Setelah rapat, Zea akan segera kembali ke kelas, karena sebentar lagi bel masuk. Namun, di pertengahan jalan, seseorang berteriak memanggilnya.
“Ze!”
Teriakan itu berhasil membuat Zea menghentikan langkahnya. Ia menoleh pada sumber suara.
“Kenapa, Zah?” tanyanya penasaran.
“Ayo ikut gue, Jevan sama Pandu berantem di aula,” ujarnya. Dia—Azizah Salsabila, teman sekelas Zea, dan mereka satu circle.
Zea menghela napas dalam. Kenapa Jevan suka sekali buat onar, padahal cowok itu sudah berjanji pada dirinya. Memang ya, janji cowok tidak bisa dipegang.
Zea dan Azizah pun berjalan menuju ruang aula, tempat di mana Jevan dan Pandu bertengkar.
“Stop, Jev!” Teriakan Zea seketika mengalihkan perhatian orang-orang yang melihat keributan, termasuk mengalihkan perhatian Jevan dan Pandu. Kedua cowok itu seketika berhenti berkelahi.
“Pawangnya datang nih,” bisik Ilham pada Vigo.
“Drama rumah tangga di mulai,” balas Vigo berbisik, meledek couple itu.
Dan masih banyak bisik-bisik dari orang-orang yang melihatnya. Namun, Zea tak menghiraukan, ia berjalan menghampiri Jevan membelah kerumunan bersama Azizah.
“Bisa gak sih, jangan buat onar sehari aja!” kesal Zea memarahi pacarnya.
“Dia yang mulai duluan, Ze.” Jevan menunjuk pada Pandu, yang tak jauh dari dirinya.
“Iya, emang gue yang senggol Jevan duluan, tapi gue benar-benar gak sengaja.” Pandu membela diri. “Lagian gue juga udah minta maaf sama lo, Jev,” lanjut Pandu membela diri.
“Kamu bisa kan, jangan memperbesar masalah?” marah Zea menatap Jevan tajam. Cowok itu pun membalas tatapan pacarnya.
“Lo belain dia?” Tangan Jevan menunjuk Pandu.
“Aku gak belain Pandu. Aku cuma bilang sesuai fakta aja!” balas Zea.
Namun, Jevan hanya mengepalkan tangannya, menahan emosi pada Zea. Orang-orang hanya terdiam menyaksikan, tanpa mau melerai, karena takut malah jadi kena sasaran.
Jevan menghembuskan napas kasar. Di detik itu juga, ia langsung pergi meninggalkan Zea penuh dengan amarah.
“Bubar!” suruh Pandu pada siswa-siswi yang menyaksikan. Di detik itu juga, mereka pun pergi ke kelas masing-masing, yang hanya menyisakan Zea, Azizah, dan Pandu.
“Kamu gapapa kan, Pan?” tanya Zea khawatir, mendekati cowok itu.
“Iya, gapapa kok,” ujar Pandu. “Thanks, udah khawatir,” lanjutnya berucap.
Zea hanya mengangguk sebagai jawabannya. “Pipi kamu ada yang lebam. Mau aku obatin?” tanya Zea.
“Gak usah, nanti gue obatin sendiri.” Pandu terdiam sejenak. “Mending lo susulin Jevan,” lanjut Pandu memberi saran.
“Iya, nanti aku susulin Jevan,” ujar Zea. “Yaudah aku sama Azizah ke kelas duluan,” pamitnya pada Pandu, lalu pergi bersama Azizah.
•••💗•••
Pulang sekolah sudah sepuluh menit yang lalu, kini Zea sedang duduk di halte menunggu bus lewat. Ia melihat ke ujung jalan, berharap bus segera datang.
“Ayo pulang bareng gue!” Tiba-tiba seseorang datang, berbicara seperti itu pada Zea. Hal yang membuat cewek itu terkejut.
“Gak usah,” tolak Zea. Terdengar dari nada ucapannya, cowok itu masih marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Boyfriend Is A Bad Boy
Teen FictionAku gak menyangka sampai saat ini, harus berpacaran dengan preman sekolah. Itu benar-benar diluar dugaanku. Namun, karena permainan truth or dare yang dia bilang. Dia harus memacariku. Awalnya aku menolak, karena tidak mau berpacaran dengan preman...