32. Tiba-tiba Berubah

162 9 1
                                    

Tiba-tiba saja Jevan memberikan sebuah minuman favorit Zea, ketika cewek itu hendak masuk ruang ujian. "Semangat ujiannya, semoga lancar," ucapnya dengan lengkungan indah di bibir.

Zea pun mengambil minuman itu, tak lupa diiringi senyuman manisnya. "Makasih, kamu juga semangat okay."

Ah, entahlah ... hati Jevan lemah banget, hanya disenyumin begitu saja sudah membuatnya blushing. Cowok itu tampak malu-malu, membuat Zea gemas melihatnya.

"Udah sana masuk," titah Zea kembali bersuara.

"Lo dulu yang masuk, baru gue," jawab Jevan. Cewek itu pun mengangguk sebagai jawabannya. Ia pun melangkah masuk ke dalam ruangan terlebih dahulu, tak lama kemudian Jevan pun masuk, tetapi ke dalam ruangan yang berbeda.

•••

Pintu kamar terbuka lebar, memperlihatkan seorang wanita paruh baya berdiri di ambang pintu, membuat Zea menatap ketakutan. Cewek itu menundukkan kepalanya, karena merasa sebentar lagi akan mendapat amarah dari Sang Mama.

Elena melangkah cepat mendekati Zea yang tengah duduk di kursi belajar, tetapi ... alangkah terkejutnya saat tiba wanita itu langsung saja mendekap erat putrinya penuh dengan kesedihan. Sikap Elena sontak membuat Zea kebingungan.

"Maafkan Mama." Tak ada hujan dan tak ada badai, Elena tiba-tiba saja meminta maaf pada putrinya. Dekapan itu tak kunjung lepas.

Zea hanya terdiam, masih kebingungan dengan sikap Elena. Namun, di sisi lain ia merasakan, perasaan yang tak bisa ia deskripsikan. Ini pertama kalinya Zea dipeluk oleh Sang Mama. Pelukan itu terasa sangat hangat.

"Maaf, Mama udah begitu jahat sama kamu, Sayang." Elena melepas pelukannya, beralih menangkup kedua pipi Zea, menatap cewek itu dengan tatapan sendu. Sedangkan Zea membalas Elena dengan tatapan kebingungan.

"Ma?" Cewek itu memanggil, meminta penjelasan pada Elena. Apa maksud semua ini? Kenapa mama-nya tiba-tiba berubah? Zea senang, tetapi ia kebingungan.

Elena menarik tangan putrinya agar mengikuti duduk di tepi kasur. "Maaf, selama ini Mama udah memperlakukan kamu gak baik," ucap Elena lagi, menyelipkan helaian rambut Zea ke telinga.

"Aku benar-benar gak paham, Ma." Zea menjawab dengan singkat. Ia butuh penjelasan sedetail mungkin.

Di saat itu, Elena memberikan hasil CT scan pada Zea agar cewek itu melihatnya. "Ini hasil CT scan punya kamu." Tanpa berbicara sepatah kata pun Zea segera mengecek. Alangkah terkejutnya cewek itu saat mengetahui bahwa dirinya didiagnosa mengidap kanker otak stadium awal.

"Ma?" Zea masih tak percaya. Ia harap ini hanya mimpi. Namun, Elena meresponnya dengan anggukan membuat Zea sedetik kemudian terdiam membisu.

"Tak apa, Sayang ... kata dokter peluang kamu sembuh cukup besar asal melakukan operasi dan pengobatan secara efektif." Wanita itu menatap putrinya penuh dengan rasa bersalah atas perilakunya selama ini, karena sikapnya sangat kasar, padahal Zea butuh dekapan. "Mama akan segera mengurus-urus agar kamu cepat melakukan operasi. Dan Papa besok tiba di bandara."

"Papa tau soal ini?" tanya Zea yang langsung mendapat anggukan kecil dari Elena.

"Bang Satria?" tanyanya lagi apakah Satria juga mengetahuinya?

"Kita tau dari Satria." Elena menjawab dengan cepat membuat Zea sedih. Kenapa hanya dirinya yang tak tahu.

Di saat itu datanglah Satria, berjalan menuju Elena dan Zea. Cowok itu langsung saja duduk di samping adeknya. "Sorry, gue gak kasih tau lo lebih dulu, bukan karena apa, tapi gue gak berani bilang. Gue takut lo akan sedih," ujar Satria mencoba menjelaskan alasannya.

Cewek itu terharu mendengar. "Bisa jelasin sama aku secara detail?" tanya Zea yang langsung mendapat anggukan dari abangnya. Setelah itu Satria puj menceritakan.

•••

Seminggu sudah berlalu. Hari ini Zea pergi ke rumah Jevan ditemani kaki tangan papa-nya-Gabriel. Cewek itu berniat untuk memberitahu bahwa lusa ia akan melakukan operasi. Jevan tidak tahu bahwa dirinya mempunyai penyakit kanker otak seperti Alexa.

Zea keluar dari dalam mobil, dengan pintu yang sudah dibukakan oleh Gabriel. "Tunggu sebentar ya, Kak. Aku gak lama kok," ujar Zea pada cowok itu agar menunggunya.

"Baik, Non, silahkan. Jika terjadi sesuatu langsung kabari saya," pinta Gabriel yang langsung mendapat anggukan dari putri bos-nya.

"Ya udah, aku masuk dulu ke dalam, Kak."

"Baik, Non."

Zea berjalan menuju ke dalam rumah dengan tangan kiri menenteng kantong yang berisi cake di dalamnya, sedangkan Gabriel hanya menunggu di luar gerbang. Cewek itu sangat bersemangat untuk menemui Jevan. Zea pikir, Jevan akan senang karena ia membawa cake favoritnya.

Namun, sedetik kemudian cewek itu terdiam mematung di saat hendak menekan bel rumah, tetapi keadaan pintu sudah terbuka lebar, yang memperlihatkan seorang cowok dan cewek sedang berpelukan. Orang itu Alexa dan Jevan.

"Lo janji gak akan ninggalin gue."

Terdengar Alexa berbicara pada Jevan dengan posisi masih memeluk. Mendengar itu membuat dada Zea terasa sesak.

Ah, tak seharusnya ia mendengar dan melihat ini semua. Lagipula kenapa dirinya berpikir memberitahu Jevan bahwa besok akan operasi. Padahal cowok itu sudah bukan siapa-siapanya lagi.

Zea mengurungkan niatnya untuk bertemu Jevan. Ia pun kembali pergi. Akan tetapi sebelum itu, Zea berusaha agar air matanya tak keluar.

"Cepat sekali." Gabriel merasa aneh tatkala melihat putri bos-nya sudah kembali.

"Iya, orangnya gak ada di rumah, Kak," jawab Zea berbohong. Ia tak mau membuat cowok di hadapannya ini khawatir.

Namun, Gabriel merasa aneh, padahal motor Jevan berada di halaman rumahnya.

"Kenapa, Kak?" tanya Zea membuyarkan lamunan cowok itu.

"Tidak apa-apa," ucapnya berdalih dan langsung saja membukakan pintu mobil untuk Zea.

"Terima kasih, Kak." Gabriel hanya merespon dengan anggukan, lalu masuk ke dalam mobil.

•••

Hari ini tepat di mana Zea melakukan operasi. Semua anggota keluarganya hadir menemani. Operasi sudah berlangsung selama satu jam. Mereka terlihat gelisah, berharap semuanya berjalan dengan lancar dan Zea kembali sembuh.

Namun, di sisi lain seorang cewek menerobos masuk ke dalam rumah seorang cowok yang tak lain adek ialah tirinya.

"Enak banget ya, santai-santai! Sedangkan Zea lagi melakukan operasi hari ini." Perkataan Selva sontak membuat Jevan yang tengah duduk di sofa, kini langsung menatap cewek itu dengan raut wajah terkejut.

Ia segera beranjak dari tempat duduknya. "Operasi kata lo?" Jevan meminta penjelasan, kenapa Selva tiba-tiba berbicara seperti itu?

"Iya, emangnya lo gak tau? Bukannya kemarin lusa Zea kasih tau lo?" Ah, kenapa Jevan seakan-akan tak tahu apa-apa, pikirnya.

"Zea gak ada kasih tau apa-apa ke gue. Bahkan, Zea sulit dihubungi," ujar Jevan dengan jujur.

"Serius lo?" Selva sedikit mempercayainya. "Zea didiagnosa penyakit kanker otak stadium awal. Dan, hari ini dia sedang operasi," ujarnya menjelaskan, seketika membuat Jevan terlihat sangat terkejut mendengarnya.

Batas Akhir•

Rabu, 19 Juni 2024
00.08

My Boyfriend Is A Bad Boy Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang