A10

1.9K 97 5
                                    

Pagi itu Darma bangun kesiangan, tampaknya efek alkohol tadi malam masih tertinggal ditubuhnya sekalipun ia merasa sudah sangat sadar ketika pulang semalam. Laki-laki itu menghela napas, membuka matanya hanya untuk sekedar merenung menatap langit-langit kamar. Yah, kamar, tadi malam Darma tak tidur di sofa seperti dua malam sebelumnya, kali ini ia ikut tertidur dikamar dan seranjang dengan Adara, bahkan mereka juga berbagi selimut subuh tadi. Ntah lah, Darma tak tau apa yang ia pikirkan semalam, hanya saja ia sedikit iba pada Adara ketika ia membaca pesan dari mertuanya itu. Rasa iba yang ntah mengapa membuat hatinya tak nyaman. Sampai ia bahkan bisa bertindak memindahkan Adara ke kamar, menyelimutinya dan membersihkan wajah Adara yang basah oleh air mata. Lagi.. Darma tak tau mengapa ia melakukan itu. Ia hanya iba. Yah. Iba. Darma menyugesti dirinya sendiri.

"Ahg"

Erangan itu membuat Darma menoleh, menatap Adara yang tidur meringkuk membelakanginya.

"Ck, sial! Ini masih pagi bangsat" Bisik Adara serak nadanya setengah memaki.

Darma sendiri agak terkejut saat Adara tiba-tiba memaki sambil bangun dari tidurnya, berlari dengan langkah sempoyongan kearah kamar mandi, sama sekali tak menoleh kearahnya, mungkin pun Adara tak tau kalau ada ia disitu.

Darma masih berada dalam keterkejutannya, laki-laki itu bahkan langsung duduk dengan posisi linglung.

Uhuk!

Ugh!

Darma mengerjap, ada apa dengan Adara? Apa perempuan itu muntah? Pikir Darma mengernyit. Tapi ia lalu menggelengkan kepalanya, memilih kembali berbaring. Ia masih mengantuk, omong-omong.

Tapi, rasanya baru saja Darma hanyut ke alam sadarnya ia harus kembali terjaga ketika mendengar suara pintu kamar mandi yang di banting keras.

"Anak sama bapak sama aja, dasar anak Darma!"

Darma menoleh, agak bingung saat namanya disebut-sebut, sedangkan Adara yang baru keluar dari kamar mandi belum juga menyadari keberadaannya. Perempuan itu mencengkram perutnya dengan salah satu tangan dan tangan yang lain memegang dinding untuk menjaga kesimbangan.

"Sekali lagi lo buat gue mual-mual nggak jelas hari ini, gue gugurin lo hari ini" Adara kembali bergumam, nadanya terdengar penuh kebencian.

"Apa hak lo? " Darma bertanya santai yang justru di respon keterkejutan oleh Adara. Perempuan itu hampir terjatuh jika saja kakinya tak bisa menahan keseimbangannya.

"Darma? " Kaget Adara bingung.

"Hm"

"Sejak kapan lo disini? Kapan lo balik?"

"Memangnya kapan gue pergi? "

Adara terdiam, ia tampak linglung. " Tapi lo kan seharusnya kerja"

"Harusnya siapa? " Ketus Darma, laki-laki itu lalu bangkit dari posisinya.

"Lo mau ngapain? " Adara menyilangkan tangannya di depan dada.

Darma mendengus, " Lo buka semua baju lo juga gue nggak selera, minggir! " Darma masuk kekamar mandi, menyenggol Adara sedikit. Moodnya sangat jelek sekarang, bahkan rasa kantuknya langsung hilang ntah kemana.

"Darma!" Adara membentak saat ia hampir tersungkur karena senggolan Darma itu.

Darma sendiri mengabaikan bentakan itu, ia seperti tak peduli, namun ketika pintu kamar mandi sudah tertutup sepenuhnya Darma langsung termenung. Apa Adara muntah-muntah karena kehamilannya? Apa sudah lama?  Apa ibu hamil memang seperti itu? Lalu kenapa ia tak tau?

Lagi.. Perasaan tak nyaman Darma rasakan. Ah, Darma benci perasaan ini.

---------

Adara yang masih berada di kebingungannya akan keberadaan Darma itu berpikir sendirian, melihat ranjang tempat tidur yang berantakan dan ada bantal disisi sebelahnya yang kusut seperti habis dipakai, Adara pun menyadari sesuatu. Darma tidur dengannya tadi malam.

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang