chapter 18 || Kediaman Adipati

1.6K 103 0
                                    


Sebelumnya:

'ayo je, positif thinking aja. Mungkin itu cuma temen' - Jean

____________________________

Happy Reading
.
.
.
.
.

"Lelah dengan harapan kau tak mungkin ku dapatkan tentang perasaan tak bisa dipaksakan~" saat ini Naren tengah mengepel lantai kamarnya sembari menyetel musik dan bernyanyi meskipun suaranya pas-pasan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Lelah dengan harapan kau tak mungkin ku dapatkan tentang perasaan tak bisa dipaksakan~" saat ini Naren tengah mengepel lantai kamarnya sembari menyetel musik dan bernyanyi meskipun suaranya pas-pasan

ia lalu menggunakan ujung pel guna menjadi mic untuknya bernyanyi, "aku ingin kamu, tapi kau tak mau, jangan jangan paksa aku untuk membencimu~" ia terus bernyanyi sampai tidak sadar sedari tadi ada orang yang tengah memperhatikannya

"aduh anak jejaka, pantesan rumah ini geter. Ternyata kamu lagi nyanyi toh" ucapnya yang tidak lain dan tidak bukan adalah Wita

"papi sirik aja sama suara Naren yang merdu"

"iya merdu, merusak dunia. Kasian tetangga dengerin suara kamu"

"papiii"

Wita tertawa, ternyata cukup menyenangkan menjahili anak sendiri "udah selesai kan ngepelnya? Yaudah cepet turun kita sarapan. Kasian papa nungguin kamu" setelah mengatakan itu Wita pun pergi meninggalkan Naren yang masih memegang pel

Naren tersenyum simpul, "papa pasti tanya-tanya tentang sekolah, hadeh..."

***

"Sekolah kamu gimana dek? Udah bolos berapa kali?" Tanya Yuta mengingat anak semata wayangnya ini selalu bolos pelajaran di sekolah sebelumnya

Naren menghela nafas, baru juga ia duduk tapi sudah diintrogasi saja, "Naren ga bolos kok pa, beneran" balasnya

"terakhir kali juga kamu bilang begitu"

"itukan dulu, sekarang mah beda. Tanya aja Harsa"

"Harsa kurang bisa dipercaya kalo soal beginian" ujar Wita menimbrung obrolan suami dan anaknya dengan mulut yang terus mengunyah roti

"ck yaudah tanya guru Naren aja"

"guru kamu kan ga cuma satu"

Naren menatap malas Yuta, kenapa papa ini sangat menyebalkan, "ish terus papa maunya apa? Tanya Jean?" Ceplosnya tanpa sadar

"ide bagus, coba papa minta nomer dia"

oh tidak, kenapa ia harus menyebut nama Jean. Naren menepuk bibirnya

'mulut lo kenapa ga bisa di kontrol sih Naren'

"hehehehe ga usah ya pa, Jean pasti sibuk. Kan dia ketua osis"

"oh kalo gitu makin bagus. Udah mana sini nomernya" baiklah, sepertinya Naren tidak bisa melakukan apapun selain memberikan nomer telpon si ketua osis itu.

doakan saja semoga Jean sedang sibuk dengan organisasinya atau paling tidak ia sedang pergi bersama teman temannya. Yah kita doakan saja

***

Satu jam berlalu, Jean sudah datang di
kediaman Adipati. Jean masuk kedalam rumah dengan menenteng dua buah plastik berisi martabak manis dan asin

"pagi om" sapa Jean dengan ramah dsn langsung disambut baik oleh Yuta dan Wita sebagai tuan rumah. Berbeda dengan mereka, Naren justru memperlihatkan raut wajahnya yang masam

kenapa doanya tak terkabul?

Naren kan belum siap bertemu dengan Jean!!

matanya melirik martabak yang sudah berada di atas meja, terlihat begitu menggiurkan, "lo pagi-pagi begini beli martabak dimana?" Tanyanya dengan wajah jutek

Jean menoleh dan melihat Naren, "deket alun-alun, kebetulan baru buka. Lo mau?" senyuman terukir di wajahnya yang tampan, membuat Naren mati-matian menahan salah tingkahnya

'aaaaaaaaaaa papiiiiii Jean ganteng banget'

Inikah yang namanya belum siap bertemu?

Naren berdehem, "enggak, gigi gue lagi sakit" balasnya, padahal Naren sangat ingin mencoba martabak manis itu, tapi apalah daya. Selain karena giginya sakit, Naren juga malu

Wita melirik sang anak, karena tingkat kepekaannya sangat tinggi jadi ia tau bahwa saat ini Naren sedang salah tingkah. Ia tersenyum jahil

Wita berdehem, "Pah, ada yang lagi salting nih" ucap Wita melirik Naren dan menaik turunkan alisnya. Naren yang sudah malu sekarang tambah malu, aduh terlihat sangat menggemaskan apalagi rona merah di pipinya

sementara Yuta hanya geleng-geleng kepala, sudah biasa ia melihat hal seperti ini. Sedangkan Jean tersenyum tipis, jika hanya tersenyum bisa membuat Naren salah tingkah, bukankah itu artinya ia masih punya kesempatan?

dua puluh menit berlalu, setelah Yuta mengobrol dan bertanya-tanya tentang absensi dan perilaku Naren di sekolah, Jean lalu meminta izin untuk berbicara berdua dengan Naren

awalnya Naren sempat menolak, namun akhirnya ia mau. Dan disinilah mereka, di taman belakang kediaman Adipati.

Bunga-bunga yang bermekaran di taman itu tampak sangat cantik, jangan lupakan pepohonan rindang yang ada di samping taman, menambah kesan asri pada rumah keluarga bapak Yuta

mereka duduk di salah satu kursi yang ada di sana, keduanya sama-sama terdiam. Sampai akhirnya Jean membuka suara

"Na, gua minta maaf kalo ucapan gua waktu itu bikin lo ga nyaman" ucapnya, tapi Naren masih diam tak bergeming, "tapi, semua yang gua ucapin itu bener-bener apa adanya. Gua serius" lanjutnya

jujur saja Naren agak kaget mendengarnya, ia tidak menyangka Jean akan membahas hal itu, "gue bingung Je, gue masih belum bisa percaya sama lo" ucapnya dengan kepala menunduk, ia tak mampu untuk sekedar menatap wajah Jean

Jean menatap Naren lamat-lamat, lelaki tampan itu menghela nafas, "sekarang lo ga harus percaya, tapi gua bakal buat lo percaya walaupun bukan sekarang" tangannya terulur menarik dagu Naren agar menatapnya. Ia tersenyum tipis


"kasih gua kesempatan ya?"


bagaimana ini? Haruskah Naren percaya?





____________________________________________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


____________________
________________________________

To be continued

zii 🐝
________________________________
_____________________

Mantan || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang