10. Kekhawatiran

49 41 2
                                    

Terlihat wajah lega dari seorang Zafeer. Pria berambut ikal itu mencium kening Aruni. Kemudian, di sambung dengan pelukan hangat yang menghangatkan seluruh tubuh Aruni. Darah gadis itu berdesir hebat. Lebih baik dipeluk pacar atau sahabat?

"Alhamdulillah," sahut Aruni sembari mengulas senyum tipis dan membalas pelukan dari Zafeer. Gadis itu merasa beruntung karena dirinya bertemu sahabatnya ini. Sahabat yang selalu setia menemaninya dari kelas 4 SD.

Aruni pun juga tidak menyangka persahabatannya bisa se-langgeng ini. Setiap Aruni berpelukan dengan laki-laki, ia kerap merasa bersalah dengan sang abang.

Tapi apalah daya, Aruni tidak ambil pusing. Yang penting dirinya bahagia dan bisa tertawa lepas.

"By the way, maaf nih, sebenarnya siapa yang udah berani lukain lo kayak gini? Mana lebamnya gede banget lagi?" 

***

"Aku pikir kita punya hubungan yang kuat. Aku pikir segala yang kita punya selama ini adalah alasan untuk terus mempertahankan kita. Tapi mungkin aku salah," batin Aruni.

Zafeer dan Aruni sedang deep talk. Membicarakan persoalan yang lumayan serius terdengar di telinga.

"Rumus berpasangan adalah saling melengkapi satu sama lain, mengisi celah masing-masing. Lo liat deh, nggak ada pasangan di dunia ini yang sifatnya sama. Pasti beda. Kalo dua orang punya sifat yang sama bersatu, udah dipastikan hubungannya bakal ngebosenin."

Netra gadis itu membulat sempurna. Meresapi setiap kata-kata yang keluar dari mulut Zafeer.

"Terus gue harus gimana, Feer?"

"Kalo lo merasa udah nggak nyaman sama dia, ya tinggalin aja, udah clear, 'kan?"

Gadis itu nampak geram. Bola mata indah itu menatap sinis ke arah Zafeer. 

"NGGAK! GUE NGGAK BAKALAN NINGGALIN PANGERAN!"

***

Siang ini, dengan cuaca yang lumayan teduh. Dan cocok untuk bersantai-santai sekarang. Aruni sibuk mengutak-atik laptopnya untuk menulis. Saking terlalu enjoy, dirinya sampai tak mendengar panggilan sang bunda.

"Run? Bunda panggil-panggil puluhan kali, kok nggak jawab?"

"Astaghfirullah, maaf Bunda, Aruni lagi sibuk nulis."

"Bunda sih nggak apa-apa, kasian tuh Iyan nungguin kamu di ruang tamu."

"Iyan dateng, Bun?"

"Iya, samperin, gih," ujar Bunda.

"Jangan lupa pakai jilbab!"

Langkah gadis itu tiba-tiba terhenti saat mendengar irama khas dari sang bunda dari belakangnya. Padahal baru saja ia beranjak dari tempat tidur.

"Hai, boy!" celetuk Aruni sembari mengompakkan tangannya dengan Iyan.

Stoor Me Niet! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang