🧩GAME IN PROGRESS🎮 : 16

3.2K 171 0
                                    

Friday.

-


"Ngomong apa? Kalo gak penting, gue cabut."

Nando panas di dingin begitu berada di hadapan Samuel, ia menggaruk tengkuknya menahan rasa gugup juga sedikit rasa takut.

Samuel menatap dingin laki-laki bertubuh pendek di depannya ini, beberapa menit yang lalu saat ia keluar dari kelas hendak membeli sarapan seseorang memanggil namanya, orang itu adalah Nando.

Katanya dia ingin bicara sesuatu padanya, tapi sampai detik ini Nando masih diam.

Bukannya apa, tapi Nando merasa sedikit tidak nyaman dengan orang-orang di sekelilingnya. Mereka menatap Nando dan Samuel bergantian sambil bisik-bisik. Meski begitu, Nando masih bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.

"Itu si Nando? Ngapain sama si El?"

"Tumben amat ke kelas IPS."

"Samuel seme, Nando uke. Fiks, mereka pacaran."

"Anying, selama ini si Nando boti?"

"Diliat lama-lama si Nando bukannya ganteng, tapi keliatan cantik."

"Banyak kaum pelangi juga rupanya di sekolah kita, tobatlah wahai manusia."

Apa sih? Nando tidak paham.

Sama-sama merasa tidak nyaman, Samuel mengajak Nando untuk masuk ke dalam kelasnya yang masih kosong. Nando mengekor di belakang.

Samuel duduk di atas meja dengan satu kaki diangkat. "Cepet ngomong, gue gak ada waktu."

Nando mengangguk, sebelum mulai bicara dia menarik nafas panjang. Berdua dengan Samuel di satu ruangan rasanya agak merinding juga.

Perlu di catat, Samuel itu gay. Entah terbukti atau tidaknya Samuel seperti itu, Nando tetap percaya rumornya.

Moga setelah ini Samuel tidak menyimpan perasaan padanya, sungguh mengerikan.

"Oke. Gue gak akan basa-basi, gue suka Vanessa."

"Terus?"

"Ya, lo bolehin gak?" tanya balik Nando, di balik sepatu yang dikenakannya, ada jemari kaki Nando yang tak bisa diam.

Samuel mengangkat kedua alisnya. "Lo pikir gue bokapnya? Ngapain izin segala?"

"Cuma memastikan, lo udah jadi mantan, kan? Siapa tau lo masih-"

"Gak." Samuel memotong ucapan Nando, "gue udah gak peduli lagi tentang dia, terserah lo mau ngapain sama dia."

"Oke."

"Udah? Cuma gitu doang?" Samuel kira pembahasan penting, ternyata bukan. Buang-buang waktu saja.

"Kasih gue info tentang Vanessa, apapun itu," pinta Nando.

"Kenapa ke gue?"

"Karena lo udah lama deket sama dia dibanding gue jadi, lo pasti tau banyak hal tentang Vanessa."

Samuel berpikir sebentar, sedetik kemudian ia terlihat menahan tawa yang membuat Nando kebingungan.

Laki-laki itu turun dari atas meja, kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya.

"Lo yakin suka sama dia?"

"Kenapa harus gak yakin?"

Samuel menggeleng. "Gak, cuma nanya. Gue pikir lo bakal dendam sama dia karena pernah bikin lo malu waktu itu, tapi moga betah lo pacaran sama dia."

"Btw, Vanessa alergi buah stroberi. Yang lainnya lo cari tau sendiri," sambung Samuel sambil berjalan keluar.

Saat membuka pintu, sosok Eric tengah berdiri di sana. Laki-laki itu diam menatap tajam Samuel.

Salah satu sudut bibir Samuel terangkat. "Gak ada kegiatan lain selain ngintilin temen lo? Temen atau babysitter? Bercanda. Tuh, di dalem."

Tanpa menunggu respon Eric, Samuel pergi dari sana. Eric tidak bereaksi apapun, ia hanya memandang kepergian Samuel dengan diam.

Eric beralih pada Nando yang masih berdiam diri di dalam kelas, laki-laki itu bediri membelakangi dan tengah menggaruk kepalanya.

"Ngapain lo sama si Sam?"

Seketika Nando menoleh. "Lah? Ngapain lo di sini?" Nando menghampiri laki-laki jangkung itu. "Oh, tau gue. Mau ngapel, kan lo?

"Gak, balik ke kelas, lo dicariin bendahara."

"Lo yang bener aja? Kelas cewe lo di samping, noh. Yakin gue si Melody dah nyampe ke sekolah."

Eric mengangkat bahunya, kakinya melangkah pergi dari sana. "Bodo."

"Kasian si Melody, punya cowo modelan kek lo."

.

Lauren menjilat jari telunjuk dan jepolnya yang penuh dengan bumbu ciki, di atas meja berserakan di mana-mana bekas kemasan cemilan yang dibeli Vanessa tadi.

Gadis itu bersendawa setelah menghabiskan semuanya.

"Ih, najis," cibir Vanessa dengan tampang jijik.

Lauren mengangkat kedua bahunya tidak peduli, dia menoleh ke belakang. "Juwita, bawa tisu gak?"

Perempuan bernama Juwita itu menghentikan kegiatan menulisnya, dia mendongak menatap Lauren. "Tisu basah atau tisu biasa?"

"Dua-duanya."

Juwita mengangguk dan meraih tasnya, dia mengeluarkan dua jenis tisu dari sana. "Nih."

"Makasih, bunda." Lauren mengambil beberapa lembar tisu basah untuk mengelap sekitar jemarinya yang ada remahan ciki.

Cara makan Lauren seperti anak kecil, entah bagaimana dia memakan coklat batang hingga belepotan sampai ke dahi. Vanessa dibuat tidak habis pikir.

Melihat Vanessa yang selesai menyedot susu kotaknya, Lauren menunjuk sampah-sampah plastik dengan dagunya. "Sekalian buangin, dong," ucap Lauren sambil membersihkan sudut bibirnya dengan tisu basah yang baru.

"Y." Setelah mengacungkan jari tengahnya pada Lauren, Vanessa memungut semua sampah makanan yang di atas meja dan beberapa yang jatuh ke lantai, dia mengumpulkan semuanya jadi satu di dalam kantong plastik dan berjalan keluar kelas untuk membuangnya.

Vanessa juga membawa botol air minum keluar, di depan tong sampah dia mencuci tangan kirinya, setelah selesai dia kembali lagi ke kelas.

Tidak sampai satu menit Vanessa berada di luar, dia dikejutkan dengan hal tak terduga.

Tubuh Lauren ambruk ke lantai dengan mata melotot dan mulut yang mengeluarkan banyak busa.

"Lauren lo kenapa?!"

-

GAME OVER : Who's The Winner?[✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang