11. Tempat Yang Indah, Tapi Berbahaya

180 28 63
                                    

"Di balik dinding harem yang tak terlihat ini, para penghuni di dalamnya membentuk sebuah hierarki yang besar, rumit, dan teratur. Secara garis besar, para penghuninya dibagi menjadi dua kelompok, pertama: penguasa, keluarga, dan kerabatnya; kedua: para pelayan. Namun, meski indah, tempat ini adalah tempat paling berbahaya, Yang Mulia. Sodara bisa jadi lawan, lawan bisa jadi kawan. Semua bisa berbalik kapan saja secara tak terduga. Jadi Anda harus tetap berhati-hati meski itu dengan kerabat Anda sendiri."

Anzilla hanya mengangguk mendengarkan penjelasan dari Halima soal harem.

"Jadi sejak ibu suri Kayzuran meninggal beberapa tahun silam, maka semua keputusan yang terjadi di harem ini jadi tanggung jawab Anda. Sebab Anda adalah pemilik kedudukan tertinggi di sini."

"Jadi maksudmu di harem istana ini aku adalah penanggungjawab semua urusan yang berkaitan dengan rumah tangga istana?"

"Betul, Yang Mulia, bahkan termasuk pemilihan selir dan calon permaisuri putra mahkota."

Jawaban Halima, membuat Anzilla mengangguk paham. Agaknya tugas sebagai permaisuri ini benar-benar berat. Bagaimana dia bisa mengatur semua urusan wanita-wanita di istana? Sedang mengurus dirinya sendiri saja Anzilla tak bisa.

Anzilla mengembuskan napas berat, lalu memutar tubuhnya menghadap jendela besari di kamar itu yang memperlihatkan pemandangan taman di sekitar istana.

"Ada apa, Yang Mulia? Saya lihat belakangan ini Anda sering melamun? Apa ada sesuatu yang tengah mengganggu pikiran Anda?" Halima bertanya dengan nada khawatir.

"Ah, tidak, hanya saja aku tiba-tiba merasa rindu dengan keluargaku. Belakangan ini istana mulai terasa kosong dan membosankan, Halima." Anzilla menjawab tanpa menatap pelayan di belakangnya. Matanya masih setia menatap keluar istana, di mana pohon kurma dan bunga-bunga tengah bermekaran.

"Apa karena Khalifah tidak pernah mengunjungi Anda lagi beberapa hari ini?"

Pertanyaan Halima dijawab kediaman oleh Anzill, dia sendiri pun bingung mengapa tiba-tiba merasa sedih. Apa lagi setelah mendengar bahwa belakangan ini khalifah selalu mendatangi Areta di kediamannya. 'Jangan konyol Anzilla, bukanya bagus kalau laki-laki itu tak menampakkan diri di depanmu?' batinnya meyakinkan diri.

"Jika Anda merindukan Khalifah, cobalah untuk menemuinya, Yang Mulia, barangkali setelah itu Anda tak merasa sedih lagi," usul Halima.

"Jangan mengatakan hal-hal konyol seperti itu, Halima, siapa bilang aku merindukan dia. Terserah dia saja ingin menemui selir yang mana, toh baginya aku juga tak lebih dari salah satu wanita koleksinya."

"Tidak, Yang Mulia, Anda salah kalau berpikir seperti itu." Tiba-tiba Aliyah masuk dan mengatakan kalimat itu dengan yakin. Kehadirannya membuat Anzilla dan Halima mengalihkan perhatian pada wanita muda itu.

"Maksudmu?" tanya Anzilla penasaran.

"Kami semua tahu bagaimana Khalifah selalu menganggap mu berbeda, Yang Mulia. Meski dia mempunyai banyak wanita, Anda selalu memiliki tempat istimewa di hatinya. Khalifah juga sangat takut akan kehilangan Anda. Bahkan dari beberapa rumor yang aku dengar hari ini, khalifah membela Anda mati-matian di depan para petinggi kerajaan yang mengusulkan pencopotan Anda sebagai permaisuri."

Mendengar penjelasan itu, Anzilla terdiam, dia tak menyangka khalifah masih mau membelanya di depan semua orang, padahal Anzilla sering merendahkan harga diri laki-laki itu.

"Aku ingin berjalan-jalan sebentar di taman, Halima," ujar Anzilla akhirnya. Entah kenapa setelah mendengar cerita Aliyah, perasaan Anzilla justru makin kacau. Dia tengah bergelut dengan pikiran dan hatinya.

Di tengah perjalanannya menuju ke taman, dari kejauhan dia melihat siluet khalifah baru saja keluar dari kediaman Areta. Ingin memutar balik arah sudah kepalang tanggung, karena khalifah dan Areta sudah terlanjur melihat kedatangannya.

Anzilla dan Sang KhalifahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang