9. 'Tuan Putri'

6 2 0
                                    

11 tahun kemudian, Australia, 2024.

"Sampai kapan, kita membahas masa lalu?"

Blazer cokelat ku pakai, melindungi diri dari hawa dingin yang menikam tubuhku. Diberikan pemandangan padang rumput yang sedikit bergelombang tanahnya, duduk bersama Logan menatap dua batu nisan di tengah-tengah hamparan perbukitan.

"Menurutmu, apa mereka sudah bahagia bersama?" tanyaku, namun tak dijawab olehnya.

Kembali diam sejenak, memandang begitu indahnya istana mereka yang tidak akan pernah diganggu oleh siapa pun saat mereka berdansa dan berciuman bersama, dibawa lambaian angin di bukit hijau seluas samudra Atlantik. Aku tidak pernah melewatkan ulang tahunnya, ketika hari itu tiba-selalu ada perasaan rindu akan Baguette yang selalu ku makan di perjalanan menuju penderitaan.

11 tahun sudah terlewati. Tahun demi tahun telah berganti. Melewati banyak tanjakan bersama sepeda tua, memasuki usia ke-37 tahun, aku masih merasa bimbang dan selalu bertanya, apa aku terlalu cukup tua untuk bahagia (?). Merasakan penderitaan yang sama dengan Logan, yang sudah sangat tua ditinggal seorang istri 15 tahun lalu. Setelah meninggalkan banyak kenangan dan wasiat, kami selalu mengunjungi tempat ini merayakan 'Pesta' ulang tahun Mitchell. Kata Logan, Mitchell tak pernah ingin melewatkan pestanya. Bersama banyak orang, beberapa teman, atau kadang sendirian, ia tetap harus merayakannya.

"Selamat ulang tahun." Ucapku, menatap langit bersama lambaian anginnya.

Logan menatapku.

"Kau tidak ada rencana untuk menikah lagi?"

Pertanyaan yang menyebalkan sebenarnya. Tetapi karena yang bertanya adalah Logan, pria kharismatik populer diantara wanita bersuami, jadi aku memakluminya. Lagipula, aku dengannya juga hanya bertemu ketika merayakan ulang tahun Mitchell. Dan ini adalah pertama kali ia bertanya kapan aku kembali merasakan cinta.

"Kenapa? Kau ingin membuka hatiku?" Aku berbalik tanya menggoda. Sementara dia tersenyum.

Aku mendesah. "Tidak. Aku tidak tertarik lagi dengan kisah cinta."

Jawabku pasrah, tapi itu adalah hal yang sejujurnya. Selama menjalin kehidupan, diberi rintangan sebagai direktur perusahaan, aku juga pernah merasakan kisah cinta pernikahan. Sayangnya, berujung tragis. Benar-benar sangat tragis. Pria sialan itu memang saudagar kaya, cih... Entah karena aku yang memang masih labil soal harta, atau karena aku memang mencintai pria itu hingga jatuh terjerumus ke dalam lubang kebodohan, tapi aku masih ingat betul bagaimana wajahnya ketika berusaha mencekik, memukul, hingga yang paling mengerikan adalah...

Menusuk ku dengan sebilah pisau dapur. Aku benar-benar takut saat itu. Padahal, pernah tersirat ingin menyakiti diri tetapi begitu dihadapkan, aku sendiri yang malah takut.

"Kau sangat bodoh."

"Pasti ada yang mencintaimu begitu tulus."

Aku terkagum bukan karena ucapannya. Melainkan karena bahasa Indonesia-nya yang sudah sangat lancar. "Kau sudah lancar? Pelafalanmu bagus."

"Huh. Ini juga karena tuntutan pekerjaan." Lagaknya angkuh.

Aku memuji juga karena mengalihkan pembicaraan.

Bukan masalah tidak menghargai atau tidak, tetapi... Aku sudah banyak mendengar kata motivasi seperti yang diucapkannya. Wah, ternyata pria seperti dia juga memakai ucapan template.

Aku beranjak, melihat jam tangan. Yang ternyata hampir 4 jam sudah kami duduk di tempat ini.

"Jangan cemaskan diriku."

"Cemaskan saja putrimu, dia pulang atau tidak tahun ini."

Dia sewot, "Penghinaan."

"Pesawatmu, berapa menit lagi?" tanya dia.

From Walkman To SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang