chapter 15 || Teman ribut

1.6K 121 0
                                    

Sebelumnya:

"gue takut kalo dia cuma jadiin gue pelampiasan" - Naren

___________________________

Happy Reading
.
.
.
.
.

Malam begitu sunyi, sesunyi hati dan pikiran Harsa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam begitu sunyi, sesunyi hati dan pikiran Harsa. Lelaki manis itu menatap kosong dinding kamarnya, seolah dinding tersebut lebih menarik daripada ponselnya yang sedari tadi bergetar dengan menampilkan banyak notifikasi dari nomor orang yang selalu ia rindukan

Johnny dan Tian, yaitu kedua orangtuanya

Harsa melempar ponselnya ke kasur, ia mengacak rambutnya prustasi. Ah hari yang sangat menyebalkan, lebih baik ia keluar sebentar

pemuda berkulit Tan itu berjalan keluar dari kamar lalu menuruni tangga. Ketika hendak berjalan menuju pintu keluar, tiba-tiba terdengar suara yang sangat ia kenal

"mau kemana lo malem-malem gini?" Tanya Hendry dari arah dapur

"mau keluar bang, cari angin"

"yakin cuma cari angin?" Hendry kembali bertanya, ia tau jika adiknya itu memiliki alasan lain.

Harsa menghela nafas, Hendry memang tidak bisa dibohongi jika tentang keresahannya, "gue pergi dulu"  Harsa hendak melangkahkan kakinya keluar tapi suara Hendry menghentikan langkahnya sejenak

"baliknya jangan kemaleman, inget masih ada gua yang nyariin lo kalo lo gada di rumah"

Harsa tersenyum simpul tanpa berbalik, lalu kembali melanjutkan jalannya.

***

Di jalan yang sepi dengan lampu yang menghiasi jalanan aspal tersebut. Terlihat seorang lelaki tengah berjalan di atas terotoar dengan pandangan kosong

lelaki tersebut adalah Harsa, ia berjalan sendirian tanpa ada yang menemani. Ia juga tidak membawa kendaraan ataupun ponsel karena memang Harsa ingin sebuah ketenangan tanpa mendengar kebisingan dari berbagai macam jenis kendaraan dan bunyi ponsel yang membuatnya pusing.

Lihatlah, Harsa yang selalu usil, Harsa yang selalu ceria, Harsa yang selalu tertawa kini terlihat begitu menyedihkan.

'apa mereka bakal peduli kalo gue mati?'

asik dengan pikirannya tanpa sadar ada sebuah kendaraan yang berhenti di sampingnya, membuat Harsa yang sedang berjalan pun ikut berhenti dan melihat si pengendara motor dengan wajah kebingungan

pengendara itu melepas helm yang ia pakai, "ngapain lo disini malem-malem?" Ucapnya, Harsa menatap datar orang tersebut. Ia sedang tidak ingin di ganggu, tapi kenapa malah muncul si pengganggu?!

"lo sendiri ngapain disini Markonah?" Ya benar, pengendara tersebut adalah Marko si ketua basket atau lebih tepatnya teman ribut Harsa

"gua cuma jalan-jalan, cari angin"

"ya gue juga sama"

Marko melihat wajah Harsa dengan seksama, ia menopang dagunya mengamati wajah Harsa yang terlihat kusut bak benang layangan, "hmm muka lo muka orang yang lagi banyak masalah" ujar Marko yang berhasil memancing emosi Harsa

"muka gue emang muka banyak masalah, ga kaya muka lo yang bener-bener bermasalah!" sarkas Harsa, mulutnya memang pedas kalau sedang tidak mood

ah tidak-tidak, kalau sedang mood pun ucapan Harsa tetap pedas.

"ganteng begini dibilang bermasalah"

"emang bermasalah"

Marko terkekeh, "btw lo mau kemana? Ada tujuan ga?" Tanyanya, ia menatap wajah Harsa yang tampak manis. Padahal mereka selalu bertemu, tapi kenapa baru sadar kalau Harsa semanis ini?

"bukan urusan lo"

"aelah, kalo gada tujuan mah mending ikut gua. Sekalian jalan-jalan, cari makan"

"gue ga yakin sama lo" Harsa memicingkan matanya, menatap Marko penuh curiga. Tumben sekali dia begini, biasanya saja wajahnya datar apalagi kalau sedang merazia dan menghukum siswa yang bolos.

Apakah dia benar-benar Marko?

Marko mengerti dengan tatapan Harsa, "gua ga bakal nyulik lo" ia menatap datar Harsa, adik temannya ini memang selalu berprasangka buruk padanya.

Harsa hendak menolak, tapi perutnya berbunyi. Sial! Kenapa perutnya harus bunyi sekarang!

"laper kan lo? Ga usah banyak drama deh, cepetan naik"

Harsa berdecak, "iya iya" Marko mengulas senyum, setidaknya hari ini ada yang menemani ketika ia sedang sedih dan kesal karena sang ayah, meskipun dengan teman ributnya

Harsa sudah naik ke jok penumpang, Marko segera memakai helmnya.

"pegangan dek, ntar lo terbang haha"

Harsa memukul punggung Marko, "lo kira gue kertas? Udah ah cepetan, gue laper" sempat meringis dan ingin protes tapi niatnya itu ia urungkan, Marko tidak ingin memperumit masalah.

Iapun menjalankan motornya, melintasi jalanan kota yang begitu sepi. Angin malam menerpa wajah Harsa, membuat sensasi tersendiri. Untuk sekarang perasaannya sedikit lebih tenang

"Sa, mau makan apa?" Tanya Marko

Harsa tampak berpikir "Nasi Padang lah ayo"

"Nasi goreng aja"

"orang gue maunya naspad"

"males ngantri guanya"

"gerobak nasgor lebih rame"

mereka terdiam sejenak, "geprek aja lahh!!" Ucap keduanya secara bersamaan, Marko sedikit menoleh kebelakang guna melihat Harsa begitupun dengan Harsa yang melirik Marko

tawa keduanya pecah, mereka tak menduga akan mengatakan hal yang sama. Mereka yang selalu bertengkar dan berdebat ternyata bisa akur juga walaupun mungkin hanya sesaat

 Mereka yang selalu bertengkar dan berdebat ternyata bisa akur juga walaupun mungkin hanya sesaat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

______________________
________________________________

To be continued

zii🐝
__________________________________
_____________________

Mantan || NominTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang