Bab 2

31 5 14
                                    

Waktu istirahat.

Aku menoleh ke samping. "Mau ikut ke kantin nggak, Sa?" tanyaku pada teman sebangku sekaligus seekskulku itu. 

"Gue belum kerjain pr biologi tapi," jawab gadis bersurai sepundak itu. Aku mengangguk, baru hendak membalas sebelum disela olehnya. "Gue nitip aja deh, siomay. Boleh nggak?" selanya seraya terkekeh.

Aku mengangguk kembali. Sesa memberiku uangnya.

Kemudian aku segera melangkahkan kaki menuju kantin tidak lupa dengan membawa lunch bag-ku. Menoleh ke kanan-kiri guna mencari seseorang lalu tersenyum kecil ketika aku berhasil menemukannya.

Kadavi.

Aku duduk di hadapannya. Cowok itu sedang serius sekali dengan ponselnya, seperti biasa. Aku melirik sebentar Ananta yang sedang menikmati semangkuk bakso miliknya.

"Han, lo nggak bosen bawain tuh bekal buat nih makhluk?" tanya Ananta sembari menunjuk Kadavi menggunakan ekor matanya. "Mending kalo di makan, ini mah ujung-ujungnya bakal gue juga tuh bekal."

Aku tertawa.

"Ya, nggak apa-apa kali Ta. Daripada dibuang, kan, lebih sayang. Mending deh di makan sama lo."

Ananta memutar bola matanya malas. "Serah lo, deh."

Aku tersenyum lalu mengeluarkan bekal dari lunch bag dan mendorongnya ke Kadavi––yang masih memainkan ponselnya. Dan satu bekal untukku.

"Masih lama ya main game-nya?" tanyaku pada Kadavi.

Tentu saja tidak dijawab.

Aku tersenyum kecil sebelum memakan bekalku. Suara tawa, dentingan sendok pada piring dan langkah yang berderap mengisi suasana kantin menjadi ramai.

Mataku melotot dan hampir menyemburkan minuman yang baru saja kuminum ketika melihat Kadavi menaruh ponselnya dan mengambil kotak bekalku––membukanya––lalu memakannya.

Luar biasa.

Aku tidak tahu harus bereaksi apa.

Di sebelahnya, Ananta yang hendak memakan bakso mengurungkan niatnya sampai baksonya itu jatuh dan masuk kembali di mangkuknya.

"Dav ... lo serius makan bekalnya Hani?" tanya Ananta seolah Kadavi baru saja memakan racun tikus.

Kadavi diam. Cowok itu terus memakan bekal buatanku.

Bibirku tak kuasa menahan senyum. Rasa senang membuncah dalam dadaku. Ini adalah pertama kalinya Kadavi memakan bekalku. Rasanya seperti ... entahlah, aku tidak bisa mendefinisikannya. Ya, intinya aku bahagia. Seakan semua usahaku selama ini membuahkan hasil yang sepadan. Ini sebuah kemajuan yang pesat.

Tampaknya Ananta masih belum percaya terbukti dari cowok itu yang menggoyangkan bahu Kadavi seolah Kadavi sedang kesurupan.

"Dav lo serius?" suara Ananta terdengar tegas. "Woi, gue nanya ini setan!"

"Gue nggak ada duit buat beli makanan." jawab Kadavi sembari terus memakan nasi goreng buatanku.

Mataku melebar, Ananta juga. Satu pikiran terlintas di benak kami.

"Lo jatuh miskin?" tebak Ananta langsung.

Kadavi menghela napas. Merasa lelah meladeni kebodohan temannya itu. "Duit bulanan gue habis karena gue pake buat beli skin Leomord. Puas?" jelas Kadavi lalu kembali menyantap makanannya.

Aku tidak tahu Kadavi habis membeli apa, namun dapat kutebak itu berhubungan dengan game yang dimainkannya.

Ananta malah tertawa.

Dia memukul bahu Kadavi cukup keras. "Gila lo! Cuma demi gituan doang lo rela habisin duit. Nggak sayang apa lo sama duit lo?"

Kadavi mengangkat kedua pundaknya.

Ah, aku baru tahu jika Kadavi memang se–akut itu perihal permainan.

"Btw, lo nggak mau ucapin makasih gitu ke Hani?"

Aku tersedak mendengar pertanyaan Ananta. Reaksi yang sungguh lebay memang. Aku memandang Kadavi melalui ekor mata. Menunggu tanggapannya.

Beberapa harapan beserta ekspetasi membuat dadaku berdebar hebat. Tanpa terasa aku menggenggam sendok begitu erat. Entah sudah berapa kali aku meneguk ludah.

Kadavi menelan kunyahannya. Menaruh sendok, meraih minumannya lalu menenggaknya hingga tersisa setengah.

Kenapa aku jadi harap-harap cemas begini?

Saat aku mendongak, rupanya Kadavi juga tengah menatapku. Sontak aku mengerjap sebelum kembali menurunkan pandangan.

Suara bisik kantin terasa hilang dan berganti menjadi suara Kadavi yang menyela halus.

"Hm, nanti kalo gue punya duit bakal gue ganti."

Ha?

Aku memasang raut cengo.

Jawabannya sungguh di luar ekspetasiku.

–––––

Tbc.

PLAYERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang