A9

1.6K 85 3
                                    

Darma tak pulang malam ini, Adara menyimpulkan hal itu karena ketika ia terbangun dari tidur sore yang sudah kesorean itu Darma belum juga pulang. Padahal jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam lewat dua puluh. Setaunya jam pulang Darma adalah pukul lima sore, Adara tau karena Darma selalu mengantar Dinda pulung dulu. Selain itu, Kantor milik Darma memang memiliki batas jam kerja normal seperti itu, kecuali untuk beberapa karyawan yang memang lembur atau terpaksa lembur. Tapi kan, Darma tak mungkin lembur. Ia kan bosnya. Ah, tapi ntah lah. Lagian buat apa Adara pikir kan?  Bukan kah itu tak penting?

Adara berjalan santai menuju dapur sambil tangannya memijat pelipis nya yang pusing. Perempuan itu lalu membuka kulkas, menghela napas saat melihat tak ada makanan yang bisa langsung ia makan. Kulkas itu pun terlihat lebih kosong sekarang, padahal semalam terlihat penuh. Adara tak tau apa yang kurang tapi kulkas itu memang hampir seperti tak berisi, hanya ada sebaris telur dan juga beberapa macam daging mentah yang baunya membuat Adara segera menutup kulkas itu cepat. Ah, mual sekali. Bisik Adara pelan sambil berjalan ke pantri. Termenung karena lapar.

"Mie pun nggak ada? Ck, miskin banget jadi orang" Adara bergumam sambil menelungkupkan kepalanya ke meja pantri. Masih dengan posisi yang sama, Adara meraba kantung piyama tidurnya, membuka ponselnya, Adara menatap notifikasi yang menumpuk di layar bar, rata-rata berasal dari email. Ada membuka nya satu persatu, ia lalu mendengus. Notifikasi itu adalah notif pemblokiran semua kartu debitnya. Semuanya. Yah, semuanya. Tanpa terkecuali dan Adara langsung tau siapa dalangnya, sudah pasti Papanya kalau tidak yah abangnya. Hal-hal seperti itu sudah biasa Adara hadapi, ketika keputusannya tak sesuai keputusan keluarganya, papa nya akan langsung membloking semua kartu perbank kannya. Hal itu mudah di lakukan karena Adara masih berada dibawah pantauan keluarga Mahendra dan juga sebenarnya keluarganya memiliki usaha yang berkaitan erat denga perbank kan yang membuat hal-hal seperti itu menjadi hal yang mudah.

Ddrtt

Satu pesan masuk, Adara menatapnya tanpa ekspresi, perempuan itu lalu meletakkan ponselnya begitu saja di meja pantri sedangkan ia menelungkupkan kepalanya. Adara menangis tanpa suara dengan tangan yang meremas perutnya pelan. Hari itu, pertahanan nya runtuh begitu saja hanya karena sebaris kalimat singkat.

Papa (1)

Mulai detik ini, kamu bukan lagi anakku!

------

Darma pulang larut malam, laki-laki itu sempat mampir di Bar cukup lama dan tak bisa pulang cepat karena beberapa jam yang lalu ia masih dalam pengaruh alkohol, sulit rasanya mengendarai mobil dengan keadaan teler. Jadi ia memutuskan untuk beristirahat lebih lama di sana, menikmati musik berisik yang menyenangkan sebelum ia sadar dan beranjak pulang.

Pertama kali ia membuka pintu apartemennya, suasana gelap dan sunyi lah yang ia dapat. Ah, apa Adara tak menghidupkan lampu? Darma melangkah semakin masuk, ia berniat untuk tak peduli dan berbaring tidur di sofa namun ketika matanya menangkap cahaya diarea dapur ia pun mengurungkan niatnya.

Apa Adara minum Bir lagi? Ah, tidak mungkin, seingatnya Darma sudah membersihkan kulkasnya tadi pagi, membuang semua makanan instan dan juga minuman keras miliknya untuk menggantikannya dengan Sayur juga daging. Jadi tak mungkin kan Adara kembali minum seperti semalam?

"Dara? " Panggil Darma ketika mendapati Adara di meja pantri, sepertinya tertidur.

"Dara? " Lagi, Darma memanggil, namun tak juga mendapat jawaban dari si empunya.

Darma mendengus, berusaha untuk tak peduli. Tapi ntah mengapa ketika ia berbalik badan untuk pergi rasanya hatinya merasa janggal. Menghela napas kasar, Darma pun menghampiri Adara.

"Dia nangis? " Darma bertanya pada dirinya sendiri,  laki-laki itu lalu melirik ke ponsel Adara, rasa penasarannya memuncak. Apa hal yang bisa membuat seorang Adara yang bengis ini menangis?

Mencoba peruntungan, Darma membuka layar ponsel Adara dan hal yang mengejutkannya adalah ponsel Adara tak memiliki sandi keamanan sama sekali.  Dan room chat dengan nama kontak Papa lah yang langsung ia dapat.

Darma menahan napasnya, ia lalu melirik Adara. Ah, kenapa rasa tak nyaman kembali mengganggu hatinya.

AntagonisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang