Tidak menghubungi Anania sama sekali adalah tindakan pengecut. Haagen tahu itu. Namun Haagen bukan sengaja menunda-nunda, melainkan menggunakan jeda ini untuk berpikir. Dan Hagen tetap tidak bisa menemukan kalimat yang tepat untuk dikatakan kepada Anania. Bagaimana cara memberi tahu Anania bahwa Haagen—setelah bertemu Asger dan bicara dengan sahabatnya itu—menilai dirinya belum siap untuk memulai hubungan serius, tapi pada saat bersamaan, Haagen tidak ingin kehilangan Anania dari hidupnya? Haagen tidak tahu.
Tetapi, malam ini, Haagen memutuskan, dia harus menghubungi Anania dan meminta waktu untuk bertemu besok. Sebab lusa Haagen akan berangkat ke Thailand. Haagen tidak akan bisa fokus menyelesaikan pekerjaannya kalau perasaan bersalah masih bercokol di hatinya. Perasaan bersalah karena memberi harapan yang tidak mungkin bisa dia wujudkan dalam waktu dekat kepada Anania.
Sekarang, untuk sementara Haagen harus mengesampingkan masalah Anania. Ada urusan yang jauh lebih penting yang harus dia kerjakan hari ini. Membahas persiapan keberangkatan ke Bangkok. Finalisai desain jalur bersepeda kelas dunia di sekitar Bandara Suvarnabhumi. Panjang jalurnya dua puluh tiga kilometer dan bisa menampung enam ribu pesepeda. Diharapkan saat sedang menunggu keberangkatan pesawat atau sedang transit dalam waktu yang lama di Bangkok, orang-orang akan menyewa sepeda dan berwisata dengan santai dan nyaman di sekitar bandara. Biaya yang mereka keluarkan lebih murah jika dibandingkan dengan moda transportasi lain.
Ada keuntungan besar yang didapat penduduk setempat jika wisatawan memilih bersepeda untuk berwisata, dibandingkan jika mereka naik mobil atau kendaraan umum. Dengan bersepeda atau jalan kaki, orang lebih mudah untuk berhenti dan masuk toko atau restoran yang menarik perhatiannya di sepanjang jalan. Tidak perlu repot pusing mencari lokasi parkir, meminta sopir taksi menunggu, atau berjalan jauh.
"Haagen," cegat Laure ketika Haagen hendak masuk ruang diskusi. "Semua tokoh sudah diwawancara, termasuk Anania. Dorthe sedang menyusun naskahnya dan nanti kamu bisa membacanya sebelum masuk proses editing dan sebagainya. Rencana tanggal terbit tidak jadi kuusulkan mundur, sebab semua proses tidak ada yang meleset."
"Oke, thanks. Kemarin aku sempat menyebut buku itu saat diwawancara majalah dari Irlandia dan Inggris. Mereka siap untuk membuatkan reviu dan rekomendasi."
Langkah Haagen kembali terhenti saat Suzanne memanggilnya.
"Tilde minta waktu untuk bicara denganmu sore nanti jam tiga, Haagen. Tidak lama, hanya setengah jam. Berkaitan dengan proyek di Paris yang sudah akan selesai." Kantor tidak akan berjalan mulus tanpa Suzanne. Wanita berusia empat puluh tahun tersebut mengurus segala jadwal Projektbyen. "Aku akan pulang jam setengah empat hari ini, ya."
Di Copenhagen, orang tidak pulang terlambat dari kantor. Selesai atau tidak selesai tugas hari ini, pukul empat sore seluruh pegawai meninggalkan kantor. Mereka harus menjemput anak-anak dari daycare, menyiapkan makan malam, dan sebagainya. Suzanne bisa pulang lebih cepat karena hanya menggunakan setengah jam waktu istirahat siangnya.
"Baiklah. Aku akan menghubungi Tilde sendiri nanti." Haagen membuka pintu ruang diskusi. Setelah duduk, Haagen membuka file yang akan mereka bicarakan hari ini. File yang sama diproyeksikan di papan tulis bening yang menempel di dinding.
"Mereka meng-upgrade kelas." Haagen langsung menuju pokok permasalahan. "Jadi, kita tidak hanya mengerjakan desainnya, tapi mendampingi saat pembangunan hingga uji coba. Aku akan memperpanjang penugasan beberapa dari kalian di tim ini. Jika diperlukan, ada dari kalian yang akan berangkat ke Bangkok selama proses pembangunan. Kalau kita berhasil mengerjakan proyek ini dengan baik ... aku yakin pasti berhasil ... peluang kita untuk mendapatkan proyek-proyek lain di Asia Tenggara semakin besar."
Semua orang di dalam ruangan bertepuk tangan penuh kegembiraan. Pembahasan berlanjut mengenai modul yang akan dibawa Haagen ke Bangkok esok hari. Sampai hari ini, Haagen sangat bersyukur karena memiliki pekerjaan yang menyenangkan. Bisa membangun kota sesuai idealismenya dengan menggunakan uang orang lain, siapa yang tidak suka?
Kalau hidup terserah padanya, Haagen akan mewajibkan seluruh kota di dunia membangun jalur bersepeda yang aman dan nyaman bagi seluruh penduduk. Pengendara kendaraan bermotor bisa menghormati dan tidak melanggar hak pesepeda. Kalau melihat kembali ke masa lalu, setiap kota pasti pernah melewati masa di mana sepeda menjadi alat transportasi utama. Zaman kakek dan nenek masih muda dulu, mereka mendatangi rumah pujaan hatinya menggunakan sepeda. Betapa gagahnya mereka, mengenakan pakaian terbaik yang dimiliki dan mengayuh sepeda dengan percaya diri. Lalu pergi berkencan dengan berboncengan, sambil tertawa dan bercengkerama.
Tidak semua orang memiliki kesempatan belajar menyetir mobil. Tetapi hampir setiap anak pasti belajar naik sepeda. Tidak peduli apakah negara mereka memiliki fasilitas bersepeda sebaik Copenhagen atau tidak. Mungkin mereka belajar sepeda dengan tujuan sederhana, untuk bermain bersama teman-temannya. Atau untuk pergi dan pulang sekolah. Pada salah satu hari ulang tahun mereka atau hari di mana mereka naik kelas di sekolah, mereka meminta kepada orangtua agar dihadiahi sepeda.
Haagen masih ingat kapan dia mendapatkan sepeda pertamanya. Saat usianya empat tahun. Sepeda berwarna hijau muda dengan stiker kepala monster di rangka dan roda bantu di kedua sisinya. Dua tahun kemudian, Haagen belajar mengendarai sepeda tanpa roda bantu. Ayahnya sendiri yang memegangi bagian belakang sepedanya. Salah satu hari terbaik dalam hidupnya adalah saat dia bisa menyeimbangkan sepedanya dengan sempurna untuk pertama kali. Tidak habis-habis Haagen menceritakan kepada siapa saja yang mau mendengar cerita suksesnya. Siapa yang menyangka, satu hari tersebut mengantar Haagen pada kesuksesan di masa depan.
Sebuah ide berkelebat di kepala Haagen. Cepat-cepat Haagen menuliskan di tabletnya, sebelum ide tersebut menguap. Nanti Haagen akan mengembangkannya dan menjadikannya sebuah buku. Mungkin Haagen bisa menanyai para wanita di Denmark maupun negara lain, apakah mereka bersedia menerima cinta laki-laki yang tidak dan tidak akan memiliki mobil. Kalau Anania sepertinya tidak keberatan. Sebab selama ini, di sini, Anania menggunakan sepeda sebagai alat transportasi utama.
Bahkan mungkin bagi Anania sepeda bukan sekadar alat transportasi untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Lebih dari itu. Karena sepeda yang digunakan Anania sehari-hari harganya tidak murah. Sekitar 9.500 Krone. Atau kalau dirupiahkan mencapai lebih dari dua puluh empat juta. Layaknya orang yang membeli mobil berharga miliaran, sepeda bagi Anania, sepertinya, adalah penanda kesuksesan dalam karier selama masa dewasanya.
Haagen berusaha mengembalikan fokus pada papan tulis di depannya. Mencegah dirinya memikirkan Anania, setidaknya untuk saat ini. Andersen sedang menjelaskan peran besar sepeda dalam meningkatkan pendapatan daerah. Berapa jumlah keuntungan yang didapat oleh suatu kota jika penduduknya mengendarai sepeda dibandingkan dengan jika setiap orang menggunakan mobil. Ini akan menjadi bagian dari proyek Bangkok. Mereka harus menguasi sektor ekonomi jika ingin proyek pertama mereka di Asia Tenggara berhasil.
Perkara Anania akan dia pikirkan nanti sore. Setelah semua kewajibannya selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DANCE OF LOVE
RomanceAnania Ingelisa Tjandrasukmana, principal dancer di The Royal Ballet of Denmark, tidak menyangka bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk cinta pertamanya. Sebuah proyek buku mempertemukan kembali Anania dengan Haagen Verstergaard, urbanist dan CEO P...