintu kamar yang tertutup.
Ibu tirinya keluar dengan tampang jutek, dia merebut piring dari tangan Vanessa lalu memakannya di depan Vanessa.
"Telur doang?" tanya sang ibu sambil menyendok makanannya.
Vanessa mengangguk. "Cuma ada telur di kulkas."
Ibu tirinya mulai memakan suapan pertama, tapi baru satu kali kunyahan, wanita itu langsung menyemburkannya ke wajah Vanessa dan berteriak kencang.
"Argh! Dasar gak guna!!!"
Sang ibu pun membanting piringnya ke lantai sehingga pecah dan makanannya berceceran kemana-mana. Vanessa reflek menunduk dan memejamkan matanya.
Tiba-tiba ibu tirinya menjambak rambutnya dan ditarik sangat keras, dia membawa Vanessa mendekat ke tembok dan mulai mendorong kepalanya untuk menghantam tembok beberapa kali.
"Anak tolol! Biadab! Cuma beban! Bikin telor goreng aja kamu gak bisa, dasar anak haram!"
Setelah beberapa kali menghantam tembok, ibu tirinya menyeret paksa dirinya untuk ke dapur, sesampainya di sana sang ibu menenggelamkan wajah Vanessa di wastafel yang penuh dengan air kotor bekas cucian piring.
Vanessa meronta-ronta, tapi tenaga sang ibu lebih kuat. Ibu mengambil air minum dan meneguknya hingga tandas karena di dalam mulut dan tenggorokannya terasa perih juga pedas.
Alasan ibu tirinya marah karena telur tersebut terasa amat begitu pedas dari merica dan asin dari micin, belum lagi nasi yang basah karena minyak yang begitu banyak dari telurnya. Vanessa sepertinya harus dihukum berat!
Setelah cukup puas, sang ibu menarik kepala Vanessa ke atas, gadis itu meraup oksigen sebanyak-banyaknya karena dia hampir mati kehabisan napas, hidungnya perih karena sempat kemasukan air.
"M-maaf, Bu..."
Tidak perdulikan permintaan maaf Vanessa, sang ibu justru menampar wajah Vanessa beberapa kali, satu tangannya yang lain bertengger di leher Vanessa.
"Kalau bukan karena ayah kamu, saya gak sudi serumah sama kamu!"
"Kamu itu anak di luar nikah! Anak haram gak pantes hidup, sana samperin ibumu di neraka!" caci ibu tirinya, dia menghempaskan tubuh Vanessa ke lantai dan mulai menendangnya.
Hati Vanessa menjerit keras memanggil ayahnya dan Samuel, dia memanggil keduanya berharap datang ke rumah dan membawanya pergi jauh dari wanita yang saat ini kembali menyiksanya.
Dengan sisa tenaga yang dimiliki, Vanessa mendorong tubuh sang ibu menjauh. Gadis itu cepat-cepat berlari mengambil tasnya dan masuk ke dalam kamarnya lalu menguncinya dari dalam.
Sang ibu menjerit kesakitan sebab tangannya menyenggol wajan yang terdapat minyak panas bekas Vanessa menggoreng telur tadi, minyak panas itu tumpah mengenai wajah dan lehernya.
"Aaaa!!! Anak sialan! Saya bunuh kamu!"
_
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OVER : Who's The Winner?[✓]
Gizem / Gerilim[BELUM DIREVISI] Katanya siswa yang bernama Samuel itu seorang laki-laki yang penyuka sesama jenis dan sangat membenci wanita. Pantas saja Vanessa putus dengan Samuel, rupanya lelaki tampan yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun ini memiliki...