Levi menatap pening daftar nilai latihan (y/n) ditangannya. Dimana otak jeniusnya saat ujian masuk kemarin. Nilainya anjlok jauh sekali dibandingkan dengan nilai diujian sebelumya.
Dengan helaan nafas panjang, matanya terpejam. Levi mencoba untuk tidak marah.
"Pasukan pengintai bukan tempat untuk main-main." Kata Levi.
(y/n) berpaling menatap luar jendela.
"kau mendengar yang barusan aku ucapkan?"
Bibirnya terbuka sedikit, "ya." Jawab (y/n) malas.
Levi membuang kertas nilai itu ke depan meja. Kertasnya melayang jatuh sejengkal didepan sepatu (y/n). (y/n) menunduk melihatnya. Di bawah rata-rata. Jelek semua.
"boleh aku keluar sekarang?"
Kapten menatapnya tajam. Gurat jengkel bercampur lelah tergambar jelas diwajah Levi. (y/n) tidak betah melihatnya dan memalingkan wajah lagi. pemandangan luar jendela lebih enak dilihat daripada tampang masam Levi.
Kadet seangkatannya sudah bersiap untuk pulang ke rumah masing-masing. Mereka berbondong-bondong pulang dengan tas besar dipunggung. Senyum tawa merekah dibawah sinar matahari pagi.
Kaya ada diantara kerumunan itu. Dia sudah punya teman baru. Padahal (y/n) berharap bisa berteman dengannya. Dia ingin kaya menjadi teman pertamanya disini. namun, setelah berbulan-bulan lamanya. (y/n) kesulitan mengakrapkan diri pada siapapun.
Dia merasa dimanapun dia tinggal. Dia tetap akan sendirian.
Bedanya disini dengan di shigansina hanya dia bisa makan makanan hangat dari kepala dapur. Kepala dapur selalu membuatkan sup hangat dan roti yang baru keluar dari pemanggang untuknya. Jumlah tikus mondok yang merusak kebun sudah banyak berkurang.
Kepala dapur dan beberapa koki yang memasak untuk pasukan pengintai berterima kasih pada (y/n). karena hasil panen kabun bisa maksimal. Dan mereka bisa memasak lebih banyak prosi serta menu yang beragam. Tidak lagi sup bawang dan roti saja.
Setidaknya, disini dia tidak kelaparan seperti saat di shiganshina. (y/n) merasa beruntung akan itu. Meskipun, dia tetap sendirian. Selama perutnya keyang, dia tidak mempermasalahkannya.
Ada kadet yang dijemput oleh orang tuanya. (y/n) berlari ke jendela melihatnya. Mereka datang dengan kereta kuda yang bisa dibilang cukup mewah untuk kalangan kelas bawah. Pakaian yang dipakai juga terlihat halus. (y/n) tidak bisa melihat wajah ibu kadet itu karena terhalang oleh topi yang dia pakai.
Gaun indah yang dipakainya terlihat mencolok diantara orang-orang didepan gerbang. Tangan lentik berbalut sarung tangan itu ditepis oleh anaknya. Uluran tangannya hanya mengambang diudara. (y/n) langsung menarik kepalanya saat wanita itu mendongak menatapnya.
Tanpa (y/n) sadari Levi telah berdiri dibelakangnya. Dia tidak sengaja menubruk tubuh Levi. Dari sorot matanya, Levi juga ikut mengamati kejadian diluar jendela.
(y/n) melangkah ke kanan dua kali menjauh. Dia tahu nilainya memang buruk karena seringnya dia membolos. Dia juga merasa belajar tidak ada gunanya untuk dirinya sendiri. apa tujuan dari semua pelajaran yang dia pelajari. Hanya sebentar ibunya membantunya belajar membaca sebelum titan menyerang. dan, akhirnya ibunya pergi meninggalkannya dengan rowan.
Di shiganshina bisa membaca itu tidak penting. Titan tidak bisa dikalahkan hanya dengan bisa membaca. Titan bisa dikalahkan dengan senjata.
"kau berpikir seperti itu karena kau belum pernah masuk ke kelas yang mengajarkan strategi bertahan hidup." Kata Levi.
"aku tidak mempelajari itu seumur hidupku. Buktinya, dari semua anak terlantar, hanya aku yang masih hidup."
"kau harus mengikuti peraturan ditanah yang kau pijak, (y/n)." entah mengapa, Levi sendiri juga tidak menyadarinya, suaranya berubah agak lembut. Dia terkejut dengan perubahan sikapnya ini. namun, dia tidak bisa mengekpresikannya dengan baik. Malah wajahnya semakin suram, gelap, dan mengancam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Haleine (AOT X READER)
FanficSetelah (y/n) keluar dari penjara, Hanji mengangkatnya sebagai kadet pasukan pengintai. Dia dipilih tanpa ujian seleksi yang membuatnya mendapatkan intimidasi dari teman-teman sejawatnya. Karena terus-menerus diejek, (y/n) hilang kendali dengan em...