03. Boneka Misterius

129 77 21
                                    

“Fotoin gue dong, Ar,” pinta Zafeer.

“Mau di fotoin di mana nih?”

“Di sana,” ujarnya sembari mengarahkan jari telunjuk ke boneka gantung. Bola mata gadis itu membulat sempurna menatap lekat ke arah boneka itu.

“Yang bener lo?” tanya Aruni melongo.

“Iya, pacar Pangeran,” balas pria berpakaian pramuka itu dengan wajah malas.

“Mau fotoin nggak nih?”

Aruni berdiri mematung di tempat, menyadari kejadian tiga hari yang lalu. Ia melamun. Pikirannya kosong. Zafeer melambaikan tangannya ke wajah Aruni. Namun, gadis itu tidak merespons.

“Ar?” Percobaan pertama gagal. Sekarang percobaan kedua. “Ar?”

Kedua alisnya hampir menyatu, memperhatikan tingkah laku gadis ini. Kenapa tidak seperti Aruni yang ia kenal? Zafeer dibuat heran dengan tingkah laku aneh Aruni. Bibir gadis itu pucat. Tangan dan kakinya gemetar. Tidak seperti biasanya.

“Ada apa, Ar?”

Pria berkulit kuning langsat. Berpakaian pramuka lengkap dengan atribut itu mendekat. Kemudian, memeluk gadis malang ini.

“Ar? Lo kenapa? Gue sedih liat lo kayak gini, udah tiga hari ini loh, lo nggak seceria dulu,” lirih Zafeer.

Ia begitu iba melihat sahabat perempuan satu-satunya ini. “Ar, bilang ke gue sekarang juga, siapa yang udah bikin lo kayak gini?”

“Gue ini sahabat lo dari zaman kita masih jadi bocah ingusan loh,” kata Zafeer yang berhasil menusuk hati kecil Aruni. Seperti semacam habis teriris p*sau tajam. Lamunannya pun buyar seketika.

“Gue tau lo, Ar. Lo pasti ada yang disembunyikan dari gue, ‘kan?”

“Feer?” gadis itu memang kadang tidak fokus. Dirinya menatap bola mata milik Zafeer.

“Maafin gue, Feer, gue nggak bisa cerita.”

“Gue bakalan sakit, kalau sahabat gue sakit juga!” titah Zafeer. Pelukan sahabat memang tidak bisa menyelesaikan masalah. Tapi, rasa sayangnya bisa menyalurkan kekuatan dan membuat hati menjadi lebih tenang.

Pangeran berdehem, pria ini sedari tadi menatap tajam interaksi Aruni dan Zafeer. Apa akan terjadi perang ketiga?

“Maaf, Ran, gue nggak maksud ...,”

“Iya. Gue tau,” potong pria itu dengan ekspresi yang masih datar.

“Ayo, Sayang,” ajak Pangeran serius seraya mengambil alih tangan Aruni dari pegangan Zafeer. Aruni pun menurut.

“Ngapain tadi?”
“Hah? Ngapain apa?” Pangeran mendengkus napas kesal. Untung gadis yang berada di hadapannya ini spesial. Seandainya orang lain, atau gadis lain? Sudah ditendang oleh Pangeran.

“Kalian ngapain tadi?”

“Gue nggak ngapa-ngapain, kok,” sahut Aruni dengan santai dan tenang.

“Nggak mungkin, gue liat sendiri pakai mata kepala gue!” titah Pangeran.

“Udah, nggak usah dipikirin, Zafeer itu cuma sahabat gue dari SD.”

"Awas aja lo selingkuh dari gue, Ar!” cibir pria yang memakai atribut pramuka lengkap.

Ini adalah wujud cemburu dari Pangeran ke Aruni. Lucu sekali dua sejoli ini. Siapa manusia yang tidak pernah cemburu di muka bumi ini? Dengan lengan yang masih berpegangan satu sama lain. Pangeran menuntun Aruni ke suatu tempat, yang di dalamnya ada bunga-bunga yang indah.

“Bagus nggak tempatnya?”

“Bagus banget, Ran,” balas Aruni dengan senyuman manis. Netranya tampak kagum menatap sekitar.

“Suka?”

“Suka banget, lucu, ada ayunannya lagi,” ujar Aruni sembari tertawa pelan.

“Mau naik nggak?” tawar Pangeran sambil menggenggam erat tangan gadis itu.

“Mau!” sahut gadis itu ekstra semangat. Pangeran pun geleng kepala melihat perilaku Aruni yang masih seperti bocah cilik.

Gadis itu mencari posisi duduk yang nyaman. Lalu, mengajak Pangeran untuk duduk menemaninya di ayunan.

Ayunan masih terlihat baru. Bau khas dari cat besi berwarna merah. Di bawah ayunan, ada rumput-rumput yang berwarna hijau. Pemandangan ini tampak lebih hidup. Layaknya surga duniawi.

“Ran?” panggil Aruni.

“Dalem, Sayang?” sahut Pangeran.

“Kamu habis lulus ini, mau lanjut ke mana?”

“Tumben pakai kamu?” tanya Pangeran melongo. Menatap lekat wajah Aruni.

“Biar sopan.” Pria itu terkekeh tanpa membalas ucapan gadis itu.

***

“Ponsel kamu bunyi tuh, angkat gih,” ujar gadis itu. Netra mereka saling bertemu. Pria itu menatap Aruni sebentar. Tangan Aruni menyentuh tangan Pangeran. Tangan Pangeran gemetar saat memegang ponsel dan gadis itu pun juga turut merasakan getaran itu.

“Ran? Are you okay?”

“Gue angkat telepon dulu, ya. Lo tunggu di sini aja. Jangan ke mana-mana!” Aruni mengangguk patuh.

Pria itu bergegas mencari tempat yang aman, jauh dari keramaian, dan jauh dari rombongan bus sekolahnya. Sementara Aruni hanya memperhatikan punggung Pangeran yang sedikit demi sedikit hilang dari pandangannya.

Ia terkekeh pelan. “Gangguin aja sih yang telepon,” celetuk Aruni seraya terkekeh. Tidak lama dari itu, dirinya dikejutkan dengan pemandangan tidak lazim dan tidak pantas dilihat oleh manusia biasa.

Boneka, kok bisa jalan?’ batin Aruni.

“Apa kamu bilang tadi?!”

Stoor Me Niet! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang