chapter 9

222 29 3
                                    

Lilitan kapas menyumpal lubang hidung (y/n) yang mimisan. ruang kesehatan itu hening selama beberapa saat. Kemudian helaan nafas terdengar berat.

"apa yang hilang?" tanya jean.

(y/n) menunduk dalam, mendongak menatap jean, dan menunduk lagi.

"lukisan ibuku."

Dari jendela awan hitam mulai berarak menutupi matahari. Angin kencanng mulai bergemuruh, menghantam kaca jendela. Sebentar lagi turun hujan. Jika, lukisan itu terkena air, tintanya akan luntur.

(y/n) sedikit merasa pening dibagian depan kepalanya. akibat mimisan mendadak.

Selama tinggal ditembok rose, baru ini dia mimisan lagi. darah merah kental mengalir begitu saja dari hidungnya. Dia yakin hidungnya tidak pernah terbentur keras sampai patah. (y/n) penasaran darimana darah mimisannya ini keluar begitu banyaknya sampai mengotori bagian depan seragamnya.

Dia ikut menghela nafas. Kapten levi pasti akan memarahinya lagi.

Dua orang dalam ruangan itu menghela nafas bersamaan. Hujan turun membuat kabut yang menutup lapangan. Jarak padang menjadi pendek. Latihan terpaksa dihentikan dan semua kadet masuk ke kelas untuk belajar materi baru.

Jean melirik (y/n) yang duduk dengan tatapan kosong. Bibirnya mengering. Ada noda tanah dipipi kanannya. Dengan kondisinya seperti ini. jean yakin, (y/n) pasti lupa dengan kelas hari ini. padahal yang mengajar adalah kapten levi. Jika, membolos dikelasnya, entah hukuman apa yang akan kapten levi berikan.

"sebenarnya, aku kangen rumahku yang ada di shiganshina."ucap (y/n) lirih. "kedengarannya, sudah gila. Aku seperti orang yang tidak tahu terima kasih."

"itu hal biasa. Bukan gila."

"ya, itu gila."

"kadang-kadang aku juga kangen rumahku."

(y/n) menatpnya lurus, "benarkah?"

"ya," jawab jean. "ibuku selalu memasak telur omelet setiap kali aku pulang."

"itu karena makanan kesukaanmu."

Jean berpaling, pipinya agak merona merah. "bukan begitu." Dia menyangkal omelet adalah makanan kesukaannya. Karena makanan itu terdengar seperti makanan anak-anak. Bukan pria dewasa sepertinya.

"lupakan saja."

***

(y/n) membuang kapasnya yang bernoda darah mimisan ke tempat sampah. Hidungnya sudah disumpal empat kali hingga mimisannya berhenti. Lonceng berdenting keras menandakan makan siang.

hujan sudah mulai reda. Jean mengajaknya untuk ke kantin untuk makan siang bersama dengan kadet lain. Namun, (y/n) menolaknya.

Jean mengamati dari kadet-kadet lain saat melihat (y/n). mereka seakan menjaga jarak dengan (y/n). menjauhinya karena (y/n) pernah masuk penjara. Entah bagaimana berita itu menyebar. Banyak kadet sudah tahu dan lagi ide hanji yang menutup asal (y/n) dengan mengatakan dia berasal dari kota bawah tanah. Berita-berita itu semakin membuat jean yakin. Kadet jadi enggan untuk dekat dengan (y/n).

Oh, jangan lupakan kejadian kemarin. Jean tidak habis pikir. Kenapa (y/n) sebar-bar itu. Hanji mengatakan sifat itu tumbuh sebagai pertahanan diri (y/n) saat tinggal sendirian di shiganshina.

"dia terlalu lama tinggal sendirian. Terlalu canggung berinteraksi dengan orang lain. Dan, malah bertindak berlebihan karenanya."

"kau tunggu disini. aku akan kembali lagi nanti."

***

Setelah itu jean datang membawa dua roti, semangkuk sup jamur, dan empat batang asparagus tumis. (y/n) makan dengan lahap. Tanpa ada percakapan. Hanya atmosfir canggung yang memenuhi ruangan itu dan debaran jantung dan wajahnya yang merona merah.

Haleine (AOT X READER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang