"PENCURIII!"
Kepala Dapur berlari tergopoh-gopoh mengejar perempuan berkuncir kepang karena telah mencuri jatah roti didapur. Tubuhnya yang gempal hampir berbobot dua kuintal terlihat kelelahan. Nafasnya putus-putus. Lututnya nyeri luar biasa.
Wajahnya memerah penuh amarah saat mendengar tawa mengejek khas remaja masuk kedalam telinganya.
Dia mencoba untuk mengangkat tubuhnya. Rok dijinjing hingga lututnya terlihat. Gigi Kepala Dapur bergemeletuk. Dia melepas sepatu botnya, mengangkatnya tinggi-tinggi.
Pengalaman menjadi pelempar surat kabar saat dia masih muda dan tentu saja kurus. Kepala Dapur itu dengan mudah membidik kepala (y/n).
Sepatu bot itu terlontar dengan kekuatan penuh. (y/n) berbalik dia terjatuh, hampir saja kepalanya kena sol sepatu bot yang kerasnya hampir menyerupai batu.
Roti yang sudah dia gigit jatuh di perutnya . Jantungnya lepas ke perut. Menatap dengan ngeri sepatu bot milik Kepala Dapur yang menancap kuat di batang pohon.
Menancap, bukan karena dipaku hanya karena lemparan Kepala Dapur yang kuatnya melebihi lontaran karet ketapel (y/n). (y/n) menelan ludah susah payah. Dia mendongak sambil tersenyum canggung berharap ampunan dari Kepala Dapur yang berhasil mengejarnya.
Uap keringat mengelilingi tubuh gempalnya, memblokir cahaya matahari di depan (y/n). (y/n) terpejam saat Kepala Dapur menjulurkan tangannya dengan telapak tangan yang sebesar itu akan mudah meremas kepala (y/n) hingga pecah. Namun, bukan itu yang dilakukan oleh Kepala Dapur. Jari jempol dan telunjuknya menarik telinga kanan (y/n), memelintirnya hingga sang empu meringis kesakitan.
"kau akan aku bawa ke kapten Levi. Sudah tujuh kali kau mencuri dalam waktu empat hari ini."
"kurasa delapan kali."
Mata Kepala Dapur melotot mengerikan ketika (y/n) membantah dengan nominal yang lebih besar. Dia menyeret (y/n), menghiraukan kalimat-kalimat memohon ampunan dari bocah yang tidak tahu tata krama itu. Kepalanya sudah pening disuruh memasak dengan jatah bahan sedikit. Sejak pencuri ini datang semua jumlah makanan yang sudah dia siapkan untuk para petinggi pasukan pengintai dan anggota-anggota lainnya menjadi kurang.
"aduh-aduh! Jangan pakai kuku, kumohon."
Bukanya mendengarkan keluhan (y/n). Kepala Dapur sengaja menancapkan kuku panjangnya ditelinga (y/n) hingga berdarah. Perjalanan dari lengan hingga ruang kerja Levi yang ada di gedung utama lantai dua terasa jauh. Ini bukan kali pertama (y/n) masuk ke ruangan Levi dengan masalah. Sudah banyak masalah-masalah yang dia lakukan yang membuatnya keluar masuk dari ruangan itu.
Takut? Dia sudah biasa dimarahi. Dari semua orang yang pernah memarahinya. Ibunya menjadi peringkat kedua dan Hanji peringkat pertama. Wanita dengan sebelah matanya yang cacat itu saat benar-benar mengerikan ketika marah. seakan semua oksigen sekitar (y/n) menghilang. Matanya berkilat buas seperti akan menelannya hidup-hidup. Itu pendapat (y/n) setelah apa yang dialami saat pasukan pengintai masih di distrik shiganshina bersamanya.
Untuk sekarang karena kenaikan jabatan. Hanji sibuk dengan urusannya di tembok sina. Dia jarang ke markas pasukan pengintai yang menjadi kesempatan (y/n) bisa melakukan hal yang disukai. Meskipun, hal yang dia sukai kadang malah membawanya dalam masalah.
"jangan kabur kau!" Kata Kepala Dapur.
(y/n) melipat tangan didepan dada dengan telinganya masih di jewer oleh Kepala Dapur.
"masuklah." Sahut suara dari dalam.
Kepala Dapur langsung memutar knop pintu. Bau cairan pembersih mendominasi ruangan Levi. Buku-buku dan kertas menumpuk namun ditata dengan rapi. Levi duduk tenang tidak terlihat kaget dengan pemandangan yang ada di depannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haleine (AOT X READER)
FanfictionSetelah (y/n) keluar dari penjara, Hanji mengangkatnya sebagai kadet pasukan pengintai. Dia dipilih tanpa ujian seleksi yang membuatnya mendapatkan intimidasi dari teman-teman sejawatnya. Karena terus-menerus diejek, (y/n) hilang kendali dengan em...
