Haagen mengamati halaman website RSVP di ponselnya. Baru hari ini Haagen sempat memeriksa e-mail pribadinya dan mendapati undangan pernikahan Liv di sana, beserta tautan untuk mengonfirmasi kehadiran pada acara resepsi. Liv J. Paulsen. Nama yang tertera pada puncak website adalah nama pengantin wanita. Di bawahnya, yang tercantum sebagai mempelai laki-laki bukan nama Haagen. Melainkan sebuah nama yang sudah sangat dikenal Haagen.
Berapa banyak investasi yang sudah ditanam Haagen untuk hubungan mereka? Waktu bertahun-tahun yang terbuang sia-sia. Semua rencana hidup Haagen yang disesuaikan untuk mengakomodasi kebutuhan mereka berdua. Uang yang sudah dikeluarkan untuk membeli cincin pertunangan dan apartemen pilihan Liv. Apartemen yang tidak akan pernah mereka tinggali bersama. Sedikit demi sedikit Haagen sudah mempersiapkan masa depan mereka. Menjelang hari pernikahan, semua sudah final. Namun sayang, masa depan itu harus dihapus tanpa sempat dimulai.
Kalau saja ini sebuah novel—yang sering dibaca adik Haagen—sang penulis pasti akan menghadirkan sesosok heroine baru yang lebih baik daripada mantan pacar yang tidak tahu diri. Kedua tokoh utama akan mendapatkan ganjaran berupa kebahagiaan setelah sang penulis membuat mereka menderita selama dua ratus halaman. Sayangnya, sang penulis skenario hidup, menyimpan rapat-rapat rancangan jalan hidup tiap-tiap makhluknya. Tidak akan ada seorang pun yang tahu bagaimana jalan cerita hidup mereka besok.
"Maafkan aku, Haagen ... selama bersamamu aku mencintaimu ... percayalah ... saat kita bersama, aku ... tidak pernah ... mengkhianatimu ... tapi sekarang aku tidak bisa berbohong lagi ... aku jatuh cinta pada ... orang lain...."
Haagen masih ingat betul detail malam sialan itu. Dengan wajah bersimbah air mata dan di antara sedu sedan, Liv meminta maaf kepada Haagen. Liv bersikeras dia tidak mengkhianati Haagen. Tidak berselingkuh. Namun dalam kamus Haagen, perbuatan Liv sudah bisa dikategorikan sebagai selingkuh. Karena hati Liv sudah mencintai orang lain sejak masih bersama Haagen. Secara fisik Haagen tidak tahu. Tetapi secara emosional, jelas Liv sudah melakukan tindakan tidak terhormat itu.
Malam itu Haagen seperti sedang naik pesawat di atas gurun Sahara. Saat enak-enaknya tidur di tengah penerbangan, ada pihak yang tega menjatuhkannya di sana. Di tengah padang pasir yang jauh dari mana-mana. Sepatu yang dia kenakan hilang tak tahu di mana rimbanya. Dia terpaksa berjalan telanjang kaki di atas pasir panas yang membuat telapak kaki melepuh.
Ketika kulit sudah terlalu perih dan dia tidak sanggup lagi meneruskan langkah, tidak ada yang bisa dia lakukan selain duduk lemas di balik batu, berlindung dari sengatan sinar matahari yang menghujam bumi tanpa ampun, tidak terbendung oleh apa pun. Di tengah rasa sakit dan takut, dia masih harus berpikir. Apa yang harus dia lakukan selanjutnya? Menunggu seseorang datang untuk menyelamatkannya? Lalu berharap mereka bisa menyembuhkan luka di kakinya dan membelikannya sepatu baru? Atau Haagen sendiri yang harus menyembuhkan luka di telapak kakinya, tidak tahu dengan apa, kemudian mencari jalan menuju ke kota dan membeli sepatu baru sendiri?
Sampai detik ini, seperti itulah Haagen menjalani hidup. Bagai orang yang tersesat di tengah gurun yang tandus dan gersang. Luka yang diderita Haagen tak kunjung sembuh, walau waktu telah banyak berlalu. Haagen juga belum menemukan sepatu baru untuk berjalan lagi. Tidak ada satu orang pun yang bisa memberi tahu Haagen di sebelah mana jalan keluar, untuk menjauhkan diri dari situasi ini. Apa suatu hari nanti, Haagen akan mampu menemukan cara untuk menolong dirinya sendiri?
Ditinggalkan memang sesuatu yang mau tidak mau harus dilalui seseorang dalam satu titik di hidup mereka. Baik karena ditinggal mati atau demi orang lain. Pada kemungkinan kedua, tidak ada pilihan selain menghormati keputusan seseorang yang meninggalkan mereka. Kalau memang tidak mencintai mau diapakan lagi? Kalau tidak ingin bersama, harus bagaimana lagi? Meskipun memahami hal tersebut, tetap sulit bagi Haagen untuk melewati hari-hari menjelang pernikahan Liv.
Haagen hampir menjatuhkan ponsel di tangannya saat benda tersebut berbunyi. Terlalu banyak melamun sepertinya tidak baik untuk jantungnya.
"Halo, Ma," sapa Haagen dalam bahasa Indonesia.
Haagen tahu dia harus menerima panggilan tersebut. Sudah terlalu lama Haagen menghindari ibunya. Sejak pertunangannya dengan Liv berakhir, Haagen hampir-hampir tidak pernah berbicara dengan ibunya. Karena Haagen sedang tidak ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan dari ibunya.
"Kamu di mana sekarang, Haagen?"
"Di Bangkok, Ma." Sedari tadi Haagen hanya duduk di tepi tempat tidur. Pertemuannya dengan perwakilan investor dan perwakilan pemerintah setempat berjalan lancar hari ini. "Sekarang di hotel. Ada pekerjaan di sini, membangun jalan. Mama dan Papa apa kabar?"
"Kami baik-baik saja, Haagen. Mama hanya ingin memberi tahu kalau ... Eyang akan datang ke Denmark minggu depan. Apa kamu bisa menyempatkan untuk pulang ke rumah? Mereka berdua ingin sekali bertemu denganmu."
Haagen memijit pangkal hidungnya. Tentu saja semua keluarganya akan datang ke Denmark. Untuk menghadiri pernikahan Liv. Bukan. Haagen meralat dalam hati. Kakek dan neneknya datang untuk menghadiri pernikahan salah satu cucu mereka. Sayangnya cucu itu bukan Haagen. Tetapi sepupu Haagen, yang menikah dengan Liv.
"Mama harap kamu bersedia menemui mereka, Haagen."
"Aku belum siap bertemu mereka, Ma."
"Mau sampai kapan, Haagen? Apa pun yang terjadi, mereka berdua adalah kakek dan nenekmu. Tidak ada kamu kalau tidak ada mereka. Apa salah mereka, sampai cucu mereka sendiri menolak untuk bertemu mereka?"
Salah mereka adalah menyetujui hubungan Liv dan Aaga. Hingga hari ini Haagen masih tidak bisa menerima, betapa ringannya keluarga besarnya menyambut pernikahan salah satu anggota keluarga yang menyakiti hati anggota keluarga yang lain. Betapa mudahnya mereka semua memberi persetujuan kepada Liv untuk menikah dengan Aaga, lalu memperlakukan Liv layaknya anggota keluarga, tanpa memikirkan perasaan Haagen sama sekali.
"Percayalah, akan ada wanita yang lebih baik untukmu suatu hari nanti. Percayalah kehilangan seseorang yang kamu cintai tidak membuat kamu kehilangan kemampuan untuk mencintai. Not everyone can love anyone the way you do. Jangan sia-siakan kemampuan tersebut hanya karena kamu merasa ... dirimu tidak cukup baik sehingga kamu ditinggalkan. Salurkan cintamu untuk Liv melalui jalan lain. Berbagilah dengan orang yang membutuhkan. Anak-anak yang tidak beruntung, yang sedang sakit, siapa saja.
"Berterimakasihlah kepada Liv karena dia memberitahumu segera, langsung saat dia menyadari dia tidak lagi mencintaimu. Bukan ketika kalian sudah menikah kelak. Bersyukurlah karena dia jujur dan tidak mempermainkan perasaanmu. Tidak ada yang bisa kamu lakukan jika memang Liv mencintai orang lain. Love is something that can never be forced. What is not meant to happen will never happen."
"Aku perlu sedikit waktu lagi, Ma." Haagen memejamkan mata. Kepalanya semakin pening. Cuaca di Thailand sedang panas sekali. Tidak tahu berapa botol air minum yang sudah dikonsumsi Haagen sepanjang hari ini.
"Baiklah. Mama hanya berharap kamu ada waktu untuk bertemu keluarga kita yang sedang berkunjung ke sini. Dan menurut Mama, Haagen, kalau kamu menghadiri pernikahan Liv dan Aaga, kamu akan merasa lebih baik. Sebab dengan begitu kamu tahu kamu sudah berhasil mengalahkan dirimu sendiri."
Masalahnya saat ini, Haagen belum bisa berdamai dengan pengkhianatan Liv. Hadir ke resepsi pernikahan Liv hanya akan membuat Haagen ingin membakar segala sesuatu yang ada di sana. Atau melakukan apa pun, untuk mengacaukan pesta pernikahan Liv.
Tanpa menunggu jawaban Haagen, ibunya melanjutkan. "Kamu berhasil membuktikan kepada dirimu sendiri bahwa kamu mampu berbesar hati. Kamu membuktikan kepada dirimu sendiri bahwa kamu bisa benar-benar mencintai seseorang dan melihatnya bahagia adalah wujud nyata cintamu. Meski itu berarti kamu merelakannya bersama orang lain.
"Pada hari itu kamu akan menutup cerita lama dalam hidupmu dan memulai babak baru. Kamu harus bisa, Haagen, karena Liv akan tetap ada dalam hidupmu, sebagai istri dari sepupumu. Kamu tidak akan bisa menghapus kenyataan itu. Jalan hidup kalian juga akan sering bersinggungan. Karena kalian adalah keluarga."
###
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DANCE OF LOVE
RomanceAnania Ingelisa Tjandrasukmana, principal dancer di The Royal Ballet of Denmark, tidak menyangka bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk cinta pertamanya. Sebuah proyek buku mempertemukan kembali Anania dengan Haagen Verstergaard, urbanist dan CEO P...