Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Selain menjadi saksi bisu atas segala penderitaanku, ternyata Braga juga pernah ikut serta dalam menyaksikan pertemuan kita, ya?"
— Bandung 13 April
Bagi sebagian orang, Bandung merupakan salah satu kota sempurna yang penuh warna.
Akan tetapi, bagaimana dengan sebagian jiwa yang memendam banyak luka didalamnya?
Ini tentang Bandung, dan seorang remaja perangkul lara berusia 17 tahun.
19 Januari✧
"Mah liat...! Mamah nerbangin semua bunga bunganya! Indah banget mah...!"
Seorang wanita berusia 30 tahun itu tidak menghiraukan teriakan bocah laki laki yang kini berada dalam gendongannya. Ia tidak bisa berfikir jernih. Yang ada dalam benaknya hanyalah jalan keluar untuk putra pertama nya.
Disaat alam sedang menebarkan keindahannya, ia justru malah sibuk mencari kebebasan, dan ketenangan untuk keduanya.
"Mamah?" Panggilnya lagi.
"Iya sayang, mamah sudah melihatnya. Sangat cantik bukan?" Balas wanita itu, mencoba tersenyum hangat kepada sang anak
"Iya, cantik kayak mamah"
Wanita itu terus berlari tanpa letih memandang ritme nya. 'Ternyata gubuk itu memang masih ada.'
Brakkk
"Eh kenapa mamah nendang pintunya?"
"Mah! Mamah mau kemana...!" Teriak bocah tersebut. Berusaha memanggil sang ibu yang tengah sibuk mencari senjata untuk diselipkan kedalam jaket yang dikenakannya.
Sementara orang yang ia teriaki barusan kembali memberhentikan langkahnya sejenak, kemudian berbalik menghampiri sang anak yang terlihat kebingungan
"Mamah kenapa nangis? Kenapa tadi kita harus lari lari?"
"Kenapa mamah mau tinggalin Raja di gubuk ini? Raja mau ikut mamah, disini serem... Raja gak mau disini, Raja takut gelap mah, jangan tinggalin Raja sendiri..."
Lidah wanita itu mendadak kelu untuk sekedar bergumam. Tanpa minat berkata sepatah kata pun, wanita cantik itu hanya memeluk erat anaknya, penuh ketakutan.
"Mamah memiliki urusan yang sangat penting sayang, bisakah kamu mengizinkan mamah pergi sebentar, hm?"
Bocah itu menatap netra yang senantiasa memandanginya, kemudian mengusapnya lembut "Kalau cuma sebentar, kenapa mamah harus nangis?"