A6

1.8K 81 2
                                    

Darma menunduk ketika berhadapan dengan ayah mertuanya. Yah, mertua, karena pada fakta beberapa menit yang lalu ia resmi memperistrikan Adara, tentu saja dengan sedikit paksaan dan ancaman dari keluarganya.

"Setelah ini tolong pergi dari hidup Dinda dan jangan sekalipun kamu muncul lagi di keluarga saya, " Adipto berucap datar. Tak ada emosi berarti di nada suaranya. Seolah laki-laki tua itu sudah kehilangan empati dan juga hormatnya pada keluarga Kaindra.

Darma kian menunduk sampai lehernya bahkan terasa sakit, ia berucap maaf dengan sangat lirih yang tentu saja tak di gubris sama sekali oleh Adipto karena laki-laki tua itu langsung bangkit dari posisi duduknya ketika Darma akan kembali berbicara. Adipto tak mau dengar apapun dari mantan calon suami si bungsu itu.

"Papa, biar Darma antar ke depan" Darma ikut bangkit, mencoba mengejar ayah mertuanya itu. Mau bagaimana pun ia tetap menghormati Adipto sebagaimana ia menghormati ayahnya.

"Apa kamu bilang? " Adipto berbalik badan, menatap Darma tajam. " Papa? Siapa yang kamu panggil Papa Kaindra? " Tanyanya menekan.

Darma diam, ia bahkan tak berani untuk melangkah lebih dekat lagi.

"Saya bukan ayah mertua mu, dan saya merasa saya tak lagi begitu dekat dengan mu. Karena di detik ini juga, istrimu itu bukan lagi bagian dari keluarga ku. Jadi pungut dia karena kami sudah tak akan menerimanya" Adipto berucap tegas, matanya juga melirik kebelakangan tubuh Darma, dimana Adara berada. Si tengah Mahendra yang tau kalau tak di anggap keluarga lagi oleh ayahnya itu hanya tersenyum tipis. Tak menanggapi pengusiran itu dengan serius. Toh, ia juga tak lagi mau berhubungan dengan keluarganya lagi. Setelah mengatakan itu, Adipto melangkah pergi. Kepala keluarga Mahendra itu bahkan tak lagi memperdulikan sapaan  Surya yang kini telah menjadi besannya. Tampaknya, hubungan pertemanan, kekeluargaan dan juga jalinan bisnis mereka telah berakhir di detik itu juga.

Sepeninggal Adipto, suasana apartemen Darma itu pun langsung lengang. Hanya tersisa pasangan baru itu dan orang tua Darma. Namun tak ada satupun dari mereka  yang bersuara, Adara sendiripun tak berniat berbasa-basi untuk menyapa kedua mertuanya. Terlalu malas.

Pernikahan Darma dan Adara memang dilakukan tertutup, sangat-sangat tertutup. Itu mereka lakukan untuk menjaga kedua keluarga itu dari isu miring yang nantinya memprovokasi satu sama lain. Acara pengucapan pernikahan tadi pun hanya di hadiri oleh orang tua Darma dan juga Papa Adara serta dua orang lainnya yang merupakan sekretaris Darma dan juga asisten pribadinya. Tak ada yang spesial, bahkan Adara tak mengenakan riasan ataupun baju pernikahan apapun. Ia hanya memakai pakaian lengan panjang santai dan Darma yang hanya memakai kemeja kerja. Mereka seperti tak ada niatan lebih untuk membuat pernikahan itu berkesan, mengingat sebelumnya pun Adipto tak sudi datang untuk menikahkan keduanya. Tapi syukurnya laki-laki tua itu masih tau kewajibannya pada Adara.
Bisa di bilang pernikahan ini adalah pernikahan terburuk sepanjang masa kedua keluarga terhormat itu lakukan.

"Dara? "

"Ya, om" Adara mendongakkan kepalanya, menatap tanpa segan kearah Surya.

"Om minta maaf untuk apa yang di lakukan Darma sama kamu dan juga—Om sama keluarga Om minta maaf karena Darma kamu harus berseteru dengan ayahmu. Dan lagi, maaf karena belum bisa buat pernikahan kalian berkesan" Surya bersuara. Ayah dari Darma itu berkata dengan nada bijak, mau bagaimana pun masalah ini tetap di dasari oleh anaknya, maka ia berusaha sebisa mungkin menjaga hubungan baik dengan Adara setidaknya sampai cucunya lahir.

" Yah, uda kejadian juga kan om?" Adara berkata santai, tak memberi jawaban lebih.

Surya menghela napas, sedikit tak suka dengan cara bicara Adara yang cuek dan terkesan apatis. Seperti tak ada sopan santunya. Sangat berbeda dengan Dinda yang lembut dan sopan. Tapi, lagi-lagi Surya memlih diam dan tampaknya itu juga yang di lakukan oleh istrinya. Mereka tak mau membuat keributan yang lain.

"Lalu, setelah ini kalian kedepannya mau tinggal dimana? Dirumah atau di apartemen? " Tanya Surya lagi.

"Apartemen" Darma menyahut cepat. "Kami tetap tinggal disini nantinya"

Surya mengangguk. "Lalu rumahmu? "

Darma membuang muka, "Itu rumah untuk Dinda, bukan Adara"

Lagi, suasana menjadi hening. Adara pun mengedikkan bahunya tak peduli. Toh, ia disini tak merasakan kecemburuan sama sekali. Niatannya menikah dengan Darma hanya untuk menjatuhkan adiknya. Tak lebih. Jadi hal-hal seperti itu tak akan mengusik perasaannya. Bahkan mungkin, setelah Dinda nantinya semakin hancur dan depresi Adara akan melepaskan Darma kembali. Itu artinya ia akan menggugurkan kandungannya dan membuang Darma. Karena bagi Adara, Darma itu hanyalah sekedar alat balas dendam untuknya. Tak lebih sama sekali.

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang