A5

2K 86 4
                                    

" Jadi, ada penjelasan yang lebih masuk akal dan ber logika selain alasan kamu mabuk, Darma? " Tanya Surya— Ayah Darma— dengan nada datar khasnya.

Darma diam menunduk, lebih tepatnya memaksa kepalanya menunduk sekalipun rasanya kepalanya pusing teramat sangat akibat pukulan Arvin tadi malam. Ah, mengingat kejadian saat makan malam tadi malam, Darma rasa ia sudah tak ada harapan hidup lagi jika saja kekasihnya tak melindunginya dari amukan Arvin. Kekasihnya? Ah, bahkan apakah Darma masih pantas menyebut Dinda kekasihnya setelah apa yang terjadi dengan mereka?

"Maaf, Yah"

"Bukan maaf busuk mu itu yang Ayah mau dengar, Bajingan! " Surya menggebrak meja ruang tamu, membuat Darma kian menunduk. Ayahnya adalah tipe ayah yang kejam, sangat-sangat kejam. Tipe orang tuanya yang menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan serta selalu ingin anak dan keluarga bersifat sempurna,  dan apa yang dilakukan Darma kali ini tentu saja telah mengusik amarahnya.

"Kamu tau, bajingan? Pernikahan kalian sudah tinggal satu bulan lagi dan kamu malah menghamili kakaknya? Dimana otak mu itu sebenarnya hah? Mau buat keluarga mu malu? "

Darma menggeleng, tak berani menatap wajah ayah atau mamanya yang menangis diseberang meja.

"Mau buat ayahmu ini hancur hah! Mau buat keluarga kita malu iya! Kamu sengaja buang kotoran ke wajah ayah kan! Kurang ajar kamu! Bahkan ayah nggak punya nyali untuk sekedar menghadap Adipto untuk mohon ampunan sama dia. Kamu benar-benar keterlaluan Darma! "

"Ayah, maaf! "

"Apa maaf mu bisa buat Dinda balik ke kamu? Apa maaf mu itu bisa buat menghilangkan fakta kalau kamu akan punya bayi sebentar lagi? Apa maaf mu bisa bersikah rasa malu papa ke Adipto, hah! "

"Mas, udah lah"

"Udah gimana lagi Nia! Anak mu ini uda keterlaluan! Masih mau kamu bela? Syukur media belum tau ini, syukur cuma keluarga kita yang tau, kalau sampai media tau, apa yang kamu harapkan hah! Hancur! Usaha kita bakal hancur! Perusahaan bakal  goyah! Citra keluarga kita hilang begitu saja, kamu mau? Kamu masih mau bela anak bajinganmu ini iya? "

"Dan parahnya kamu tau Nia! Tau kamu! Yang di sakiti dan di hamili anak mu ini bukan orang lain, dua-duanya anak Adipto Nia! Anak Adipto! Teman baikku, rekan kerja ku dan juga orang yang berpengaruh di perusahaan kita! Menurutmu kalau media tau kebenarannya apa nggak jadi bulan-bulanan satu negara kita hah! Mau dimana muka ku Nia! Dimana!? " Surya menunjuk-nunjuk istrinya yang hanya dibalas isakan dari mama Darma itu.

"Yah, " Darma memberanikan dirinya untuk mengangkat kepalanya dan luka lebam hampir di seluruh wajah lah yang menjadi pemandangan kedua orang tuanya. Tapi tampaknya rasa iba pun telah mati di hati kedua orang tua itu. Darma memang pantas mendapatkannya.

"Aku bakal tanggung jawab semuanya, "

"Mau tanggung jawab kayak mana kamu? " Tantang Surya pada Darma, "Tanggung jawab kayak mana yang bisa kamu kasih untuk memperbaiki semua nya hah? Menggugurkan anak mu itu lalu kamu kembali melanjutkan pernikahanmu sama Dinda, begitu? Atau kamu batalkan pernikahanmu sama Dinda lalu pakai semua persiapan pernikahan kalian untuk menikah sama Dara, begitu? Tanggung jawab kayak mana yang bisa kamu kasih Darma? Tanggung jawab kayak mana ayah tanya? "

Darma kembali menunduk, ia lalu bertanya pada dirinya sendiri. Yah, tanggung jawab seperti apa yang bisa ia beri? Semuanya telah hancur kan?

"Yang jelas, kamu nggak bakal bisa gugurkan anak mu itu kan? "

"Tapi kejadian itu nggak sengaja Yah, aku mabuk dan Dara juga mabuk. Aku, aku bahkan nggak tau kalau anak itu memang benar anak ku atau bukan. Itu nggak pasti Yah, dia uda seharusnya nggak ada di antara kami. " Darma memprotes. Yah, anak itu memang tak seharusnya ada di antara mereka kan?

"Oh, begitu? " Surya menanggapi dengan datar. "Lalu dengan alasan itu kamu bisa bunuh anak kamu, iya? Setelah kamu memperkosa Dara, menghancurkan gadis itu, melepas tanggung jawab mu dan sekarang kamu mau bunuh anak mu, wah hebat sekali tunggal Kaindra ini ya" Surya menganggukkan kepalanya, sepenuhnya menyindir Darma.

Darma kembali diam dan keheningan terjadi untuk waktu yang lama di ruang tamu keluarga Kaindra itu. Bahkan para pekerja rumah tangga yang seharusnya sudah berseliweran pagi ini pun lebih memilih mengasingkan diri kebagian belakang rumah. Sepenuhnya takut dengan aura panas yang dikeluarkan anggota keluarga inti Kaindra itu.

"Nggak ada jalan lain" Suara Surya membuat Darma dan mamanya menatap penuh kepala keluarga mereka itu.

"Kamu harus nikahin Dara secepatnya"

"Maksud ayah apa? " Darma tak terima. Oh tentu saja, bagaimana ia bisa menikah dengan iblis seperti Dara hanya karena perempuan itu mengandung anaknya.

"Kamu tanya maksud ayah? Tentu saja karena dia lagi hamil anak mu, kamu harus tanggung jawab"

"Tapi aku bisa tanggung jawab sama anakku tanpa harus nikahin Dara Yah, aku cuma mau Dinda"

"Dan kamu pikir Dinda masih mau sama kamu? Perempuan bodoh sekalipun nggak bakal mau ngambil resiko kayak gitu Darma! Kamu pikir Dinda bakal berlapang dada ngurus anakmu sama kakaknya itu hah! "

"Tapi, Ayah. Nggak harus nikahin Dara kan, maksud ku—

" Maksudmu, kamu baru akan nikahin Dara waktu perempuan itu sudah sepenuhnya menghasut anak mu kelak untuk membenci mu dan keluarga kita"

"Yah, ayah nggak tau seberapa iblisnya Dara, perempuan itu licik! "

"Justru karena itu! Karena ayah tau dia itu licik. Ayah suruh kamu tanggung jawab dan nikahin dia! Setidaknya sampai anakmu lahir dan bawa cucu ayah kesini. Jangan korbankan anak mu itu untuk kebenciannya ke kita, jangan biarkan anakmu jadi alat untuk menghancurkan kehidupanmu dimasa depan. Apa kamu nggak pernah berpikir kalau suatu saat anakmu lahir dan ada dibawa pengawasan  Dara tumbuh dengan kebencian? Lalu saat kamu sudah bangkit dan merasa tenang, Dara manfaatkan anaknya untuk menghancurkan mu? Pernah kamu berpikir sejauh itu? "

Darma diam.

"Kalau Dinda memang jodohmu, dia bakal balik ke kamu, setidaknya biarkan Dinda menata hatinya lagi. Kamu cuma perlu selamatkan anakmu dari ibunya. Itu saja. "

Darma mengepalkan tangannya. Ia tak punya pilihan lain lagi kan?

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang