"Minum susunya" Darma meletakkan segelas susu di hadapan Adara setelah perdebatan mereka sebelumnya.
Adara diam saja, matanya bahkan tak teralih sedikit pun dari buku yang ia pegang, seolah kehadiran Darma tak ia liat eksistensinya sama sekali.
"Dara" Darma memanggil, nadanya sarat akan putus asa. "Maaf gue uda ngebentak lo tadi, tapi lo tau sendirikan itu buat kebaikan kandungan lo. Apalagi Dokter uda mewanti-wanti sama gizi lo. Gue nggak mau kandungan lo kenapa-napa? "
" Adara?"
"Gue nggak haus, "
"Ini bukan masalah haus nggak haus Dara, ini wajib lo minum"
"Kalau gue nggak mau? "
"Jangan buat gue emosi"
"Lo selalu emosi kalau sama gue" Sahut Adara lagi, masih dengan tatapan lurus kebuku.
"Cepat diminum Dara, "
"Nggak mau! " Adara mendongak, menantang Darma.
"Dara! "
"Apa! Jangan bentak gue terus-terusan! Gue nggak takut sama lo! Berhenti atur-atur gue! "
"Gue ngatur lo demi anak lo! "
"Gue nggak peduli! Lo nggak berhak ngatur gue! "
"Oh, gue nggak berhak? "
"Iya! Lo bukan siapa-siapa kalau lo lupa Darma! "
Menghela napas, Darma memilih mengalah. " Terserah, lo minum susunya, gue mau buat sarapan untuk ganti mi lo tadi"
"Nggak akan gue minum dan gue nggak sudi makan makanan buatan lo itu " Adara menjawab ketus sedangkan Darma mengabaikannya. Laki-laki itu memilih kembali kedapur. Ia membuka kulkas, menghela napas berat karena bingung harus membuat apa, karena sejujurnya ia juga tak bisa memasak. Tapi ia akan mengusahakannya agar Adara tak lagi makan mi atau juga makanan tak sehat lainnya.
"Masak apa pagi-pagi begini?" Gumam Darma masih sambil melihat isi kulkasnya yang di dominasi sayur-sayuran dan beberapa daging. Sejujurnya ia bisa saja keluar untuk mencari menu sarapan yang pasti sudah mulai banyak di jajakan di luaran sana. Tapi lagi dan lagi Darma tak akan melakukannya. Sudah dua minggu terakhir ia membiasakan diri untuk masak sendiri karena mengingat pesan dokter ketika terakhir kali mereka periksa.
Dokter mengatakan Adara dan bayi di kandungannya mengalami kekurangan berat badan, Dokter juga mengatakan untuk mengurangi atau bahkan menghentikan dulu semua jenis makanan instan mengingat Adara begitu menggemarinya. Lalu menggantikannya dengan makanan yang lebih sehat seperti sayur dan daging juga buah-buahan, intinya Adara harus benar-benar menjaga pola makannya agar lebih sehat dan teratur. Itu lah sebabnya Darma begitu keras akhir-akhir ini. Tak ayal ia akan selalu terlibat pertengkaran dengan Adara hanya karena masalah yang sebenarnya sepele.
Adara ini tipe yang tak suka di atur dan gaya hidupnya sangat tak sehat, perempuan itu tergolong cuek dan tak peduli untuk ukuran ibu hamil yang sudah mendapat warning dari Dokter. Sedangkan Darma tipe yang sebaliknya. Calon ayah itu sangat mudah was-was dan terlalu takut. Ia akan mengatur Adara agar sesuai aturan nya, Darma juga terlalu keras untuk ukuran menghadapinperrmpuan hamil yang sudah pasti sensitif. Dan sejujurnya itu lah yang selalu menjadi masalahnya.
"Apa tanya Dinda aja ya? " Darma menutup pintu kulkas, merogoh kantong celananya dan mencari kontak Dinda yang sekarang namanya bukan lagi panggilan Sayang atau apapun. Nama kontak itu sudah benar-benar hanya di ganti nama Dinda. Yah, hanya Dinda tanpa embel-embel apapun. Tampaknya tujuh bulan ini sudah membuat Darma menerima semuanya. Karena setidaknya ia harus menjadi sosok ayah yang baik bukan?
Ayah?
Ah, Darma geli sendiri membayangkannya. Tak menyangka kalau pada akhirnya hatinya lah yang kalah dibanding egonya.
"Halo? "
"Ya, halo, kenapa Darma? " Suara Dinda terdengar agak serak, mungkin baru bangun tidur.
"Kamu baru bangun? "
"Ah, oh, iya, kenapa?" Dinda menjawab gugup. "Apa Ada yang mau kamu tanya tentang kak Dara lagi? " Tanya Dinda langsung. Pasalnya pertanyaan itu bukan lagi hal yang pertama untuk Dinda, tiga bulan terakhir Darma hanya akan menghubungi jika itu ada hubungannya dengan Adara, seperti bertanya apa minuman kesukaan Adara atau bahkan warna baju yang disukai ibu hamil itu. Mengingat Adara selalu memakai jaketnya maka Darma sebisa mungkin membeli jaket ataupun kemeja yang warnanya akan cocok jika dipakai Adara keluar.
"Iya, Dara lagi susah makan selain mi instan, tapi Dokter suruh dia makan yang bergizi dan buatan sendiri, menurutmu pagi ini aku harus masak apa, Din?"
Hening yang lama, Darma mengernyitkan dahinya. " Dinda? "
"Ah, iya, kak Dara memang suka banget sama mi, tapi bukan berarti dia nggak suka masakan lain. Kalau daging dia suka semua masakan daging sapi"
"Aku nggak mungkin masak daging, Dinda"
"Ahaha, iya," Dinda tertawa canggung.
"Kalau selain itu? "
Hening lagi, tapi tak lama sebelumnya Dinda menjawab pelan. " Dia suka cah brokoli sosis saus tiram"
"Eh, " Darma berdehem. "Itu kan kesukaan mu, kalian sama? "
"Iya, kami sama, atau kalau kamu mau, buatkan jus stroberi tanpa gula. Dia suka itu"
Darma mengangguk, "oke, terima kas— eh"
Darma mengangkat ponselnya bingung, karena Dinda langsung mematikan sambungan telepon mereka sepihak. Tak biasanya mantan kekasih nya itu seperti itu. Tapi ya sudah lah, Darma tak mau ambil pusing lebih dulu, pasalnya ia pun sedang diburu waktu karena ia sudah mendapat email dari Aga kalau mereka ada meeting pagi dengan investor yang ingin berinvestasi penuh di pembangunan Hotel Pontianak yang dua bulan belakangan ini sempat terbengkalai.
Kalau saja, tak mengingat kondisi Adara yang perlu diperhatikan. Mungkin Darma lebih memilih berangkat kerja sekarang juga.
"Oke, keluarkan brokoli dan sosisnya, potong-potong lalu cuci " Darma bergumam pelan sambil membaca setiap step resep masakan di internet, laki-laki itu tampak fokus sekali, seolah melupakan bagaimana antinya ia memasak sejak dulu. Ah, lagi-lagi demi anaknya.
Ck, anaknya.
Ntah mengapa bibir Darma langsung tertarik membentuk senyuman ketika satu pikiran itu terlintas. Tapi satu hal yang pasti, ia bahagia.
---------
Thank you for reading, please vote and comment.
Atmosfera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Romance17+ Adara membenci perlakuan keluarganya yang selalu mendahulukan adiknya. Ia hanya iri. Tapi tampaknya apapun alasannya, ia akan selalu terlihat jahat di mata keluarganya. Maka, tak ada salahnya menjadi jahat yang sesungguhnya kan? "Gue hamil" "Lo...