"Lo mau susu? "
Adara menoleh, menaikkan alisnya bingung ketika Darma masuk kedalam kamar hanya untuk menanyai hal remeh seperti itu. Padahal ia jelas tau kalau laki-laki itu sudah pasti sangat lelah karena baru pulang dari perjalanan bisnisnya beberapa menit yang lalu. Adara tau karena ia sempat membukakan pintu apartemen ketika Darma pulang.
"Lo nggak capek apa? " Tanya Adara retoris.
Darma mengangguk tapi sedetik kemudian menggeleng. Ia lalu berdehem. "Mau gue buat kan? "
"Apa? "
"Susu"
"Gue nggak minum susu," Kata Adara datar, perempuan itu lalu kembali menelisik penampilan Darma yang masih memakai kemeja dan celana bahan yang agak kusut. Jelas sekali kalau laki-laki benar-benar baru pulang dan belum istirahat sama sekali.
"Ini beda" Kata Darma berbicara ragu-ragu.
"Apanya? "
"Ini bukan susu biasa, ini susu buat ibu hamil, "
"Buat apa? Gue nggak minum yang begituan" Kata Adara cuek, perempuan itu kembali mengabaikan Darma dan fokus pada laptopnya yang sedang menampilkan serial drama China terbaru yang sudah ia donwload sebelumnya.
"Itu.. Buat anak lo" Darma berdehem, " Gue rasa trimester pertama semalam uda cukup apatisnya. Di trimester kedua ini lo harus lebih peduli sama kehamilan lo. "
Adara memutar bola matanya. "Buat apa lo peduli sama gue, bilang sama gue, ini karena Dinda lagi?"
Darma tak menjawab tapi tampaknya memang begitu.
"Seriously Dar? Lo baru pulang kerja dan lagi capek-capeknya tapi tetep mau di suruh-suruh Dinda? Setolol itu ya lo"
Darma mendengus. " Setidaknya gue bertanggung jawab dan nggak setolol lo yang mau di pake sama semua orang"
"Bangsat! Maksud lo apa? " Adara bertanya tak terima.
Darma mengedikkan bahunya, bersandar pada pintu kamar. Terlihat santai" Maksud gue, lo cari dulu tuh bapak anak yang lo kandung itu anak siapa. Tapi yah, nggak guna juga sih. Orang-orang taunya itu tetep anak gue. Terserah lah. "
Adara memberengut, tiba-tiba suasana hatinya terasa suram, Darma dan mulut kejinya benar-benar sudah merusak harinya. Padahal ini sudah masuk bulan ke tiga bersama dan itu artinya sudah tiga bulan juga mereka berbagi semuanya. Tapi, ternyata belum cukup untuk membuat Adara terbiasa dengan kata-kata menyelekit itu.
Apalagi Pernikahan hambar ini terasa semakin nyata menggerogotinya. Sebenarnya Adara pun menyadari itu, tapi ia seperti ingin menutup mata. Ia ingin Darma tetap terikat padanya. Dan juga bayi ini.. Ntah sejak kapan Adara mulai menaruh hatinya. Bayi di kandungannya ini membuatnya sedikit bersemangat ntah untuk apa. Yang pasti Adara sudah benar-benar mengurungkan niatnya untuk menggugurkan nya. Mungkin alasannya bertahan semata-mata untuk melaksanakan permintaan Gio beberapa bulan yang lalu, yang ingin ia membesarkan anaknya ini dengan penuh kasih, atau juga mungkin untuk hal lain. Ntah lah. Adara tak mau terlalu tau. Atau lebih tepatnya ia berusaha untuk tak mau tau.
"Ck, jadi lo mau nggak?"
Adara kembali tersadar dari pemikirannya tapi lidahnya terasa kelu untuk menjawab.
"Bisu atau gimana lo Dar? " Tanya Darma lagi sarkatik.
"Nggak usah, gue nggak nerima kasihanan orang nggak tau diri kayak lo" Adara menyahut tak kalah sarkas.
Darma memaki, laki-laki itu lalu menendang pintu kamar pelan, sebelum akhirnya pergi menjauh. Mungkin kembali ke dapur. Sedangkan Adara sendiri memberengut, pandangannya kembali menatap layar laptop, tapi tak bisa di elakkan ada aura suram yang terpancar di wajah nya. Sungguh, tak ada yang tau apa isi hati Adara sebenarnya.
_______
Tak
Adara mendongakkan kepalanya ketika ia mendengar suara gelas yang diletakkan agak kasar di meja nakas.
Segelas susu,
"Gue nggak tau lo suka rasa apa. Tapi Dinda bilang lo suka stroberi. "
Adara masih tak menjawab. Perempuan itu masih berperang dengan pikirannya sendiri. " Lo beneran buatin gue susu hamil"
"Iya lah, lo pikir gue main-main"
" Lo nggak capek apa? " Tanya Adara lagi, walaupun nadanya datar dan terkesan jutek tapi jelas sekali kalau Adara sedikit merasa tersentuh akan kepedulian Darma itu. Karena sejujurnya, terhitung semenjak kejadian dimana ia melakukan percobaan bunuh diri di dua bulan yang lalu. Ini adalah kali pertama mereka berinterkasi cukup lama.
"Capek lah, lo pikir gue robot yang nggak punya rasa capek. "
Adara tersenyum mengejek. " Di banding robot gue lebih setuju kalau lo itu sebenernya anjing sih, yang mau disuruh-suruh sama majikannya"
Darma berdecak. " Nggak tau diri ya lo, apa susah nya sih tinggal minum. Tapi kalau lo mau anak lo mati atau cacat karena kekurangan gizi juga bukan urusan gue sih. Jadi suka-suka lo! "
Adara tak lagi menjawab, tapi ketika Darma hilang dari pandangannya. Perempuan itu bangun dari acara berbaringnya. Meraih gelas berisi susu itu dengan kedua tangannya. Meminumnya sedikit demi sedikit dengan mata berkaca-kaca.
" Jangan rewel lagi, ini susu dari ayah" Bisik Adara pelan, sangat-sangat pelan.
"Kamu senang? Dia uda pulang kerumah kita" Katanya lagi.
Dan..
Siapa yang menyangka, jika kalimat itu keluar dari bibir Adara. Ah, apakah tiga bulan sudah mengubah segalanya?
Termasuk perasaannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonis
Romance17+ Adara membenci perlakuan keluarganya yang selalu mendahulukan adiknya. Ia hanya iri. Tapi tampaknya apapun alasannya, ia akan selalu terlihat jahat di mata keluarganya. Maka, tak ada salahnya menjadi jahat yang sesungguhnya kan? "Gue hamil" "Lo...