Happy reading
*
*
*
Ting... Ting... Ting...
Dentingan dari sebuah jam antik terdengar sepuluh kali, menandakan saat ini telah jam sepuluh malam. Seorang pemuda masih duduk termenung dengan segelas kopi didepannya. Sementara sang pemilik kafe, tengah sibuk merapikan bangku, karena memang sudah waktunya untuk tutup.
"Udah mau tutup Niel, kalau gitu gue balik aja deh" ucap pemuda dengan lesu dan hendak berdiri. Namun, segera ditahan oleh pemilik kafe, yang tak lain adalah Oniel.
"Sini aja dulu, Do, Floren sama Ollan udah jalan ke sini"
Pemuda tersebut adalah Aldo, setelah lagi-lagi gagal menyatakan perasaannya, dia langsung menuju ke kafe milik Oniel ini. Oniel memutuskan untuk menemani Aldo terlebih dahulu sebelum kedua temannya yang lain datang.
Suara lonceng yang berada di pintu terdengar, tampak Floren dan Ollan yang telah memasuki kafe.
"Ninuninu, ambulance untuk pasien sakit hati telah datang" tingkah konyol Ollan lagi-lagi berhasil membuat teman-temannya ketawa.
"Gagal lagi?" tanya Floren singkat seolah telah mengetahui masalah yang dilanda Aldo. Aldo hanya menjawab pertanyaan Floren dangan anggukan lemah.
Aldo pun menceritakan kejadian yang dialaminya itu. Dari romantisme dia dan Freya sampai kejadian yang membuat dia berakhir menyedihkan seperti saat ini.
"Ah, bangsat, lu kasih tau sini siapa orangnya, biar gue aja yang ngomong langsung" kesabaran Ollan yang setipis tisu itu benar-benar diuji saat melihat temannya yang tak punya nyali untuk mengungkapkan perasaannya sendiri.
"Yaelah, Lan, lu kaya ga tau Aldo aja, sebelum resmi jadi pacar, dia ga bakal kasih tau kita siapa orangnya. Dah ah, gue cabut duluan ya"
"Buru-buru amat, Niel?"
"Udah ditunggu sama ayang di rumah" mendengar hal itu sontak membuat trio jomblo itu berdecih kesal. Memang Oniel tak punya hati, temannya lagi patah hati dia malah pamer kemesraan.
"Gue nitip kunci kafe ya, Flo" lanjut Oniel lagi sebelum meninggalkan mereka bertiga tanpa rasa bersalah.
"Iya iyaa, besok lu ngambilnya di kantor gue ya"
Floren, Aldo, dan Ollan melanjutkan obrolan mereka kembali. Sesekali Ollan melemparkan candaan, untuk menghibur Aldo yang tampaknya sekarang sudah mulai membaik.
Obrolan terus mereka lanjutkan, yang awalnya tentang percintaan berubah menjadi obrolan politik hingga konspirasi. Tak terasa jam pun sudah menunjukkan pukul dua dini hari, akhirnya mereka menutup obrolan mereka dan memutuskan untuk pulang.
Floren yang rumahnya masih belum selesai, memutuskan untuk tidur di rumah Ollan, karena takut dimarahi mamanya.
Yah, walaupun pada akhirnya Floren tetap saja dimarahi oleh mamanya melalui sambungan telepon pada pagi harinya.
Setelah mendengar ceramah singkat dari Adiba, Floren langsung pergi ke kantornya. Seperti atasan pada umumnya, sesampainya di kantor, Floren langsung menanyakan jadwalnya untuk hari ini.
"Jadwal lu hari ini kosong, Flo, katanya lu mau mantau pembangunan rumah lu" Ucap sekretaris Floren sambil membolak-balikkan halaman buku yang berisikan jadwal Floren.
"Yaudah, To, kita berangkat sekarang aja" Pemuda berusia 3 tahun lebih tua dari Floren yang dipanggil Gito tersebut hanya mengikuti dari belakang.
Gito dulunya hanya seorang anak jalanan tanpa orang tua, dengan bantuan dari kedua orang tua Floren, Gito dapat menempuh pendidikan yang layak. Tidak hanya itu, Pramana sengaja menjadikan Gito sebagai sekretarisnya, dengan harapan Gito mampu membantu Floren untuk menangani perusahaan milik keluarga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
NIKAH KONTRAK?
RomanceUpdate tiap Sabtu Di usia yang tidak lagi muda, seorang pemuda dituntut oleh kedua orang tuanya untuk segera menikah. Jika tidak segera menemukan pasangan, maka perusahaan miliknya akan diserahkan ke orang lain. Mampukah dia untuk menemukan pasanga...