“Hello, Bro,” sapa Satria kepada tiga cowok di hadapannya—Jevan, Ilham, dan Vigo. “Oh, iya. Kenalin ini Adek gue namanya Zea.” Perkenal Satria menujuk Zea, membuat ketiga cowok itu terkejut.
“Jev, saran gue mending lo kabur ae,” bisik Vigo, seketika suasana menjadi mencekam.
“Berisik lo!” bisik juga Jevan.
“Ze, kenalin mereka temen-temen gue,” ucap Satria seraya melirik adeknya.
Zea tersenyum kikuk. “H–hai, semuanya,” sapa Zea membuat Ilham dan Vigo ikut canggung.
Suasana terasa mencekam bagi Zea, Ilham, dan Vigo. Sedangkan Jevan dan Satria terlihat begitu santai. Satria duduk di dekat Jevan, diikuti adeknya yang duduk di samping.
“Lo pasti kenal kan, sama orang yang suka membully?” Santria memulai percakapan.
Beberapa detik, tidak ada jawaban. Suasana menjadi begitu hening. Vigo dan ilham tak berani menjawab. Namun, di detik kemudian Jevan membuka suara. “Gue yang udah bikin Zea luka, Bang,” ungkap Jevan seketika membuat semuanya terkejut, apalagi Satria.
Cowok itu langsung beranjak dari duduknya. “Maksud lo apa?” tanya Satria dengan tatapan tajam. Zea, Jevan, Vigo, dan Ilham ikut berdiri.
Zea takut mereka akan berkelahi. Lagian kenapa Jevan malah mengakui.
“Sorry Bang, gue gak sengaja,” maaf Jevan dengan pasrah.
“Apa lo bilang, gak sengaja? Enak banget tuh, ngomong!” marah Satria mencengkram kerah jaket Jevan.
“Bang udah. Ini cuma salah paham aja,” lerai Zea memegang tangan Satria.
“Salah paham gimana? Muka lo sampai lebam gitu!” kesal Satria, ia kembali menatap Jevan dengan tajam.
“Lo perlu dikasih peringatan!” peringat Satria, di detik itu juga ia melayangkan satu pukulan pada Jevan.
Jevan tak melawan. Cowok itu malah terdiam pasrah, saat dipukul. Namun, yang melihatnya dibuat panik.
“Bang, udah! Ini cuma salah paham!” lerai Zea, berdiri di hadapan abangnya.
“Minggir Ze, dia harus dikasih peringatan!” suruh Satria.
“Dengerin dulu penjelasan aku, Bang!” pinta Zea, memohon.
“Penjelasan apa?” tanya Satria.
“Sebenernya aku kena tonjok saat Jevan melerai perkelahian,” jelas Zea membuat Satria mengernyit.
“Gue gak percaya,” ucap Satria, sedangkan ketiga cowok itu hanya memperhatikan tanpa mau ikut campur.
“Kamu harus percaya, Bang. Tampang Jevan emang kayak kriminal, tapi dia baik kok,” ujar Zea meyakinkan, seketika membuat Vigo dan Ilham ingin tertawa mendengarnya. Sedangkan Jevan terlihat jelous.
“Mana mungkin Jevan nyakitin aku, sedangkan aku pacarnya,” ungkap Zea seketika membuat Satria melotot. Sebenarnya Zea tidak mau mengakui dirinya pacar Jevan, tetapi ini satu-satunya cara agar Satria percaya.
“Lo pacararan sama curut ini?” Satria bertanya sambil menunjuk Jevan, membuat cowok itu mengumpat.
“Kakak sama Adek, sama aja. Sama-sama suka ngatain orang sembarangan!” umpat Jevan dalam hati, sedangkan Vigo dan Ilham lagi-lagi ingin tertawa.
“Iya, Bang. Mana mungkin kan, Jevan nyakitin pacarnya sendiri,” jawab Zea, meyakinkan.
“Udah berapa lama lo pacaran sama dia?” Selidik Satria.
“Setahun, tapi Jevan memperlakukan aku dengan baik kok.” Moga aja dengan berbicara begitu, abangnya percaya.
“Sorry Bro, gue keburu kebawa emosi. Gue gak tau kalau lo udah memperlakukan Zea dengan baik,” maaf Satria pada Jevan, sambil merapikan kerah baju cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is A Bad Boy
Teen FictionAku gak menyangka sampai saat ini, harus berpacaran dengan preman sekolah. Itu benar-benar diluar dugaanku. Namun, karena permainan truth or dare yang dia bilang. Dia harus memacariku. Awalnya aku menolak, karena tidak mau berpacaran dengan preman...