Darma tak langsung kembali ke apartemen ketika ayahnya menyuruh pergi. Niatan untuk langsung pulang dan menemui Adara itu langsung lenyap begitu ia melewati toko kue Dinda. Dan tak perlu berpikir dua kali, Darma akhirnya membelokkan mobilnya ke toko kue yang memiliki sejuta kenangan itu. Walaupun pada akhirnya ia hanya mendekam di dalam mobil tanpa berani keluar ataupun menurunkan kaca sedikit pun. Tapi ntah mengapa hatinya begitu tenang saat sekilas ia melihat Dinda yang berada dibalik meja kasir.
"Uda hampir tiga minggu ya." Darma berbisik sambil menyandarkan punggungnya kesandaran kursi mobilnya. Matanya terpejam lelah namun otaknya terus mengajaknya mengingat banyak hal. Terutama tentang Dinda, kenangan itu terasa berputar acak di kepalanya. Ah, ini sakit sekali.
Seandainya Adara tak dibutakan kebencian dan sakit hatinya, mungkin hal seperti ini tak mungkin Darma rasakan. Mungkin juga sekarang ia sudah disibukkan dengan persiapan pernikahannya dengan Dinda yang seharusnya berlangsung tiga hari lagi.
Seandainya. Yah.. Itu semua hanya menjadi pengandaian karena faktanya hubungan mereka sudah berakhir tiga minggu yang lalu.
Darma kembali menatap toko kue yang memiliki kaca bening sebagai dindingnya itu. Lalu seperti terencana disaat yang bersamaan Dinda mengangkat kepalanya yang menunduk dan pandangan mata perempuan itu langsung terarah pada mobilnya. Dapat Darma lihat Adara yang membeku disana dan begitu jugalah yang Darma rasakan. Hatinya bagai teremas ketika Dinda mengalihkan tatapannya dan kembali fokus pada pelanggan. Ah.. Tenyata Hubungan mereka memang sudah berakhir ya?
-------
Tak
Tak
Darma mengernyit saat merasa apartemennya terasa sangat senyap dan sunyi. Ia bahkan bisa mendengar suara langkah sepatunya begitu jelas. Kemana sebenarnya Adara pergi?
"Dara? " Darma memanggil, langkahnya mengintari area dapur dan kamar mereka secara berulang namun tak peduli bagaimana ia memanggil Adara dengan keras. Adara tak juga ia temui, apa perempuan itu kabur dari apartemen mereka? Tapi tak mungkin kan? Darma jelas tau kalau Adara bahkan tak memiliki apapun lagi semenjak namanya dikeluarkan dari keluarga Mahendra. Adara benar-benar bergantung padanya. Jadi rasanya itu tak mungkin kan?
Tapi tunggu, apa Adara pergi pulang ke apartemen perempuan itu yang sempat ditinggali nya selama bekerja. Tapi.. Lagi-lagi rasanya itu tak mungkin, karena apartemennya ini walaupun sunyi tapi terasa masih hangat, seolah ada yang menempatinya. Itu artinya Adara masih tinggal disini kan?
Klik
Pikiran Darma tentang perginya Adara langsung hilang begitu mendengar password pintu apartemennya di tekan, sebelum akhirnya ia melihat tubuh kurus Adara masuk. Perempuan itu masuk dengan kepala menunduk, lalu melepas sepatunya dengan asal dan berjalan menuju dapur seolah tak ada Darma disana.
Darma sendiri tak segera bersuara, ia justru memilih diam dan memperhatikan Adara yang berwajah sembab itu. Sesekali ia bahkan masih bisa mendengar isakannya.
Darma mengernyit, kian merasa penasaran, namun ia tetap diam. Menunggu Adara menyadari keberadaannya."Nggak ada gunanya sekarang, semua perjuangan gue rasanya sia-sia akh!" Adara mengerang disela isakannya. Perempuan itu duduk dikursi pantri, menunduk sambil memegang perutnya yang mulai terasa tak nyaman setelah ia banyak menangis di restoran tadi.
"Buat apa gue ngelangkah sejauh ini kalau akhirnya kayak gini. Gue mau Gio! Gue mau balik! " Adara kian tergugu.
Darma yang melihat Adara mengamuk itu hanya menghela napas, melipat tangan di dada. Mengawasi dengan pandangan remeh. Dapat Darma simpulkan kalau Adara sudah putus dengan Gio. Atau Gio sudah tau tentang pernikahan mereka dan memilih mengakhirnya. Ah.. Kasihan sekali Adara ini. Darma membatin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Romance17+ Adara membenci perlakuan keluarganya yang selalu mendahulukan adiknya. Ia hanya iri. Tapi tampaknya apapun alasannya, ia akan selalu terlihat jahat di mata keluarganya. Maka, tak ada salahnya menjadi jahat yang sesungguhnya kan? "Gue hamil" "Lo...