Zea masuk ke dalam basecamp, tempat nongkrong Jevan dan teman-temannya. Jujur saja Zea terkejut, tiba-tiba Jevan mengirimi pesan lewat ponsel Pandu. Ya, memang semua sosmed-nya ia blokir, tetapi kenapa harus pakai ponsel Pandu?Jevan yang melihat kedatangan Zea, ia pun langsung beranjak dari tempat duduknya.
“Nih, jaket kamu,” ujar Zea dengan ketus.
Jevan pun mengambilnya. Namun, di saat Zea hendak kembali pergi, dengan sigap cowok itu menahan. “Gue perlu bicara sebentar,” pinta Jevan dengan tatapan memohon.
“Bicara apa? Gak ada yang perlu dibicarakan, Jev,” ujar Zea masih dengan raut wajah ketus.
“Gue gak mau putus,” celetuk Jevan to the point. Sedangkan Ilham dan Vigo, keduanya hanya menyaksikan pasangan yang tengah bertengkar ini.
“Why? Lagian perjanjiannya hanya seminggu, dan kamu menahan-nahan agar kita gak putus sampai setahun!” Ucapan Zea membuat Jevan bingung mau menjawab apa.
“Jangan putus sekarang. Kasih gue waktu,” pinta Jevan, “sampai kelulusan bisa, okay?” lanjut Jevan penuh Dengan harapan.
Zea terdiam sejenak. Berpikir untuk keputusan yang akan ia ambil. “Gak! Aku mau kita putus sekarang! Lagian kamu juga gak sepenuhnya menganggap aku sebagai pacar! Kamu pacari aku hanya karena mau memanfaatkan aku aja. Biar ada orang yang bisa kamu suruh-suruh dan kerjakan tugas kamu kan?” ungkap Zea.
Zea tau jika selama ini, Jevan memacarinya hanya untuk dimanfaatkan. Zea tau itu. Namun, Zea bertahan hanya karena takut, cowok itu akan semakin parah membuat onar di sekolah.
Zea sudah berusaha agar Jevan mau merubah sifatnya, tetapi hasilnya nihil. Cowok itu masih tetap merundung. Bahkan pihak sekolah pernah men-skor, tetapi tidak ada kapok-kapoknya.
Namun, setidaknya cowok itu tidak separah dulu. Bahkan sekarang, ia terkadang mau menuruti perintahnya.
“Kata siapa kalau gue hanya memanfaatkan lo? Itu gak benar, Ze,” bantah Jevan.
“Gak benar? Tapi, aku liat itu Jev!” kesal Zea, sedikit meninggikan nada ucapannya.
“Okay, maafin gue, Ze. Gue suka manfaatkan lo, tapi please jangan putus,” pinta Jevan, memohon.
Mendengar Jevan yang terus memohon, membuat Zea menghela napas dalam. Zea berpikir sejenak, untuk keputusan yang akan diambil.
“Okay, tapi dengan syarat,” ujar Zea, seketika membuat Jevan berbinar.
“Apa syaratnya?” tanya Jevan.
“Jangan merundung mereka lagi, dan jangan buat onar di sekolah.” Zea memberi tau syaratnya. Seketika membuat Jevan kebingungan. Sedangkan Ilham dan Vigo, penasaran dengan keputusan Jevan.
“Mau gak?” tanya Zea, “kalau gak mau, yaudah kita putus,” ancam zea.
“Oke, gue terima syarat lo,” setuju Jevan, membuat Zea tersenyum singkat.
“Oke, deal,” ujar Zea, dan sekarang mereka tidak jadi putus.
“Yaudah, ayo duduk ke sana,” ajak Jevan pada Zea. Cewek itu hanya mengangguk sebagai jawabannya.
Kini mereka berempat duduk di kursi, Zea berdampingan dengan Jevan, sedangkan Ilham berdampingan dengan Vigo.
“Ze,” panggil Jevan, membuat cewek itu menoleh.
“Apa?”
“Kerjakan tugas matematika gue dong, gue puyeng gak bisa,” perintah Jevan pada Zea, seketika membuat cewek itu tersenyum kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is A Bad Boy
Genç KurguAku gak menyangka sampai saat ini, harus berpacaran dengan preman sekolah. Itu benar-benar diluar dugaanku. Namun, karena permainan truth or dare yang dia bilang. Dia harus memacariku. Awalnya aku menolak, karena tidak mau berpacaran dengan preman...