BAB 12 • Dua tragedi

1.6K 139 4
                                    

Dari kejauhan jalan, terlihat seorang remaja yang kini tengah bersandar di balkon kamar, meratapi sebuah figuran berukuran sedang didalam dekapannya.

Sayup terdengar banyak kicauan burung yang melintasi indra pendengaran, bersamaan dengan itu, warna senja kian semakin mengental. Ikut menemani rasa hangat dan pilu dari sekumpulan jiwa jiwa yang dibaluti kerinduan.

"Mah..."

Tes

Figuran itu langsung ia remat dengan erat. Tidak rela jika harus terlepas dari pandangannya walau hanya sekejap.

"Raja kangen..."

"Mamah udah nggak ngerasain sakit lagi, kan?"

"Paren pernah bilang sama Raja, katanya mamah ditemukan didalam koper. Apa itu benar mah?"

"Siapa yang ngelakuin itu semua...?"

Pemuda itu terus menatap lekat wajah cantik yang tengah menggendong seorang bayi laki-laki didalam dekapannya.

"Raja sendirian mah..."

"Bahkan disaat Raja sedang berada ditengah kerumunan, Raja tetap merasa kesepian."

-

"Pah, Alsa dan Rea belum juga pulang. Mamah khawatir."
Biara dan Rendra pulang lebih awal hari ini, namun saat mereka sampai dirumah, ternyata kedua anak perempuannya masih belum pulang.

Pikiran keduanya mulai berkecamuk.

"Pah... Gimana ini..."

Rendra berfikir sejenak sebelum akhirnya menghela nafas pasrah

"Biar papah yang jemput mereka"

Sementara di sisi lain, Rea sedang berada di sebuah bangku taman, ia merenung tanpa melakukan apapun selama kurang lebih 2 jam.

Entah kenapa, perasaannya sangat gelisah.
Ia seolah mencemaskan suatu hal tanpa sebab yang jelas.

"Perasaan apa ini..."

Ia terus mengulangi perkataan itu, menatap jam di ponselnya, kemudian terdiam lagi.

"Huft udah sore ternyata"

Setelah merasa sedikit lega, ia memutuskan beranjak dari tempat duduknya, kemudian berjalan menyusuri jalanan yang sangat sepi sekali.

Ia melewati sebuah gang agar lebih cepat menuju jalan raya, namun saat ia melewati gang sepi, ia malah dipertemukan dengan sekolah yang ditempati adiknya, Alsa.

"SMA Cakrawala? Jadi Alsa sekolah disini?"

Rea mengangkat bahunya acuh, kemudian terus berjalan menyusuri kawasan yang cukup gelap itu.

Sekolah itu sudah sangat sepi, karna pastinya semua murid telah pulang sedari tadi.
Rea tak henti hentinya menghela nafas berat. Ia yakin ia akan dimarahi karna pulang terlambat.

Matanya terus berkelana menelusuri kawasan sepi itu, untuk berjaga-jaga.
Namun, netranya malah dikejutkan dengan pemandangan yang sangat mengerikan.

Di sebuah tong sampah besar, ia melihat sebuah tangan dan kepala yang melambai keluar. Wajah dan tangan itu sudah tidak berbentuk sempurna. Bahkan, kulitnya sudah berlumuran cairan merah pekat.

"T-tolong" Lirih sosok itu, yang diduga ternyata seorang laki-laki.

Rea termenung, ragu untuk menghampiri nya. Tapi dia juga tidak bisa meninggalkan nya begitu saja. Tanpa fikir panjang, Rea berlari menghampiri tong sampah tersebut.

Kemudian tepat saat itu juga, netra yang terbuka sedikit itu langsung bertatapan dengannya. Entah kenapa, Rea justru merasakan sebuah perasaan yang tidak bisa ia jabarkan.

19 JANUARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang