🧩GAME ERROR🎮 : 35

2.5K 134 3
                                    

Tuesday.

_

Semakin dekat dan semakin dekat, Vanessa sudah berada tepat di depannya. Samuel membuka mulutnya hendak memanggil nama Vanessa, tapi satu hal tak disangka membuat suaranya tertahan di tenggorokan.

Vanessa baru saja melewatinya dan lebih memilih menghampiri seseorang di belakangnya bahkan, gadis itu seolah menganggap kehadiran Samuel tidak ada di sana.

"Ih! Kok lama banget bubarnya? Lama tau nungguin," sungut Vanessa sambil mengapit lengan Nando.

Nando yang baru muncul itu tersenyum tipid dan berusaha untuk melepas apitan tangan Vanessa, dia malu karena ada banyak orang di sekitarnya yang melihat kearah keduanya. Belum lagi ekspresi Eric di belakangnya semakin masam.

"Mapel terakhir ulangan harian soalnya, maaf bikin nunggu."

Vanessa angguk-angguk meski wajahnya masih cemberut. "Oh, pantes aku telpon gak diangkat."

Keempat orang itu, Nando, Vanessa, Eric dan Melody berjalan beriringan menuju area parkir. Samuel yang langkahnya terhenti itu didahului oleh mereka, Eric sempat melirik ke arah Samuel yang berdiam di tempat menatap lantai.

Samuel baru ingat, kalau tadi pagi ada kabar Nando dan Vanessa pacaran. Jadi, mana mungkin Vanessa masih datang kepadanya, iya kan? Gadis itu pasti sudah menyerah mengejarnya dan lebih memilih Nando yang selalu ada untuknya.

Samuel kan selalu ketus dan kasar pada Vanessa, jelas Nando lebih baik.

Laki-laki masih bergeming di tempat dengan posisi yang sama yaitu berdiri dengan kedua tangan di saku celana. Matanya memandang punggung kecil Vanessa yang terhalang tas ransel kian berjalan menjauh.

Bukankah ini bagus? Samuel tidak akan diusik kembali oleh gadis itu. Kehidupan sekolah Samuel akan benar-benar tenang mulai hari ini.

Tapi dadanya kok berdenyut ngilu, ya?

"Lo berharap apa sih, Sam." Dia menggeram kesal dan menyisir rambutnya ke belakang, mencoba meredam emosinya yang tiba-tiba muncul.

.

Vanessa tersenyum dengan lebar dan melambaikan tangannya begitu Nando melaju dengan cepat meninggalkan pekarangan rumahnya. Setelahnya, raut wajahnya berubah datar, lambaian tangannya diganti dengan mengacungkan jari tengah.

"Muak banget gue liat muka lo, bangsat. Pengen gue siram pake air keras aja rasanya."

Mau tidak muak bagiamana, Nando selalu menunjukkan wajah terpaksanya di depan Vanessa. Terpaksa tersenyum, terpaksa tertawa bahkan, menunjukkan raut sedih di depan Vanessa.

Sebegitu terguncang kah dirinya saat tahu teman-temannya meninggal? Ah, jangan-jangan Nando nampak murung seperti itu karena tidak jadi mendapatkan hadiah taruhan dari Zaky dan Raja?

Hm, bisa jadi.

Gadis itu memasuki rumahnya dengan loyo, seharian bertingkah ceria di depan Nando membuat energinya terkuras habis. Dia lelah terus-terusan tersenyum!

Tas ranselnya dilemparkan ke atas meja, dia menjatuhkan diri di kursi sofa untuk berbaring. Vanessa menguap lebar dengan mata yang menatap ke langit-langit rumah.

"Harus malem ini? Tapi gimana?" tanya Vanessa pada diri sendiri.

"Bakar rumah? Tabrak kayak waktu itu? Diracunin? Atau ditebas langsung?"

Bagaimana ya cara membunuh orang yang terlihat keren? Itu yang ada di pikiran Vanessa saat ini.

Posisi berbaringnya berubah menyamping menghadap tv yang tidak dinyalakan, Vanessa menggigit jemari tangannya tanda dirinya sedang serius berpikir. "Si Eric sekalian gue bunuh jangan, ya?"

GAME OVER : Who's The Winner?[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang