A1

2.4K 89 0
                                    

"Gue hamil"

"Lo gila! " Darma menyentak kaget, menepis tangan Adara kasar sampai membuat tes kehamilan yang tadi di tunjukkan padanya itu jatuh ke bawah.

"Nggak tuh, gue masih waras dan gue lagi hamil anak lo sekarang" Kata Adara santai, mengedikkan bahunya seolah apa yang ia ucap hanyalah sekedar bualan semata.

"Bajingan, nggak! Nggak mungkin lo hamil" Darma menatap Adara, matanya bergetar, jelas sekali kalau laki-laki itu sedang di landa ketakutan.

Adara tertawa, " Lo pikir gue becanda? Lo pikir testpack itu cuma sekedar mainan? "

Darma menggeleng, ia menarik lengan atas Adara, mencengkramnya kuat. "Itu pasti bukan anak gue kan? Lo bohong. Gue nggak mungkin lakuin itu ke lo waktu itu. Nggak mungkin! Nggak mungkin Dara! "

"Tapi buktinya gue hamil! "

"Bukan anak gue kan? Gue mohon Dara, itu bukan anak gue kan? " Darma memohon, mata nya memerah dan bergetar.

Adara sempat tertegun beberapa detik sebelum ia kembali menampilkan wajah angkuh dan datarnya. " Itu anak lo, gue hamil sama lo dan bayi ini anak lo, darah daging lo"

Darma memejamkan matanya, menunduk dan cengkramannya pada lengan Adara mengendur. "T-tapi gue mau nikah sama adek lo Dar, gimana bisa? "

Adara memutar bola matanya, muak melihat respon berlebihan Darma.

"Kenapa lo nggak minum pil yang gue kasih? Kenapa lo bisa hamil? Lo ngerancanain ini kan? Bangsat Dara, kepala gue mau pecah"

"Yaudah sih, nikahin gue dan tanggung jawab sama anak lo ini. Apa sih susah nya? "

Darma kembali menatap Adara, " Gue tunangan adek lo Dar! Gila lo"

"Ya jadi lo mau gimana? Mau gue gugurin anak lo atau gimana? " Tantang Adara santai.

Darma bungkam. Sebagai laki-laki dengan didikan kehormatan dan menjunjung tinggi harga diri solusi pengguguran itu jelas sekali telah mencoreng harga dirinya karena terkesan ia yang lari dari tanggung jawab. Tapi meninggalkan pernikahannya yang tinggal sebulan lagi dengan Adinda juga merupakan sikap pengecut yang ia hindari. Sial. Kepala Darma penuh dengan berbagai bayangan buruk. Lalu bagaimana jika kedua orang tuanya tau, pasti masalah ini akan semakin runyam serunyam-runyamnya.

"Lo yakin itu anak gue? Waktu di pesta bulan lalu lo nggak sama gue kan Dar? Lo sama Reza kan? Tapi kenapa kita bisa di hotel bareng? Lo nggak lagi jebak gue kan? " Darma menyudutkan. Ia ingat sekali kejadian bulan lalu saat pesta ulang tahun Bram- sahabatnya yang kebetulan adalah kenalan Adara juga. Mereka bertemu di pesta, minum- minum dan paginya Darma hanya bisa mengingat mereka berada di kamar hotel yang sama.

"Mungkin" Adara mengedikkan bahunya. "Tapi gue nggak keberatan buat tes DNA nantinya. "

Darma bungkam. Laki-laki itu lalu membuang pandangannya. Pikirannya semakin kalut. Jika itu bukan anaknya tak mungkin Adara seberani itu menantangnya untuk tes DNA kan? Tapi bagaimana bisa ia tak ingat apapun kejadian malam itu.

"Jadi, kapan lo nikahin gue? "

Darma kembali menatap Adara, laki-laki itu lalu menggeleng. "Gue nggak mungkin nikahin lo Dar"

"Berarti anak ini gue gugurin"

"Gue bakal tanggung jawab kalau itu memang anak gue"

"Lo ragu? "

Darma tergagap, bingung harus menjawab apa. Ia jelas ragu. Bagaimana mungkin ia bisa mempunyai anak dengan calon kakak iparnya ini di saat ia bahkan tak ingat apapun.

"Pengecut, " Adara mendesis.

"Gue nggak pengecut"

"Kalau gitu batalkan pernikahan kalian dan nikahin gue sekarang"

"Nggak bisa Dara, gue cinta Dinda, gue cinta adik lo! " Darma membentak. Laki-laki itu lalu menghela napas, mengambil keputusan. "Gue bakal tanggung jawab dalam bentuk apapun itu, asal nggak nikahin lo"

"Kalau gitu, gue pun sama. Gue bakal lakuin apapun itu asal lo nikahin gue."

"Gak usah gila lo Dar! "

"Siapa peduli" Adara menantang.

"Kalau gitu gugurin aja anak itu dan anggap kita nggak pernah kenal sekalipun"

"Gue bakal minta lo nikahin gue sekalipun anak ini gue gugurin. Dengan ada atau nggak ada nya anak di antara kita, lo tetep harus nikahin gue dan ninggalin Dinda" Adara menekan kalimatnya.

"Gak akan. "

"Kita liat aja nanti"

Adara tersenyum, senyuman tipis yang bahkan tak bisa di lihat oleh mata. Perempuan itu lalu berbalik badan. Keluar dari ruangan kerja Darma dengan tangan terkepal.

Ia tak mau gagal kali ini.

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang