WOULD SHE SAY YES?

125 27 0
                                    

The end of a relationship feels like a death. Apalagi bagi pihak yang dicampakkan. Kiamat kecil seperti baru saja terjadi di dunia mereka. Goncangannya masih terasa, tanah yang dipijak tidak lagi ada. Tubuh terasa seperti diimpit langit. Jangankan untuk bergerak, bernapas saja susah setengah mati. Pada saat seperti itu, seseorang bertanya-tanya dalam hati. Bagaimana mereka akan menjalani hidup setelah mengalami hari terburuk? Dengan hati berdarah-darah dan kaki tidak mau diajak melangkah? Wajar kalau mereka bersedih. Normal kalau mereka memerlukan waktu untuk menyendiri, mencoba berdamai dengan kekecewaan, amarah, dan semua perasaan yang timbul pasca-berakhirnya-sebuah-hubungan. Hubungan yang selama ini dipercaya akan berlanjut hingga jenjang pernikahan. Dengan lancar tanpa hambatan.

Dari mana Haagen tahu dengan betul bagaimana rasanya dicampakkan oleh seseorang yang dia cintai, yang dia percaya akan menjadi pasangan hidupnya hingga maut memisahkan? Karena dua bulan yang lalu Haagen berada pada posisi itu. Haagen tumbuh besar dengan membawa pengertian di dalam dirinya, bahwa kelak ketika dewasa dia akan menikah dengan sahabatnya sejak kecil, Liv. Persahabatan mereka naik status saat Haagen menyatakan perasaan pada Liv. Usia mereka dua puluh tiga tahun saat itu. Tujuh tahun mereka bersama dan pada hari ulang tahun Liv yang ketiga puluh, Haagen melamarnya. Karena jalan cerita cinta mereka memang seharusnya demikian—atau Haagen berpikir begitu—Liv menerima lamaran tersebut dan mereka berencana menikah pada musim semi.

Namun apa hendak dikata, dua bulan yang lalu, tepat pada tanggal yang sama dengan hari ini, Liv mengembalikan cincin pertunangan yang dulu disematkan Haagen di jarinya. Yang dulu diterima Liv dengan penuh kebahagiaan. Seolah tidak cukup puas Liv menghancurkan hati Haagen satu kali, wanita itu semakin memorak-porandakan dunia Haagen dengan menyebutkan nama laki-laki lain yang membuatnya jatuh cinta. Haagen benar-benar tidak percaya, keberadaannya digantikan oleh laki-laki yang selama ini dianggap Haagen sebagai kakak sendiri.

Bagian paling sulit dari berakhirnya pertunangan itu adalah menjelaskan kepada orangtua Haagen. Kedua keluarga sudah dekat semenjak keluarga Liv pindah ke rumah di samping rumah orangtua Haagen. Tidak perlu waktu lama bagi Haagen dan Liv—yang sebaya dan bersekolah di tempat yang sama—untuk bersahabat. Candaan di keluarga mereka, tanpa berusaha pun suatu hari nanti mereka akan berbesan. Karena semua percaya Haagen dan Liv ditakdirkan untuk bersama. Pertunangan Haagen dan Liv pun disambut dengan antusias oleh kedua keluarga.

Bagaimana nasib persahabatan kedua keluarga kini, Haagen tidak tahu. Yang jelas kedua orangtua Haagen akan menghadiri pernikahan Liv. Liv dan kedua tuanya tidak mengundang Haagen. Undangan justru datang dari calon suami Liv. Sepupu Haagen. Haagen tidak berencana hadir. Karena, untuk apa menabur garam di atas luka yang menganga? Itu hanya akan membuat Haagen semakin menderita.

Ponsel Haagen berbunyi pendek. Ada pesan masuk dari florist yang menyampaikan bunga anggrek pesanan Haagen sudah sampai di alamat Anania. Anania. Melupakan patah hatinya, Haagen tersenyum mengingat wanita luar biasa yang membuat malamnya berbeda waktu itu. Saat mereka menghadiri jamuan makan malam bersama. Anania menceritakan beberapa pengalaman lucunya berurusan dengan Denmark dan orang Denmark. Termasuk, ketika kereta yang akan ditumpangi Anania terlambat lima menit dan Anania—beserta seluruh penumpang—mendapat hadiah sebuah kursi dari Perdana Menteri Denmark sebagai tanda permintaan maaf.

Malam itu adalah malam terbaik yang didapatkan Haagen dalam dua bulan terakhir. Sebelum acara tesebut, tidak ada malam yang dihabiskan Haagen tanpa merasa sesak dan sepi. Tanyakan kepada semua orang yang sedang putus cinta, pasti mereka sepakat malam hari adalah waktu yang paling berat dilalui. Tidak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukan. Tubuh, pikiran, dan hati sudah lelah namun kantuk seperti tidak mau menghampiri.

Seribu satu cara diusahakan untuk bisa segera memejamkan mata dan melupakan semua patah hati. Tetapi tetap saja, seseorang hanya bisa membolak-balik badan, berusaha untuk tidak diam dan tidak memberi celah bagi mantan kekasih yang menyakiti untuk menguasai pikiran. Lalu saat berhasil terlelap, mereka mendapati ternyata tidur tidak membuat segalanya menjadi lebih baik. Karena mimpi buruk terus-menerus menghantui.

"Haagen, tim Catalan sudah siap rapat. Di dekat pelabuhan." Suara Suzanne Modler, executive assistant Projektbyen, terdengar dari interkom di ruang kerja Haagen.

Haagen memeriksa ponselnya sekali lagi, berharap Anania segera membalas ajakan kencan Haagen—yang ditulis di kartu—melalui pesan singkat atau panggilan. Saat mengantar Anania pulang dari acara jamuan makan malam, mereka sempat bertukar nomor ponsel. Meskipun hingga kini Haagen belum pernah mengirim pesan atau menelepon Anania. Takut dianggap terlalu agresif dan membuat Anania tidak nyaman.

Haagen meraih tabletnya dan bergegas keluar dari gedung kantornya melalui pintu belakang. Dua tahun yang lalu Haagen memindahkan kantor Projektbyen Design Co. ke sebuah gedung di area Inner Harbor. Tempat ini lebih mudah dijangkau dari mana-mana dan lebih luas. Jadi bisa menampung pegawai dan tamu lebih banyak. Projektbyen sering mendapat kunjungan dari berbagai delegasi—mulai setingkat walikota hingga kepala negara—yang ingin belajar mengenai tata wilayah dan kota.

Ini salah satu keuntungan berkantor di Copenhagen. Sebagai ibu kota dari negara yang selalu dikaitkan dengan kebahagiaan, banyak pemimpin dan ahli mengunjungi Denmark guna mencari tahu bagaimana cara mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan, salah satunya, Haagen percaya, bisa didapat dengan mengubah atau memperbaiki tata wilayah dan kota. Projektbyen Design Co. sering kali dipilih menjadi konsultan dan desainer. Haagen dan Projektbyen memiliki pengalaman memperbaiki banyak kota besar di dunia, termasuk Copenhagen.

Sejak remaja Haagen tertarik mempelajari bagaimana Denmark bisa mengembalikan kejayaan sepeda. Mendesain jalan dengan betul adalah kuncinya. Dari sana Haagen meramu formula khusus supaya desain jalan milik Copenhagen bisa diterapkan di negara lain. Tentu saja dengan penyesuaian, sesuai kebutuhan suatu kota. Jasa yang ditawarkan Haagen untuk merancang ulang atau memperbaiki sebuah kota beragam. Dari satu ruas jalan saja hingga satu kota secara keseluruhan. Dari membangun jalur bersepeda saja hingga menghubungkan transportasi masal yang ada dengan jalur bersepeda. Jasa-jasa lain bisa dilihat pada website Projektbyen, termasuk pelatihan dan studi banding.

Tidak perlu menjadi penduduk Copenhagen untuk menikmati kota bebas macet dan polusi. Dengan perencanaan dan rancangan yang tepat, seluruh kota di dunia bisa memilikinya. Tentu saja, infrastruktur bersepeda akan menjadi fokus utama dalam setiap proyek yang dikerjakan Haagen. Semua klien dan calon klien sudah memahami itu.

"Laure." Haagen menyapa pegawainya, yang ikut duduk mengelilingi meja bundar bersama tim Catalan. "Nanti sore kita bahas mengenai kelanjutan proyek buku."

"Oke. Semua wawancara sudah hampir selesai. Tinggal Anania. Dia sibuk sekali. Mungkin wawancara akan dilakukan melalui e-mail."

Haagen tertawa. "E-mail? Erik setuju?" Erik, media social guru Projektbyen, memerlukan video setiap wawancara untuk materi promosi sebelum buku terbit.

"Aku tidak tahu balerina bisa sesibuk itu. Nanti aku atur lagi bagaimana baiknya." Laure mengembuskan napas frustrasi sebelum beranjak pergi.

Sibuk. Mungkin itu alasan Anania tidak langsung mengiakan undangan Haagen untuk menonton pementasan balet Vera-Louise. Bahkan ada peluang—sangat besar—Anania akan menolak karena jadwalnya sedang padat. Tidak masalah. Haagen tidak rugi apa-apa jika Anania memang tidak bisa menerima ajakannya. Kecuali biaya empat puluh enam Euro yang dia gunakan untuk membeli bunga anggrek hidup.

####

THE DANCE OF LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang