A20

4.3K 222 80
                                    

Cah brokoli sosis saus tiram dan segelas jus stroberi tanpa gula sudah siap ia susun di nampan. Ekspresi bangga jelas tak bisa Darma elakkan. Laki-laki itu begitu puas dengan hasilnya, sekalipun mungkin rasanya tak seenak buatan Dinda dulu. Ah, tampaknya walaupun sudah merelakan kisah cinta tujuh tahunnya dengan Dinda, kenangan akan gadis itu masih terekam jelas diingatannya. Apalagi, masakan dan minuman ini adalah kesukaan Dinda.

Ah, lagi, Darma menggeleng pelan, mengusir bayangannya akan Dinda. Karena sekalipun kesukaan makanan dan minuman keduanya sama persis, tapi prioritasnya sekarang adalah Adara kan?

"Dara? " Darma memanggil ketika Adara melewati Dapur, perempuan itu seperti akan kembali masuk ke kamar.

"Apa? " Tanya Adara datar, wajahnya masam dan tangannya memegang buku yang tadi ia baca. Tapi ntah kenapa ekspresi Adara ini membuat Darma tersenyum.

"Sarapan dulu yuk, gue uda siapin makanan buat lo."

"Gak"

"Why? Lo harus sarapan atau setidaknya lo minum susunya" Darma melirik kearah ruang tengah yang masih nampak segelas susu yang tadi ia buatkan masih utuh.

"Nggak, "

"Jus stroberi aja mau? Ini tanpa gula, lo suka kan?"

Adara tampak tercenung, sepertinya kaget saat Darma menawarkan jus stroberi untuknya. Sekalipun laki-laki itu ta kalau ia lebih suka rasa susu hamil bercita rasa stoberi tapi darimana Darma tau kalau ia menyuakai jus stroberi tanpa gula?

"Gue juga masak cah brokoli sosis saus tiram, lo juga suka kan? "

Adara diam, masih dengan kebingungannya.

"Dara, hei.. You oke?" Darma menegur saat Adara masih saja diam.

Adara menggeleng. "Nggak, gue nggak mau makan"

"Dara"

Adara melengos, perempuan itu pergi meninggalkan dapur dan masuk ke kamar mengabaikan panggilan Darma untuknya. Tapi satu yang masih bercongkol dikepala perempuan hamil tua itu, darimana Darma tau semua makanan dan minuman kesukaannya? Apa dari Dinda? Apa mereka masih saling berhubungan? Bukankah Darma sudah berjanji untuk menjadi ayah yang baik untuk anak mereka? Apa selama ini Darma hanya pura-pura baik padanya? Karena sungguh, sekalipun ia masih tak menyukai Darma namun tetap saja Darma itu suaminya kan? Tapi jika mereka memang masih saling berhubungan apa tujuannya? Apa ada hubungannya dengan sikap baik Darma selama ini? Apa mereka berniat mengambil anak nya dan hidup bersama setelahnya?  Jika itu memang benar, sungguh, Adara tak akan mengizinkannya. Lebih baik anak ini mati dari pada Darma hidup bahagia dengan Dinda. Sungguh, Adara tak akan pernah terima.

---------

  Darma menghentikan langkahnya sedetik setelah ia melewati dapur, matanya tertuju pada nampan yang tadi ia siapkan yang ternyata tak berkurang sedikitpun. Laki-laki itu lalu melirik kearah kamar yang ditempati Adara. Ah, sepertinya Adara memang sedang merajuk karena masalah mi instan  tadi pagi sampai rela menahan lapar di jam sembilan ini. Padahal semenjak hamil Adara selalu sarapan tidak lebih dari jam tujuh pagi.

Mengurungkan niatnya untuk melangkah keluar, laki-laki berkemeja rapi dengan jas berwarna biru gelap ditubuhnya itu meletakkan kunci mobil dan peralatan kantornya di sofa ruang tamu, ia lalu meggulung lengan kemejanya sambil melangkah kedapur. Yah, kedapur.

Karena sepertinya Darma memutuskan untuk memberikan Adara sarapan terlebih dahulu sekalipun ia harus mengabaikan panggilan Aga yang sudah berulang. Pasalnya, sekeretarisnya itu panik jika ia tak hadir di pertemuan penting ini, maka kemungkinan besar  pembangunan hotel yang sudah tertunda karena kurang investor itu akan semakin kian tertunda. Tapi ya sudah lah, tampaknya kepanikan Aga itu tak sebanding dengan pemikiran Darma yang  merasa kalau gizi Adara lebih penting dari apapun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 17 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang