Sunday.
-
Dahinya ditepuk kuat oleh Eric, Melody mengaduh kesakitan. "Sakit ..."
"Gila lo." Eric mendengus, ia meraba tengkuk Melody dan mencium bibir gadis itu.
Ia mengecup, melumat, menggigit, dan mengulum bibir bawah Melody dalam waktu yang cukup lama membuat gadis itu merasa sesak karena menahan napas.
Gadis itu memukul dada Eric dan mencubit pipi tirus laki-laki itu, baru lah Eric menghentikan kegiatannya. "Sesek tau!" sungut Melody, dia mengusap bibirnya yang basah.
Belum puas, Eric mengecup beberapa kali pipi tembam Melody dan menyembunyikan wajahnya di perpotongan leher Melody.
"Jujur, kamu pernah cium dia?" tanya Melody hati-hati.
"Hm."
Melody melotot tidak percaya. "Serius? Berapa kali?"
"Empat. Waktu dia tidur."
Melody meremas rambut Eric dengan perasaan kesal, laki-laki ini sudah ditahap benar-benar tidak normal alias gila.
Dia menelan ludahnya dengan susah payah, menormalkan detak jantungnya saat merasakan kecupan-kecupan kecil di sekitar lehernya.
Melody memejamkan matanya dan melingkarkan kedua tangannya di leher Eric. Dia menghela napas panjang.
"Yang beneran homo itu kamu, tapi malah Samuel yang digosipin kaum pelangi."
.
Vanessa merasa canggung amat luar biasa, apalagi saat ini Nando duduk tepat di sebelahnya. Gadis itu langsung duduk ketika mulai sadar jika yang masuk ke dalam rumah itu Nando bukan Melody.
Belum sempat Vanessa menyuguhkan minuman dan cemilan, Nando langsung mengambil tempat di samping Vanessa tanpa bicara apapun.
Dia menatap wajah Nando dari samping dengan intens. "Mau minum, Nan?"
Nando menggeleng, pemuda itu menoleh ke arah Vanessa lalu tersenyum kecil. "Kangen gue gak?"
"Gak tuh, kemaren kan kita ketemu."
Gemas dengan tingkah Vanessa yang membuang muka sambil menggerakkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri, Nando mencolek pipi gadis itu. "Ngapain bohong segala? Jujur aja gak apa-apa."
"Diem, ah!" Vanessa menjauhkan wajahnya dari serangan cubitan Nando.
"Serius gak kangen gue? Tapi gue kangen sama lo, makanya gue ke sini."
Vanessa diam saja, mengabaikan perkataan Nando barusan. Dia tidak tahu harus bagaimana sekarang di depan Nando.
Ada banyak pertanyaan di otaknya, tapi rasanya sulit untuk diucapkan. Nando terlihat begitu tenang dan santai, itu yang membuat Vanessa merasa gelisah.
Saking sibuk dengan pikirannya sendiri, tubuhnya seketika menegang kala Nando merangkul pundaknya, laki-laki itu semakin mendekatkan diri pada Vanessa.
"Gue dateng ke sini karena gue mau ngomong sesuatu sama lo."
"Ngomong apa?"
Nando membasahi bibirnya, dia mengubah posisi duduknya menjadi menghadap Vanessa. Gadis itu pun sama, sehingga mereka duduk berhadap-hadapan.
Beberapa detik berlalu Vanessa menunggu Nando berbicara, tapi laki-laki itu tak kunjung membuka mulutnya. Nando justru diam menatap Vanessa dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
Nando meraih kedua tangan Vanessa untuk digenggam.
"Perasaan gue sama sekali gak berubah, gue masih tetep suka sama lo."
"Lo inget gak? Waktu di mana gue confess ke lo di lapangan sampe semua anak-anak ngeliatin kita? Saat itu gue orang pertama yang nyatain suka sama lo bahkan gue sampe beliin lo coklat sama bunga biar lo nerima cinta gue, gue pede banget waktu itu kalau kita bakal pacaran."
"Tapi kenyataannya gak, justru lo nolak gue dan lebih milih Samuel yang gak ada effortnya sama sekali buat nembak lo. Tapi lo malah suka sama dia, sampe coklat dan bunga yang gue kasih, lo balikin lagi ke gue." Nando tersenyum getir, mengingat kembali hal itu hanya membuatnya kembali merasa malu.
Dia memainkan jemari lentik Vanessa, Nando tidak sanggup untuk menatap kedua mata gadis itu. "Jujur waktu itu gue marah, kesel bahkan benci banget sama kalian berdua, tapi gue mikir. Mungkin emang takdirnya lo bukan buat gue, akhirnya gue coba buat lupain semua tentang lo dan gak perduliin lo lagi."
"Gue berhasil, tapi semenjak lo putus sama Samuel gue jadi goyah lagi, tapi gue tetep berusaha keras buat gak lagi deketin lo di saat lo masih berharap balikan sama Samuel."
Vanessa mendengarkan dengan seksama dan mulut yang terkatup rapat, tangannya menyentuh wajah Nando dan mengangkat sedikit wajah laki-laki itu agar bicara sambil melihat dirinya.
Vanessa ingin mencari kebohongan laki-laki itu lewat matanya.
"Gue selalu perhatiin lo dari jauh, hal yang bikin gue sedih sekaligus sakit waktu lo dikasarin sama Samuel. Ya meski gak sampe lukain fisik lo, tapi ngeliat lo yang dibentak-bentak bikin gue gak terima."
"Gue pengen banget nolongin lo, tapi gue gak mau bikin lo risih, karena udah jelas-jelas lo nolak gue eh gue malah masih aja ada di deket lo. Gue takut lo benci sama gue." Nando membuang muka sejenak, lalu memandang Vanessa dengan tatapan mata yang sulit diartikan.
"Di hari Selasa kemaren, itu pertama kalinya gue ngajak lo ngomong lagi, niatnya gue cuma pengen nolongin lo aja, tapi entah kenapa perasaan gue ke lo muncul lagi. Dari sana gue berniat buat deketin lo lagi, karena lo juga udah gak ada hubungan apa-apa sama Samuel."
"Dan sampe sekarang gue berusaha buat narik perhatian lo, meski cara pdkt gue ke lo gak kayak cowo-cowo yang lain."
-
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OVER : Who's The Winner?[✓]
Mystère / Thriller[BELUM DIREVISI] Katanya siswa yang bernama Samuel itu seorang laki-laki yang penyuka sesama jenis dan sangat membenci wanita. Pantas saja Vanessa putus dengan Samuel, rupanya lelaki tampan yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun ini memiliki...