14. Spesial

47 39 2
                                    

Gadis Itu mengantarkan sang abang untuk kuliah untuk menempuh pendidikan strata-satu. Ia memeluk abangnya dengan sangat erat. Karena mereka pasti akan terpisah dalam kurun waktu empat tahun.


"Bang, kalo udah punya cewe, jangan lupain Arun, ya," ujar Aruni memeluk Fantasi yang terbungkus oleh kain jaket.  Dengan satu tangan yang memegang koper. Dan satu tangan memeluk tubuh sang adik.

"Ya Allah, mana mungkin Abang ngelupain Aruni," balas Fantasi terkekeh. Aneh-aneh saja Aruni ini.

Aruni juga ikut terkekeh. "Kali aja."

Fantasi mencoba jahil lagi. Ia kembali menyetil hidung Aruni.

"Astaga! Fantasi!"

"Sutt! Astaghfirullah. Nggak boleh pakai astaga lagi!"

"Gini amat punya Abang bedanya cuma 2 tahun. Apa Abang orang jahil kayak gini juga, ya? Nggak habis pikir gue sama cowok-cowok jaman sekarang."

Fantasi tertawa menatap sang adik sembari mengelus-elus pucuk kepala gadis itu. Tidak lama dari itu terdengar bunyi hentakan sepatu orang, sepertinya orang itu sedang terburu-buru.

Aruni melepaskan pelukan eratnya dari Fantasi. Padahal sebentar lagi dirinya tidak bisa bertemu dengan Fantasi lagi selama 4 tahun. Paling juga ketemu 4 kali saat libur semester.

1 tahun lalu, setelah lulus dari pondok pesantren bisa dibilang sederajat dengan tingkat sekolah menengah atas. Dipikiran Fantasi hanya terlintas bekerja. Tidak terpikiran kuliah sama sekali. Ia hanya ingin membantu ekonomi keluarga.

Padahal dirinya sempat mendapatkan beasiswa ke Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir, namun ia keukeuh menunda keberangkatan dan keterusan sampai 1 tahun. Untung saja, bunda terus menyemangatinya setiap hari untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi lagi, yaitu universitas.

Fantasi teringat ucapan dari sang bunda. "jangan ditolak, Nak. Ini kesempatan emas kamu untuk berkarir. Kamu pengen jadi dosen, 'kan? Dan kamu masih muda banget, masa depan kamu masih panjang. Jangan khawatirkan Bunda, Ayah sama Aruni di sini. Kami bisa jaga diri kami masing-masing. Urusan uang nggak perlu ribet kamu pikirin. Masih ada Ayah. Kamu fokus belajar aja, memberikan nafkah itu kewajiban Ayah, bukan kamu. Lagi pula, kamu dapat beasiswa, 'kan, lumayan, Nak. Ini merupakan rezeki dari Allah swt. Yang harus kita syukuri. Barangsiapa bersyukur akan nikmat, maka Allah akan menambah nikmat tersebut."

"Aruni!" sapa gadis berbaju pink lengkap dengan balutan jaket pinknya juga. Aruni berbalik menuju arah suara.

'Kayak pernah liat,'batin gadis dengan hijab hitam yang masih belum sempurna itu.

Gadis yang sekiranya seumuran dengan Aruni ini tertawa lepas saat bisa melihat Aruni di depan matanya. Seperti mimpi, gadis itu mencoba mengucek-ucek kedua bola matanya, merasa tidak percaya.

Keheningan pun menghampiri. Aruni masih mengingat-ingat orang ini. Sepertinya wajahnya tidak asing.

Stoor Me Niet! [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang