Tuesday.
_
"Kita kayak double date, ya?"
Celetukan Vanessa membuat ketiga orang di dekatnya mendongakkan kepala dan menatap ke arahnya. Lamanya tidak ada yang bersuara, Vanessa memberanikan diri untuk memecah keheningan diantara bisingnya kantin.
Nando sempat berhenti mengunyah makanannya, menatap Vanessa sebentar lalu tersenyum ala kadarnya. Melody mengedipkan matanya dua kali lalu meminum kembali susu kotaknya sambil menganggukkan kepala, dia tidak tahu harus meresponnya seperti apa. Eric, sejak datangnya ke kantin atas ajakan Vanessa dia terlihat agak menyeramkan, lebih diam dari biasanya dan menatap Vanessa dengan tajam.
Melody pikir Vanessa hanya mengajak dirinya saja untuk makan siang di kantin, rupanya gadis itu juga mengajak Nando dan Eric.
Sejak kedua laki-laki itu bergabung di meja yang sama, Melody tidak berani untuk mengeluarkan sepatah kata dari mulutnya, rasanya benar-benar tidak nyaman.
Posisi duduknya yaitu Vanessa dan di sampingnya ada Nando, di depan Nando ada Melody dan di samping Melody ada Eric.
Eric, laki-laki itu duduk berhadapan dengan Vanessa dan sejak tadi ia terus melihat ke arah Vanessa. Sementara yang ditatap, bersikap biasa saja seolah tidak ada apa-apa.
Hingga saat makanan keempatnya tersaji di atas meja, hanya Eric yang belum menyentuhnya sama sekali, dia masih memandangi Vanessa dengan tangan terlipat di depan dada.
Alih-alih merasa cemburu, Melody justru was-was. Nando pasti sudah menceritakan soal hubungannya dengan Vanessa pada Eric, makanya Eric seperti ini.
Sama halnya saat Nando dengan Chessy dulu.
Di bawah meja, Melody menendang kecil kaki Eric hingga si laki-laki itu mengalihkan pandangannya ke arah dirinya, dia tersedak ludahnya sendiri saat ikut ditatap tajam oleh Eric.
"Itu dimakan, nanti dingin." Melody menunjuk pada sepiring makanan di depan Eric.
Laki-laki itu berdecak kesal, meski begitu dia tetap menuruti ucapan Melody untuk memakannya. Dengan terpaksa, dia melahap suapan pertamanya yang entah kenapa sulit untuk ditelan.
Melihat wajah Vanessa yang sumringah membuat selera makannya hilang.
Vanessa yang sejak tadi curi-curi pandang pada Eric tersenyum diam-diam. Ia menormalkan kembali raut wajahnya dan meneguk air mineral.
"Nando," panggil Vanessa setelah meletakkan kembali gelas di samping makannya.
Laki-laki itu pun menoleh. "Hm?"
"Hari ini sibuk gak?"
"Emang kenapa?"
"Jalan-jalan yuk? First date gitu~ kan kita baru jadian." Vanessa menggoyangkan badannya ke kanan-kiri sambil tersenyum malu-malu. Dalam hati dia merutuki dirinya sendiri mengapa harus berbuat seperti itu.
Senyum tipis di wajah Nando memudar, perlahan matanya bergerak Eric yang baru saja menjatuhkan sendok dari tangannya.
Vanessa ikut memalingkan wajahnya pada Eric saat itu juga, tatapan matanya tertuju pada tangan kiri Eric yang terkepal erat di atas meja.
Ow, sedang cemburu rupanya.
"Eric sama Melody juga ikutan yuk? Biar kayak double date beneran," ajak Vanessa sembari mengelap sudut-sudut bibirnya menggunakan tisu.
"Pasti seru," lanjut Vanessa.
Perasaan aneh muncul dalam diri Nando. Ada apa dengan Vanessa? Kenapa dia bertingkah berani sekarang? Bukankah biasanya dia terlihat malu-malu?
Ini tidak boleh dibiarkan, Nando harus menghentikan Vanessa. Karena mau bagaimanapun dia hanya main taruhan, selama ini Nando tidak pernah melibatkan perasaannya, semua itu hanyalah kebohongan semata.
Melody tersenyum meringis, di bawah meja tangannya mengusap-usap paha Eric bermaksud ingin menenangkan laki-laki itu.
'Vanessa jangan gini, please. Yang ada hubungan gue sama Eric rusak lagi. Apa sih yang lo rencanain?'
"Gimana, Nan? Hari ini kan kita pulangnya jam 4, gak usah pulang ke rumah, langsung jalan aja."
"Oh iya, aku denger di lapangan samping smk itu ada pasar malem yang baru banget di buka, ke sana yuk malem ini?" Vanessa menunjukkan matanya yang berbinar-binar pada Nando, memohon agar laki-laki itu mengiyakan ajakannya.
'Soalnya kapan lagi, anying? Besok lo bakal mati.'
"Kayaknya aku-"
"Gak bisa, hari ini kita ada tanding futsal." Eric memotong ucapan Nando dengan nada bicara yang begitu dingin, dia juga menatap tajam Nando. "Nanti malem kita juga latihan badminton di gor bareng anak-anak yang lain, kan?" tanya Eric.
Tanpa pikir panjang Nando mengangguk, sebenarnya dia juga akan menolak ajakan Vanessa tadi, tapi tidak tahu harus dengan alasan apa. Untunglah Eric menyerobot perkataannya dan menolak dengan tegas.
"Hari ini gak bisa, besok aja, ya?" tolak Nando hati-hati.
Vanessa yang semula berbinar-binar kini berubah murung, wajahnya cemberut dengan bibir dimajukan ke depan.
'Oke, gak jadi besok. Malem ini lo mati, bajingan.'
"Gitu, ya? Yaudah deh."
.
Samuel tengah duduk kursi kayu untuk mengikat tali sepatunya yang terlepas, sekarang sudah waktunya untuk pulang dan Samuel bergegas pergi ke parkiran.
Setelah selesai mengikat dengan kencang dia tidak langsung bangkit dan segera menuju ke motornya, tapi dia berdiam sebentar di sana untuk menyaksikan adik-adik kelasnya yang sedang berlatih bermain voli di lapangan.
"Tolol, mau aja dibego-begoin."
Laki-laki itu mendengus, kenapa bocah-bocah ini mau mengikuti lomba? Apalagi menurut pada perintah guru pelatih untuk selalu berlatih setiap hari. Padahal mereka tidak akan mendapatkan apa-apa jika menang nantinya.
Samuel sudah mengalaminya tahun lalu. Dulu, Samuel aktif di beberapa ekstrakurikuler olahraga, ada voli, sepak bola, basket dan juga tenis meja, tapi dia keluar dari semua ekstrakurikuler itu setelah bertengkar dengan pelatihnya.
Itu terjadi karena Samuel tidak terima dengan hadiah yang didapat dari mengikuti kompetisi diambil semua oleh pelatihnya tersebut, entah itu uang, piala ataupun piagam.
Samuel mati-matian berusaha memenangkan perlombaan yang diikutinya bersama teman-teman satu timnya, dia bahkan rela memaksakan diri meski sedang cedera agar berada di posisi pertama dan mendapatkan gelar juara.
Tapi apa yang dia dapatkan? Hanya lelahnya saja.
Setiap perlombaan olahraga yang diikuti olehnya berbeda-beda hadiahnya, ada yang hanya piala saja, piagam saja dan yang paling sering itu uang. Jumlahnya juga berbeda-beda, mulai dari 3 juga hingga yang paling besar 15 juta.
Saat itu Samuel mengikuti kompetisi bola voli yang bertanding antar kota, hadiahnya 10 juta dan timnya menang diposisi pertama, tapi karena pelatihnya itu sangat tergila-gila dengan uang sehingga dia mengambil semuanya tanpa membagi hasil dengan anak-anak yang di didiknya.
Jelas Samuel marah, apalagi saat salah satu rekan timnya bilang ia ingin membelikan obat untuk ibunya yang sedang sakit, tapi tidak jadi karena tidak mendapat uang. Di saat itu pula dia menghampiri pelatihnya dan menghajarnya di depan kepala sekolah.
Ia pikir si pelatih mata duitan itu tidak akan lagi bekerja di sekolah setelah keserakahannya diketahui oleh kepala sekolah, tapi malah dirinya yang hampir dikeluarkan. Makanya, dia memutuskan untuk mundur dari semua ekstrakurikuler yang diikutinya.
5 menit lamanya dirinya duduk di sana, akhirnya Samuel bangkit dan segera pergi.
Bertepatan dengan itu, Vanessa muncul dari arah berlawanan. Wajahnya terlihat ceria dan melangkah riang menuju ke arahnya.
Ah, kebetulan. Ada hal yang ingin Samuel katakan.
'Gue ... harus gimana ngomongnya?'
_
Menuju ending~
KAMU SEDANG MEMBACA
GAME OVER : Who's The Winner?[✓]
Mystery / Thriller[BELUM DIREVISI] Katanya siswa yang bernama Samuel itu seorang laki-laki yang penyuka sesama jenis dan sangat membenci wanita. Pantas saja Vanessa putus dengan Samuel, rupanya lelaki tampan yang sudah menjadi kekasihnya selama dua tahun ini memiliki...