Zea berpapasan dengan Jevan saat hendak masuk kelas. Cowok itu ingin menyapa, tetapi Zea terlihat tak memperdulikan yang membuatnya mengurungkan niat. Keduanya seperti orang asing yang tak pernah kenal.
“Pagi, Ze,” sapa Raya yang sudah ada di kelas duduk di bangku.
“Pagi juga, Ray,” sahut Zea. “Azizah mana? Biasanya udah datang jam segini,” tanya Zea penasaran.
“Azizah sakit,” jawab Raya membuat Zea terkejut.
“Sejak kapan?”
“Baru kemarin, dia gak sengaja makan kacang. Alhasil alerginya kambuh,” jelas Raya.
“Dia di rawat di mana? Aku mau jenguk.”
“Di RS Sejahtera. Gue juga nanti setelah pulang sekolah mau ke sana, gimana kalau kita barengan?” usul Raya yang langsung mendapat anggukan dari Zea.
Zea beranjak dari tempat duduknya. “Aku ke toilet dulu,” izin Zea, Raya hanya merespon dengan anggukan.
Tak lama setelah kepergian cewek itu, Jevan datang menghampiri Raya. “Ray, pindah dong. Hari ini lo duduknya sama Ilham dulu, ada yang mau gue omongin sama Zea,” pinta cowok itu .
“Gak! Gue males duduk sama Ilham.” Raya menolak.
“Please, Ray. Kali ini aja,” mohon Jevan dengan sangat.
“Kenapa, sih? Lo buat salah lagi sama Zea?” kesal Raya. Cewek itu sudah tau, kalau Jevan seperti ini pasti mereka berdua sedang berantem.
“Iya, gue buat salah sama dia. Gue gak dikasih kesempatan buat ngejelasin sama Zea. Makanya minta tolong kali ini aja duduknya gantian,” jelas Jevan meminta tolong membuat Raya beranjak dari tempat duduknya dengan raut wajah kesal. Meski terpaksa cewek itu akhirnya mau.
“Hai, cewek,” goda Ilham tatkala Raya duduk di sebelahnya.
“Apa lo! Mau gue pukul!” Raya menatap Ilham tajam.
“Ngeri kali, Bang,” ledek Vigo yang berada di samping Ilham.
Sedangkan di sisi lain, Zea yang baru saja kembali ke kelas ia memelankan langkah saat melihat Jevan duduk di bangku.
“Ngapain kamu di sini?” tanya Zea dengana raut wajah kesal.
“Gue duduk di sini sekarang.” Cowok itu menjawab dengan datar.
Mendengar itu membuat Zea hendak pinah tempat duduk. “Mau pindah ke mana? Udah gak ada tempat kosong lagi. Duduk di sini aja,” ujar Jevan di detik itu juga guru datang membuat Zea mau tak mau harus duduk berdampingan.
“Buka halaman 105,” suruh Pak Rama.
Keduanya pun memulai belajar. Di sepanjang mata pelajaran Pak Rama, tak ada interaksi antara Jevan dan Zea. Jevan yang bingung harus memulai dari mana, sedangkan Zea yang tak mau memulai. Tak jarang cowok itu memperhatikan Zea yang pokus menulis di bukunya.
“Tugas kali ini, buat suatu perdebatan mengenai apa saja dampak menurunnya ekosistem laut, dan berikan contoh cara menanganinya. Dikerjakan bersama teman sebangku kalian. Minggu depan dikumpulkan dalam bentuk video,” ujar Pak Rama seketika membuat murid-murid mengeluh.
Termasuk Zea dan Raya. Bukan masalah takut tak bisa mengerjakan, tetapi mereka hanya saja mengeluh karena dapat teman kelompoknya yang susah diajak kerja sama. Yang ada malah cape sendiri.
Setelah mengatakan itu, Pak Rama pergi keluar karena waktu pelajaran pertama sudah habis.
“Ze,” panggil Jevan lirih, menatap Zea yang terus menghadap ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is A Bad Boy
Teen FictionAku gak menyangka sampai saat ini, harus berpacaran dengan preman sekolah. Itu benar-benar diluar dugaanku. Namun, karena permainan truth or dare yang dia bilang. Dia harus memacariku. Awalnya aku menolak, karena tidak mau berpacaran dengan preman...